MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU- Banjir yang terjadi di Dusun Beru, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu yang berdampak pada terendamnya 42 rumah sekitar 30 Cm hingga rusaknya lahan pertanian yang mencapai 3.560 meter mendapat perhatian serius dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur.
Walhi Jatim menilai banjir yang kerap kali terjadi di Kota Batu, khususnya Kecamatan Bumiaji diakibatkan karena krisis iklim dan alih fungsi lahan di wilayah lereng Gunung Arjuno. Hal itu ditegaskan oleh Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu Eka Setyawan.
“Memang banjir yang terjadi di Dusun Beru, Desa Bumiaji karena intensitas hujan deras yang kerap terjadi dalam 5 tahun terakhir akibat krisis iklim. Namun banjir yang terjadi bukan yang pertama. Tetapi sebelumnya pada tahun 2022 juga pernah terjadi banjir. Serta paling parah terjadi pada tahun 2021 di bulan November ketika banjir bandang hingga menelan korban jiwa,” ujar Wahyu.
Ia menjelaskan, selain faktor perubahan cuaca, banjir dikarenakan alih fungsi lahan atau kawasan di wilayah atas seperti di wilayah lereng Gunung Arjuno dan Welirang. Akibatnya air yang turun tidak mampu ditangkap dan diserap sehingga air lari ke bawah.
“Tidak hanya itu, yang menjadi perhatian juga adalah alih fungsi ini tidak hanya terjadi di wilayah atas. Melainkan alih fungsi lahan di kawasan bawah di wilayah Kota Batu. Diketahui bahwa alih fungsi di kawasan bawah terutama untuk wisata dan perhotelan hingga perumahan,” bebernya.
Bahkan banyak kawasan Kota Batu pada bagian atas sekarang digunakan untuk lahan pertanian. Itu juga berdampak ketika hujan air langsung turun ke bawah tanpa adanya serapan. “Permasalahan tersebut tentu membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Karena jika kita berbicara tentang penyelamatan di kawasan atas Kota Batu, tentunya juga harus melihat penyelamatan yang ada di kawasan bawahnya,” paparnya.
Walhi Jatim menilai permasalahan tersebut membutuhkan kebijakan, khususnya pemerintah Kota Batu harus mereview ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah mereka buat. Apalagi Walhi menilai bahwa RTRW tidak terbuka, tidak partisipatif dan lebih mementingkan alih fungsi kawasan khususnya untuk kebutuhan wisata.
“Dengan tidak mengedepankan persoalan alih fungsi serta soal dampak banjir yang terjadi sejak lima tahun terakhir. Kami mendorong agar kebijakan tata ruang yang benar-benar mengatur soal keselamatan dan pemulihan kawasan,” tegasnya.
Selain itu Walhi Jatim juga mendorong soal kebijakan yang memang berbasis kepada situasi faktual dan bukan sekedar karena ada banjir dan direspon kemudian selesai. Menurutnya harus ada road map yang berjangka panjang, terbuka dan melibatkan masyarakat.
“Hal itulah yang menjadi point penting untuk membahas permasalahan banjir yang ada di Kota Batu. Ini agar kedepannya tidak separah tahun ini dan kedepannya tidak terjadi banjir kembali,” pungkasnya. (eri/udi)