Setiap individu muslim tentu memiliki tujuan dalam menjalankan puasa Ramadan. Bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi juga sebagai bentuk ibadah yang diharapkan membawa perubahan, secara spiritual, fisik, serta sosial. Ramadan adalah kesempatan emas untuk meningkatkan kualitas diri, memperoleh keberkahan, serta memperbaiki hubungan dengan Allah dan sesama.
Dalam Kajian Matahari Pagi Ramadan (Mapara) pada 2 Maret 2025, Prof. Ari Purbayanto, Guru Besar IPB University, menyampaikan bahwa puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga membersihkan diri dari endapan keburukan serta akhlak yang rendah. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS Al-Hujurat ayat 13 yang menekankan pentingnya penyucian diri.
Puasa: Transformasi untuk Manusia dan Hewan
Bagaimana kita dapat menilai keberhasilan puasa yang telah dijalani?. Salah satu caranya adalah dengan melihat perubahan sebelum, selama, dan setelah Ramadan. Apakah ibadah yang kita jalani hanya sebatas menahan lapar dan haus, atau benar-benar mengubah diri menjadi lebih baik?. Untuk memahami esensi puasa lebih dalam, kita dapat belajar dari alam, terutama dari hewan-hewan yang juga mengalami fase puasa dalam siklus hidupnya.
Menariknya, dalam dunia hewan, puasa bukan untuk ritual, tetapi bagian dari mekanisme alami yang membantu mereka bertahan hidup, beregenerasi, dan berkembang. Hal ini sejalan dengan tujuan puasa manusia, bukan hanya untuk kesehatan fisik, tetapi juga untuk penyucian jiwa dan peningkatan kualitas hidup.
Hewan Berpuasa: Pelajaran Berharga
Banyak hewan yang menjalani puasa sebagai bagian dari siklus hidup mereka, bukan karena kewajiban, tetapi karena naluri bertahan hidup dan memperbaharui diri. Setiap spesies memiliki alasan tersendiri dalam menjalankan “puasa” mereka, dan dari sini manusia dapat mengambil banyak hikmah.
Sebagai contoh, ular berpuasa saat mengalami pergantian kulit. Selama periode ini, ular tidak makan dan hanya menunggu hingga kulit lamanya terkelupas, tetapi perubahan ini hanya terjadi secara fisik, namun karakter dan sifat ular tetap sama. Ini menjadi pengingat untuk manusia bahwa jika puasa hanya sebatas perubahan fisik tanpa perubahan hati dan akhlak, maka puasa kita tidak lebih dari sekadar pergantian “kulit luar” saja.
Berbeda dengan ular, ulat berpuasa dalam proses metamorfosisnya. Setelah menjalani masa kepompong tanpa makan, ia berubah menjadi kupu-kupu yang indah dan bermanfaat untuk ekosistem. Dari sini, kita dapat belajar bahwa puasa seharusnya membawa perubahan nyata dalam hidup. Dari seseorang yang mungkin sebelumnya memiliki kebiasaan buruk, menjadi pribadi yang lebih baik dan bermanfaat untuk orang lain.
Tidak hanya itu, burung elang juga menjalani fase puasa untuk memperbaharui diri. Saat mencapai usia tertentu, ia akan naik ke puncak gunung, mencabuti bulu-bulunya, dan berdiam diri tanpa makan selama beberapa waktu. Setelah masa sulit itu berlalu, bulu-bulunya tumbuh kembali, cakarnya lebih tajam, dan ia siap menjalani hidup yang lebih kuat dan penuh semangat. Bukankah ini juga selaras dengan tujuan puasa Ramadan?
Jika kita perhatikan, banyak hewan yang menjadikan puasa sebagai cara untuk memperbarui diri, bukan sekadar bertahan hidup, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas fisik mereka. Burung elang yang melewati fase puasanya akan tumbuh lebih kuat, ulat yang berpuasa akan berubah menjadi kupu-kupu yang lebih bermanfaat.
Begitu pula manusia, puasa seharusnya menjadi momen pembersihan dan peremajaan diri, secara fisik maupun spiritual. Sebagaimana Prof. Ari Purbayanto menegaskan, bahwa puasa adalah kesempatan untuk membersihkan diri dari endapan keburukan dan akhlak yang rendah.
Secara ilmiah, puasa juga memungkinkan tubuh untuk melakukan autophagy (proses regenerasi sel yang membantu meningkatkan kesehatan, memperpanjang umur, dan memperkuat sistem imun). Maka, Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang membangun kebiasaan hidup yang lebih baik setelahnya.
Jika hewan dapat memanfaatkan puasa untuk bertahan hidup dan memperbaharui diri, sudahkah kita menjadikan Ramadan sebagai momen transformasi?
Renungan Ramadan
Saat ini, Ramadan hampir mencapai akhirnya. Sudahkah kita merasakan perubahan dalam diri kita? Apakah setelah hampir satu bulan berpuasa, kita sudah menjadi pribadi yang lebih baik? Mari kita renungkan, apakah puasa kita seperti ular, yang hanya berganti kulit tetapi tetap sama dalam perilaku dan sifatnya?. Jika puasa kita tidak memberikan dampak apapun pada perilaku dan akhlak, maka kita hanya mengalami perubahan luar tanpa esensi yang mendalam. Akan menjadi berbeda jika menjalani puasa dengan kesadaran dan niat untuk berubah, maka kita seperti ulat yang bertransformasi menjadi kupu-kupu. Setelah Ramadan, kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik, lebih sabar, lebih bermanfaat untuk sekitar, dan bahkan lebih dekat kepada Allah. Seperti kupu-kupu yang sebelumnya hanya ulat perusak tanaman, setelah metamorfosis, ia justru menjadi agen penyerbukan yang bermanfaat untuk kehidupan.
Ramadan bukanlah tujuan akhir, tetapi titik awal perjalanan spiritual yang lebih baik. Sebagaimana burung elang yang menjadi lebih kuat setelah masa puasanya, begitu juga seharusnya kita setelah Ramadan. Puasa bukan hanya sekadar ritual tahunan, tetapi latihan untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna sepanjang tahun. Semoga kita dapat mengambil hikmah dari puasa Ramadan dan menjadikannya sebagai pijakan untuk kehidupan yang lebih baik, dalam hubungan kita dengan Allah (habluminallah) maupun dengan sesama manusia (habluminannas). Ramadan mungkin akan berakhir, tetapi semangat dan manfaatnya harus selalu dijaga.(*)