Saturday, March 1, 2025

Bayar Bayar Bayar

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Band Sukatani viral. Lewat lagunya bertajuk “Bayar Bayar Bayar”, Sukatani bikin gempar. Band yang mengusung musik punk new wave ini menyuarakan kritik ke sejumlah pihak. Lagu “Bayar Bayar Bayar” bernada kritik pada institusi kepolisian. Di tengah viralitas lagu ini, tiba-tiba band yang terdiri dari Novi Citra Indriyati alias Twister Angel dan Alectroguy ini mengunggah video permohonan maaf kepada Kapolri dan instansi Polri. Ada dugaan terjadi represi atau pembungkaman pada cara kritik yang diusung Sukatani.

          Sang vokalis, Novi, harus dipecat dari pekerjaanya sebagai guru SD di Banjarnegara diduga karena lagu “Bayar Bayar Bayar” yang ia nyanyikan. Dalam penampilan panggungnya pada, Minggu (23/2/2024) di Gedung Korpri Slawi Tegal, Sukatani tak melantunkan lagu “Bayar Bayar Bayar” yang sudah ditunggu banyak penggemarnya. Sepertinya Sukatani memilih tak menyanyikan lagu viralnya tersebut karena alasan demi rasa aman dirinya.

-Advertisement- Pengumuman

          Kemunculan lagu “Bayar Bayar Bayar” menemukan momentumnya saat demo bertagar #IndonesiaGelap sedang terjadi di sejumlah daerah. Para pendemo tak jarang menyanyikan dan meneriakkan syair lagu Sukatani terutama saat berhadapan dengan sejumlah polisi yang sedang bertugas melakukan pengamanan demo. Lagu ini seperti jadi “theme song” para pendemo yang sedang menyuarakan aspirasinya.

          Band Sukatani berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah. Album perdananya bertajuk Gelap Gempita, lahir pada Juli 2023 dalam format digital lewat label Dugtrax Records. Tak lama kemudian, fomat kasetnya beredar terbatas melalui kerja sama label Tampui Records (Malaysia) dan Gerhana Records (Singapura). Sukatani bergenre musik punk dengan ritme elektronika dengan vokalis Novi dan Alectroguy pada gitar dan vokal latar.

Tak Bisa Dibungkam

          Sejatinya tak bisa membungkam kebebasan berekpresi. Semakin dibungkan justru akan semakin masif perlawanan. Bisa jadi lagu Bayar Bayar Bayar itu dihilangkan dari pelatar platform digital seperti Spotify dan Apple Music, namun perlawanan justru muncul dari netizen yang justru mengunggah lagu tersebut di beragam platform media sosial. Aneka konten tentang lagu dan band ini pun justru membanjiri ruang digital sebagai wujud perlawanan.

          Kemampuan media sosial untuk menggemakan (echo chamber effect) menjadikan masalah ini menggelinding semakin membesar. Kalau tak hati-hati, menyikapi masalah ini bisa jadi blunder dan serba salah. Seperti saat sang vokalis harus dipecat dari pekerjaannya sebagai guru SD, justru Bupati Purbalingga, Fahmi Muhammad Hanis, seperti pernyataanya di Instagram dan TikTok, menyatakan dengan tangan terbuka siap menerima Novi bisa bekerja kembali.

          Ketika lagu “Bayar Bayar Bayar” itu harus dibredel, perlawanan justru sangat kuat oleh warganet. Di aneka laman media sosial penyaji video seperti YouTube dan TikTok justru banjir video penampilan Sukatani di berbagai panggung dan sedang menyanyikan lagu “Bayar Bayar Bayar.” Aneka podcast yang mengangkat tema ini pun bermunculan dan bernada melakukan perlawanan pada segala upaya pembungkaman kebebasan berekpresi.

          Media sosial telah menjadi sarana yang ampuh bagi warganet melakukan dukungan dan perlawanan. Munculnya aneka tagar seperti #IndonesiaGelap atau #KaburAjaDulu misalnya, terbukti punya efek gaung yang luas. Aneka aksi lewat media sosial bisa jadi pilar demokrasi yang kuat, yang tak bisa dianggap enteng. Saat ada yang coba-coba mau membungkam Sukatani mereka harus berhadapan dengan para netizen yang super powerful itu.

Kebebasan Berekspresi

          Pada pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dengan hak tersebut, publik bisa melontarkan kritik kepada aparat hingga penguasa lewat berbagai medium demi mendorong penyelenggaraan negara yang bersih, transparan, dan akuntabel.

          Apa yang disuarakan Sukatani lewat lagu-lagunya sejatinya ungkapan dari realitas yang terjadi di masyarakat. Lagu “Bayar-Bayar Bayar” itu mengungkap fakta yang sudah lama terjadi yang dilakukan oleh oknum polisi. Harus diakui bahwa ada oknum polisi yang meminta bayaran untuk sejumlah urusan. Menanggapi peristiwa ini institusi Polri tak perlu marah, justru mestinya bisa jadi sarana otokritik dan perbaikan.       

          Apa yang disuarakan Sukatani adalah fakta, bukan fitnah. Syair lagu yang mengatakan untuk beberapa urusan harus bayar ke oknum polisi memang benar adanya. Mendengarkan lagu-lagu Sukatani mungkin bisa bikin “kuping panas”, terutama bagi sejumlah pejabat negeri ini. Namun, apa yang disuarakan Sukatani sesungguhnya bagian dari ekpresi berkesenian dan kebebasan berekpresi. 

          Munculnya upaya pembungkaman berekpresi hanya akan menunjukkan kegagalan penguasa dan aparat dalam merespon kritik masyarakat. Mestinya semua pihak bisa tetap legowo menerima kritik. Justru para pejabat penyelenggara negara patut berterima kasih sudah dikritik karena hal itu menjadi bagian dari kehidupan bernegara yang sehat. Karena segala bentuk pembungkaman hanya akan menunjukkan negeri ini semakin gelap.

          Segala upaya yang mencoba membungkam kebebasan berekpresi akan berhadapan dengan aksi netizen yang terus berisik melakukan perlawanan. Bisa saja lagu “Bayar Bayar Bayar” dilenyapkan, namun pasti akan muncul lagu-lagu lain yang mengalun mengiringi beragam realitas yang terjadi di masyarakat.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img