Oleh: Vritta Amroini Wahyudi
Dosen Prodi Teknologi Pangan,
Fakultas Pertanian-Peternakan,
Universitas Muhammadiyah Malang
Berita terkait pengawet pada salah satu produk roti di Indonesia baru-baru ini menjadi pembahasan viral di masyarakat. Roti tersebut diduga mengandung pengawet kosmetika sehingga menyebabkan roti tersebut bisa tahan hingga mencapai 6 bulan.
Selain pengawet, beberapa bulan lalu, masyarakat di salah satu provinsi di Jawa juga dihebohkan dengan berita viralnya daging palsu yang beredar di pasar. Pelaku memalsu daging dengan mengklaim daging tersebut adalah sapi namun sesungguhnya adalah daging non halal.
Keamanan pangan dan halal berhubungan dengan hak perlindungan konsumen. Hak perlindungan konsumen khususnya keamanan pangan berada di bawah regulasi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Sedangkan halal di bawah regulasi BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) dan MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Peran BPOM pada Keamanan Pangan
BPOM bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap keamanan pangan di Indonesia. Ini mencakup pemeriksaan terhadap bahan-bahan yang digunakan dalam produk pangan, proses produksi, hingga pemantauan terhadap mutu dan keamanan produk yang beredar di pasar. BPOM merumuskan regulasi, pedoman, dan standar terkait keamanan pangan di Indonesia.
Belajar melalui kasus viral keamanan pangan, masyarakat baiknya merespon dengan tanggap dengan cara mengakses situs resmi atau press release dari BPOM terkait produk jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan izin edar.
Produk yang telah memiliki logo BPOM sesungguhnya telah uji laboratorium analisis BPOM sehingga sesungguhnya telah aman dikonsumsi oleh masyarakat. Insiden biasa terjadi jika produk yang diedarkan tidak sesuai dengan hasil pengesahan keamanan pangan dari BPOM.
Lalu bagaimana jika ada insiden kasus terkait ketidaksesuaian yang beredar di masyarakat? BPOM menangani insiden terkait keamanan pangan, seperti kontaminasi atau penggunaan bahan berbahaya dalam produk pangan melalui tindakan cepat dari BPOM seperti penarikan produk dan pencabutan izin edar. Adanya laporan masyrakat akan segera ditanggapi secara resmi oleh BPOM dan produsen terkait akan diberikan sanksi sesuai aturan regulasi keamanan pangan.
Peran BPJPH dan MUI pada Pangan Halal
Perlindungan konsumen bukan hanya dari segi keamanan namun juga terkait perlindungan terkait beredarnya pangan yang halal. Pada hal ini, BPJPH dan MUI menjadi unit penting yang terkait. BPJPH merupakan badan yang bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi halal di Indonesia.
BPJPH menetapkan kebijakan, prosedur, dan kriteria untuk sertifikasi halal, serta memberikan sertifikasi kepada produk yang telah memenuhi persyaratan kehalalan berdasarkan fatwa dari LPPOM MUI. Ketika produk telah beredar, BPJPH mengawasi dan menegakkan kepatuhan terhadap ketentuan halal di seluruh rantai produksi dan distribusi.
Logo halal dikeluarkan berdasarkan sertifikat halal BPJPH yang sebelumnya telah disahkan melalui fatwa MUI. MUI memiliki peran sentral dalam menetapkan fatwa tentang kehalalan produk melalui analisis autentikasi (identifikasi dan verifikasi) terhadap produk. Fatwa halal dihasilkan dari hasil uji analisis dan verifikasi tersebut. Selain itu, MUI juga memberikan konsultasi kepada masyarakat, produsen, dan otoritas terkait mengenai isu-isu kehalalan. MUI berwenang untuk memberikan panduan dan klarifikasi terkait interpretasi hukum Islam terhadap kehalalan produk.
Jika produk olah dapat dilihat dari logo halal pada kemasan, bahan baku daging dapat dilihat dari adanya sertifkat juleha dan izin edar rumah potong terkait. Sertifikat Juleha dapat diperoleh dari hasil audit dan pemeriksanaan rumah potong hewan pada keseluruhan rantai pasokan daging.
Mulai dari proses pemotongan hingga distribusi, untuk memastikan bahwa semua tahapan memenuhi syarat kehalalan, proses pemotongan dilakukan oleh tenaga kerja yang memiliki kompetensi dalam prosedur pemotongan halal sesuai dengan syariah Islam, serta pemotongan dilakukan dengan menyebut nama Allah.
Setelah lulus sertifikasi, produk daging diberi label atau tanda yang menunjukkan bahwa produk tersebut telah terverifikasi sebagai produk halal oleh LPPOM MUI. Label “Juleha” menunjukkan kepada konsumen bahwa produk daging tersebut dapat dikonsumsi sesuai dengan agama Islam.
Tugas Masyarakat dari Kasus Viral
Pemahaman terhadap keamanan pangan dan halal akan bisa dilakukan melalui proses jika masyarakat sadar akan hak-haknya sebagai konsumen. Beberapa regulasi terkait antara lain. Pertama, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.UU ini mencakup penetapan standar pangan melalui Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI sendiri dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Masyarakat dapat mengakses langsung SNI produk melalui laman resmi BSN (https://www.bsn.go.id/). Selain itu UU tersebut juga menyebutkan wewenang BPOM untuk melakukan pengawasan terhadap mutu, keamanan, dan kehalalan pangan yang beredar di Indonesia.
Kedua, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. UU ini merupakan landasan hukum utama yang mengatur tentang jaminan kehalalan produk di Indonesia meliputi definisi halal, badan yang berwenang, sertifikasi, pelabelan, serta penegakan hukum terhadap tindakan legal yang perlu dilakukan jika ada kasus atau temuan tertentu. Masyarakat dapat mengakses atau mengecek produk halal melalui website resmi mui (https://halalmui.org/search-product/).
Taat dan amati label adalah proteksi diri yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Indonesia telah memiliki badan yang berwenang tersendiri yang mengatur izin edar melalui audit, pengawasan, dan perlindungan sesuai dengan UU yang berlaku. Be a smart buyer adalah pilihan. Pastikan semua yang dibaca resmi dan legal agar kasus viral dapat menjadikan pembelajaran yang lebih baik ke depan.(*)