Malang Posco Media, Sidoarjo – Abdul Hannan sudah bisa bernafas lega. Keyakinannya bahwa sang putra Al Fatih Cakra Buana bisa selamat dari reruntuhan bangunan musala Ponpes Al Khoziny benar-benar terwujud. Fatih dievakuasi dengan selamat, sekalipun banyak momen ‘tidur’ selama tiga hari saat kejadian sampai dia diselamatkan Tim SAR Gabungan, Rabu (1/10) lalu.
Sebelumnya, Abdul Hannan jadi salah satu wali santri yang paling sering tersorot. Meskipun kerap menangis, namun dia sangat aktif menanyakan perkembangan evakuasi. Saat mendengar ada korban dievakuasi, dia mencari informasi.
Pria asal Sendang Bejeh, Bangkalan, Madura ini berharap anaknya ditemukan. Ketika nama anak lain, dia tidak kecewa. Karena dia yakin, Al Fatih masih bertahan. Namun, selama proses evakuasi, dia mengaku hanya bisa berdoa sambil menunggu kabar dari tim SAR
“Saya baca surat Al-Kahfi untuk minta kepada Allah SWT. Saya tak berani ke tempat. Saya diam saja di sana, sambil berdoa. Setiap ada evakuasi yang hidup, saya ucap Alhamdulillah, berarti ada yang hidup. Berarti anak saya semakin besar harapan hidup. Karena ada yang evakuasi hidup. Berarti ada yang hidup. Mudah-mudahan Al Fatih hidup,” ungkapnya.
Selain membaca Alquran, Hannan juga tak lepas membaca sholawat Al-Fatih.
“Saya baca sholawat terus. Saya namai anak saya dengan Al Fatih itu. Saya mengamalkan banyak Sholawat Al-Fatih, Itu pun mudah-mudahan dapat berkahnya ini,” tambahnya.
Sampai akhirnya, seorang petugas SAR yang juga kenal dengannya memberi kabar gembira. Putranya yang masih berusia 14 tahun ditemukan selamat.
Menurutnya, yang evakuasi ini kebetulan murid santrinya orang tuanya, sehingga kenal dengan Hanna.
“Dia tanya ke saya, ‘Yai, nama anak Yai dengan siapa?’ Al Fatih Cakra Buana. Langsung nangis dia, peluk saya. Dia bilang ‘Saya yang nyelamatkan barusan Yai, Al Fatih Cakra Buana benar masih ada’. Saya nangis, sujud syukur, Ya Allah,” kata Hanan.
Selama pencarian, dia tak memungkiri panik, cemas. Tapi dia berkeyakinan tim SAR yang lebih tahu cara untuk menyelamatkan para santri yang terjebak di bawah runtuhan beton.
“Saya mempercayakan sepenuhnya kepada tim SAR, saya berterima kasih kepada beliau-beliau yang masuk, itu berisiko semua. Saya saja orang tuanya tidak berkorban seperti itu, seperti mereka. Mereka melihat mayat bagaimana. Masuk gorong-gorong, itu saya tidak bisa. Saya berterima kasih. Jadi saya percayakan mereka ahlinya ya sudah. Itu adalah bentuk usaha,” ungkapnya.
Al Fatih Cakra Buana adalah tiga nama korban terakhir yang dievakuasi dalam keadaan selamat, tak sampai 24 jam jelang berakhirnya golden time penyelamatan.
Dievakuasi Rabu (1/10) malam pukul 19.00 WIB, dia kemudian dilarikan ke RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo. Kondisinya masih sehat. Tak ada luka serius, hanya lecet-lecet.
Setelah perawatan selama hampir sehari, Al Fatih pun bisa bercerita banyak hal.
Dia mengakui, sebelum salat ashar, menunggu azan di musala bangunan yang ambruk itu. Dia ketiduran dan itu adalah ‘tidur’ pertama baginya.
Suara gemuruh dan teriakan santri ketika bangunan ambruk, membangunkannya. Al Fatih sempat berlari, namun langsung pingsan tertimbun reruntuhan bangunan.
“Iya lari tapi terus ketimpa. Iya mungkin pingsan. Saya nggak sakit sama sekali,” katanya.
Setelah itu, dia tersadar dalam keadaan tertimbun reruntuhan material bangunan. Saat itu suasana diingatnya sudah gelap. Al Fatih sempat berkomunikasi dengan teman di sebelahnya yang juga tertimbun. Kemudian, tertidur lagi, untuk kesekian kalinya.
Dia menuturkan, mendengar suara aktivitas petugas SAR membongkar sedikit demi sedikit puing-puing bangunan itu ketika misi evakuasi.
Lalu dia berteriak, apakah sudah bisa keluar. Tapi kondisinya masih tertimbun pasir.
Siswa kelas 3 setara SMP ini mengalami peristiwa lainnya saat tidur. Bahkan dia sempat menyebut ‘koma’.
“Koma tiga hari itu. Saya tidur sepertinya, mimpi jalan-jalan berkeliling di jalan gelap tanpa lampu menaiki mobil pikap. Mimpi juga minum air melalui selang. Mimpi tapi kayak asli minumnya rasanya,” tambah dia.
Mendengarkan cerita putranya, Abdul Hannan tak berhenti bersyukur. Apalagi, dia sempat merasa bersalah. Memaksa Al Fatih cepat kembali ke pondok dan saat kejadian, baru tiga hari setelah liburan Maulid Nabi, jatah yang diberikan oleh pondok bagi para santrinya. “Saya sempat merasa bersalah juga. Saya yang mengantar,” sambung Abdul Hannan. (ley/jon)