Di balik Rencana Investasi Hermanto Tanoko di Kota Malang
Jauh dari mencari keuntungan secara hitungan bisnis. Sebaliknya, membangun hotel bintang lima itu Hao Gan, Puk Hao Jhek. Artinya, Kelihatannya bagus. Kelihatannya untung. Tetapi aslinya tidak enak. Tidak untung.
MALANG POSCO MEDIA– Filosofi itu disampaikan Hermanto Tanoko, Pemilik sekaligus Pengelola Tanrise Corp saat diskusi Senin (19/5) kemarin pagi dengan Malang Posco Media (MPM). Bagi MPM, ini  sebuah kehormatan, pagi-pagi, sudah diajak diskusi oleh taipan kelahiran Malang, September 1962 lalu.
‘’Membangun hotel berbintang bukan untuk mengejar sukses pak. Karena return on investment-nya (balik modalnya) lama bangetttttt,’’ tandas Hemanto yang menurut Majalah Forbes hingga Juli tahun 2024 kekayaannya telah mencapai Rp 33,77 Triliun.
Tanrise Corp melalui anak perusahaannya PT Tanrise Property Indonesia akan membangun Apartemen dan Vasa Hotel di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Salah satu kawasan strategis di Malang Utara,
Tidak main-main. Hermanto yang sukses mendirikan Vasa Hotel Surabaya di Jalan HR Muhammad ini, rencananya akan mengucurkan investasinya sebesar Rp 900 miliar untuk pembangunan tower apartemen dan Vasa Hotel Malang.
Sebagai seorang bisnisman yang merintis usaha mulai dari bawah, ungkapan Hermanto tentu bukan isapan jempol belaka. Artinya, sebelum melakukan investasi Hermanto minimal sudah bisa memprediksi, apakah investasinya untung. Atau malah buntung.
Guna membuktikan filosofinya itu, Hermanto lantas mengajak MPM untuk hitung-hitungan harga kamar hotel bintang lima di Malang. Menginap satu malam di hotel bintang lima di kota Malang paling banter harganya Rp 1.500.000 sampai Rp 2.000.000. Bisa menembus Rp 2 juta itu pun sudah sangat tinggi. Dan biasanya terjadi jika dalam kondisi lagi peak season.
Jika dirata-rata, lanjut Hermanto, tarif kamar hotel di Malang paling tinggi di bawah Rp 1 juta. Jadi tidak mungkin menjual kamar hotel bintang lima di Malang di atas Rp 2 juta. Kalau di Surabaya, di Jakarta juga di Denpasar sangat mungkin sekali menjual kamar hotel bintang lima seharga Rp 2 juta per hari. Bahkan di Denpasar harganya bisa Rp 3,5 juta per hari
‘’Dengan investasi sebesar itu (Rp 900 miliar) jangankan bicara soal kentungan. Kembali modal saja, saya belum bisa bayangkan berapa tahun,’’ kilah Hermanto sembari tersenyum.
‘’Tapi saya mau investasi di Malang, karena Malang kota kelahiran saya. Saya ingin Kota Malang bisa lebih besar di masa mendatang,’’ sambungnya, serius.
Guna menguatkan lagi argumentasi bisnisnya, Hermanto menyebutkan, investasi hotel bintang lima di Bromo, Kabupaten Probolinggo, jauh lebih menjanjikan. Gunung Bromo yang sudah terkenal se antero dunia, banyak dikunjungi wisatawan asing dari berbagai negara.
Karena di Bromo belum ada hotel bintang lima, setelah mengunjungi Bromo, mereka langsung kembali ke Surabaya. Atau mungkin ke Malang. Karena wisatawan asing yang berkunjung ke Bromo rata-rata adalah wisatawan berduit.
‘’Wisatawan asing yang datang ke Malang belum begitu tinggi. Faktornya cukup banyak. Selain lokasi wisata di Malang belum ada pilihan yang bagus dan sangat menjual. Satu lagi penyebabnya, karena hotel bintang lima di Malang baru ada satu,’’ papar Hermanto sembari menyebut, dirinya juga sedang menyelesaikan investasi pembangunan Vasa Hotel empat lantai di depan Museum Any Yudhoyono di Pacitan.
‘’Kenapa saya inves di Pacitan, karena saya diajak Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Pak SBY bilang ingin segera mengembangkan kota Pacitan dari yang ada sekarang. Jika ada hotel berbintang di Pacitan, tentu kunjungan wisatawan ke Pacitan akan lebih tinggi,’’ cerita Hermanto.
Sebelum mengakhiri diskusinya, Hermanto sedikit mengisahkan pengalamannya saat tiap hari diomelin istrinya, gara-gara mendirikan Vasa Hotel di Surabaya. Sebab, setahun setelah dioperasikan dengan 385 kamar, kondisi keuangan Vasa Hotel sangat terpuruk.
Tiap bulan, istrinya selalu minta uang untuk memenuhi kebutuhan operasional Vasa Hotel. Termasuk membayar gaji karyawan. Kamarnya 385, tetapi tiap hari yang terjual hanya lima sampai 10 kamar. Karyawannya 400 orang.
‘’Kamu bangun hotel habis banyak kenapa kok gak pakai chain asing (jaringan manajemen asing). Harapannya supaya Vasa Hotel Surabaya cepat ramai. Aku ngomong tidak. Justru kita investasi di negeri sendiri maka kita harus kuat tanpa bantuan asing. Sekali kamu minta bantuan asing, maka selamanya tidak akan bisa lepas,’’ pungkas penggemar kelapa muda ini. (hary santoso/van)