Kades Nyentrik Banyak Terobosan
Balai Desa Gondowangi Selasa (8/2) sore tampak seperti hari biasa. Danis Setyabudi Nugroho masih setia di kantornya. Jika tak mengenalnya, pasti kaget Danis seorang kades.
Saat menjumpainya, ia mengenakan baju kaus dan celana panjang serta sepatu outdoor. Rambutnya gondrong, berkumis serta brewok yang khas. Danis kerap menggunakan motor CB 100 berwarna biru, yang digandrungi kawula muda.
Dia memang lebih sering ditemui dengan tampilan sederhana. Juga dekat dengan warga dan pemuda desa. Kisahnya dimulai dari keresahan kawan-kawannya di Karang Taruna.
Tamat kuliah di jurusan Sastra Inggris Universitas Negeri Malang (UM), Danis bekerja di luar kota. Suatu waktu, teman-teman dan orang tuanya meminta agar pulang kampung. Tujuannya mengikuti pemilihan kepala desa (Pilkades).
“Saat tahun 2013 saya sempat pulang ke rumah, saya melihat kondisi desa sebentar, bertemu warga dan teman-teman lalu kembali ke Bali tempat saya kerja,” katanya.
“Di Bali teman saya di desa telepon. Beritahu saya bahwa mereka ingin daftarkan saya jadi kepala desa. Orang tua juga menelepon memastikan karena ada dorongan teman-teman,” cerita Danis.
Walaupun persiapannya menjadi kades tergolong mendadak, dia memiliki modal sosial yang cukup kuat. Kakek dan pakdenya pernah menduduki jabatan yang kini diembannya itu.
Selain itu keaktifan di Karang Taruna dan kecintaannya terhadap desanya membuat dia memiliki pengetahuan yang memadai. Serta punya konsep yang jelas dalam membangun desa.
Sebelum memutuskan pulang kampung, Danis bekerja di sebuah industri pariwisata di Denpasar Bali. Dia pamit kepada manajemen perusahaan untuk berhenti dan mendaftar sebagai calon kades. Ia sempat ditertawakan, katanya gaji yang tak seberapa dibandingkan pekerjaannya saat itu.
Tapi Danis bukan berpikir hanya soal uang. Kondisi miris tidak ada pergerakan budaya dan SDM potensial yang tak teruruslah yang menggugah kemauannya.
“Akhirnya saya pulang lagi sebentar dan diskusi alot dengan keluarga, antara iya dan tidak untuk dicalonkan. Sebulan sebelum Pilkades baru saya pulang lagi dan hari itu hari-hari terakhir pendaftaran,” ungkap penghobi sepeda motor klasik ini.
Singkat cerita, saat itu Desember 2013. Usianya masih 27 tahun, Danis dilantik sebagai Kades Gondowangi. Usia yang sangat muda, banyak pihak sempat meragukan kemampuan Danis. Enam bulan awal kepemimpinannya dia membuktikan punya kemampuan menjadi kades.
Dimulai dari budaya, Danis menggagas festival seni budaya. Festival Kampung Dilem namanya. Event yang melibatkan Karang Taruna itu digagas sebagai agenda tahunan pada Bulan Suro. Mereka mementaskan Wayang Krucil Gondowangi yang telah lama tak dikenal warga lantaran tak aada pertunjukan.
Di festival ini terdapat pojok pemdes. Fungsinya sebagai sarana informasi pembangunan. Juga program yang akan dikerjakan pemerintah desa.
“Yang paling penting bagi warga desa adalah untuk wadah belajar, bertukar gagasan, saling memberi ide, mengkritik ala desa. Juga mengapresiasi dari setiap elemen yang terlibat yaitu seluruh masyarakat. Jadi kita juga bisa menerima aspirasi dari warga desa secara langsung,” katanya.
Dari festival itu terbentuk simpul-simpul masyarakat yang mulai tertarik lagi dengan seni dan budaya. Apalagi dalam Festival disediakan tempat bagi warga untuk membuka usaha melalui lapak-lapak festival. Perekonomian warga terangkat.
Pria yang disapa Daimo saat remaja itu kemudian menjadikan kelompok-kelompok pemuda dan warga dalam sebuah forum. Dinamai Creative Hub dan dibentuklah Balai Ekonomi Rakyat atau disebut Balera. Ditempatkan di balai desa sebagai tempat berdiskusi salaing tukar ide. Baik usaha, pekerjaan, literasi, hingga seni dan budaya.
Kiprah Danis tersiar ke berbagai kawasan. Ia sempat diundang ke Cina menghadiri Cross Culture Understanding Forum bersama perwakilan beberapa universitas terbaik di dunia. Di event itu, dia dikenalkan sebagai salah satu yang berperan dalam perubahan budaya krusial untuk peradaban manusia.
Dari Balera dan Forum Creative Hub, beberapa pemuda desa menyalurkan kemampuan dalam bidang entertainment seperti event organizer. Juga membentuk sanggar tari. Hingga kini sudah ratusan murid yang dibina mulai anak-anak hingga remaja dan dewasa.
Pun dengan keberadaan Wayang Krucil Gondowangi yang menjadi salah satu andalan desa. Dari upaya pemdes mengangkat Wayang Krucil, akhirnya didaftarkan oleh kenalannya dari Universitas Indonesia, dan berhasil ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud pada tahun 2017.
Memimpin pemerintahan desa, Danis punya cara meningkatkan perekonomian masyarakat. Itu tanpa terlalu tergantung bantuan dari luar. Hal itu diwujudkan bersama warganya membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mengelola Perusahaan Air Minum Desa (PAMDes). Selain itu pengolahan sampah serta lumbung desa.
PAMDes saat ini sudah memperoleh profit, bahkan dari total 1.020 konsumennya, sebanyak 120 merupakan masyarakat luar Desa Gondowangi. Usaha tersebut sedang dikembangkan agar pipa dapat menjangkau lebih banyak masyarakat serta memperbanyak sumber air yang digunakan. Di masa kepemimpinannya HIPAM meraih juara tiga dalam Tata Manajemen HIPAM skala besar oleh Pemprov Jatim.
BUMDes lain yang cukup inovatif adalah lumbung desa. Lumbung desa memiliki sistem yang membuat petani memperoleh harga yang lebih stabil dan mahal ketika menjual gabah ke desa. Kepastian harga diatur dalam peraturan desa (perdes).
Setelah diolah desa menjadi beras, petani akan membeli kembali dengan harga yang tergolong murah. Berasnya pun unggulan.
Karena karya dan berbagai terobosan, Danis diberi kepercayaan warga menjadi kades dua periode. Yakni periode 2013-2019 dan periode 2019-2025. (m prasetyo lanang/van)