Pondok Pesantren Darul Faqih Wagir Kabupaten Malang
Upaya mendidik menjadi santri unggul terus diupayakan melalui pendidikan pesantren berbasis masyarakat. Itulah yang dilakukan Pondok Pesantren Darul Faqih Wagir Kabupaten Malang.
======
Begitulah gambaran pondok pesantren yang diasuh Gus Dr H Faris Khoirul Anam Lc., M.H.I. Memasuki lingkungan Pesantren Darul Faqih bak berada perkampungan muslim di tengah masyarakat.
Bangunan pondok pesantren yang berada di Desa Pandanlandung Wagir ini menyatu dengan lingkungan warga sekitar.
Gus Faris menyapa dan menceritakan banyak hal mengenai pengembangan pesantren yang masih baru saja milad atau berulang tahun ke enam pada 1 April 2023 lalu ini. Milad bukan menandakan usia santri mulai belajar, melainkan waktu sejak dibangunnya gedung dengan peletakan batu pertama tahun 2017. Barulah tahun kedua pesantren menerima santri dengan jumlah yang bisa dihitung jari.
“Sebelumnya hanya majelis taklim warga, melibatkan sekitar 150 orang yang dinamai majelis ahad pagi sehidup sesurga. Baru menerima sembilan orang santri di tahun 2018. Mereka masih sekolah di luar pondok dan diantar jemput,” katanya saat ditemui belum lama ini.
Makin lama, kata Gus Faris, santri yang sekolah di luar makin kurang efektif karena macetnya Malang. Sehingga waktu-waktu mengaji harus terpotong untuk bersiap ke sekolah. Barulah pada tahun 2019 SMP Darul Faqih Indonesia didirikan untuk menampung pendidikan setara SMP. Pada tahun 2023 ini, sekolah telah meluluskan angkatan pertama, lalu dilanjutkan mendirikan Madrasah Aliyah (MA).
Kini jumlah santri di Daril Faqih ada sekitar 220 santri putra dan putri. Luasan pesantren yang semula hanya sekitar 325 meter persegi telah berkembang menjadi 2.780 meter persegi. Dilengkapi tiga gedung utama dan masjid tiga lantai yang dalam tahap awal pembangunan.
Mengenai pembelajaran, Gus Faris mengharapkan para santri asuhannya menjadi pribadi yang unggul dan bermasyarakat. Dalam segi kurikulum dan model pendidikan, Darul Faqih mengadopsi apa yang diajarkan dan dijadikan kurikulum di Madrasah Universitas al-Ahgaff Hadramaut Yaman. Kampus tersebut tempat Gus Faris menimba ilmu dan ditempa ilmu agama.
Nama Darul Faqih juga diambil dari nama salah satu lembaga di Hadramaut Yaman. Di mana sebagai tempat berkumpulnya para cendikiawan dan agamawan menyelesaikan masalah kemasyarakatan.
“Kami memakai kurikulum madrasah Hadramaut, namun dua tahun pertama fokus Bahasa Arab dan Alquran. Dengan lima kompetensi, membaca, mendengar, berbicara Bahasa Arab, menulis Arab dan menerjemahkan,” rincinya.
Dua tahun itu, kata Gus Faris, santri ditempa bacaan Alquran. Jika selama dua semester saja sudah mampu mendalami lima kompetensi tersebut, maka langsung diarahkan untuk bisa menghafalkan Alquran. Sedangkan dalam empat tahun berikutnya setelah dua tahun itu, santri lalu mendapat kurikulum Kitab ala Hadramaut.
“Penguasaan kitab-kitab supaya tahu materi apa yang harus dipelajari, merujuk Madrasah Hadramaut. Untuk hafalan Alquran secara umum 10 juz. Memang yang menjadi visi juga mengirim santri bisa ke Hadramaut Yaman,” ungkapnya.
Meski belum menghasilkan lulusan pertama yang ditargetkan muncul secara matang pada enam tahun di pondok pesantren, Darul Faqih sudah mengantar santri lulusan lain untuk bisa ke Hadramaut Yaman. Selama pesantren berdiri Darul Faqih mengajak pesantren manapun untuk pembinaan, total sudah 15 orang yang dibina dan hanya satu santri yang tidak lulus ke Hadramaut.
Pembelajaran yang ada diintegrasikan dengan yayasan membawahi pendidikan, unit pendukung pendidikan dan usaha. Gus Faris menuturkan, untuk menggembleng lebih, para santri juga diikutsertakan dalam berbagai lomba di luar pondok pesantren. Tujuan utamanya untuk pembelajaran dan membentuk mental yang bisa berdakwah di luar hingga menyatu dengan masyarakat.
“Bagaimanapun kita berharap pesantren ini jadi pesantren berbasis masyarakat. Bisa memberi dampak positif. Karena Darul Faqih punya slogan humble, confident dan qualified. Masing-masing ada kriterianya yang harus dipedomani santri,” tutur Faris.
Perwujudan dari adanya pesantren membawa masyarakat ke hal yang lebih baik. Salah satunya keterlibatan santri di lingkungan masyarakat. Maupun sebaliknya, adanya anak-anak dari warga sekitar yang justru mondok di Darul Faqih secara serius, bahkan berprestasi. Dusun tempat Darul Faqih berada dulunya bernama Dusun Krajan, sekarang sudah diberi nama Dusun Santren. Hal tersebut sebagai simbol memasyarakatkan pesantren dan mereka bisa diterima di masyarakat.
“Pada intinya semua yang dilakukan baik digembleng dalam pondok maupun dilombakan di luar dikembalikan ke sikap santri di masyarakat. Kami tidak ingin santri menjadi katak dalam tempurung, tapi adanya pengalaman di luar membawa manfaat nanti ketika terjun berdakwah,” imbuhnya.(tyo/van/bersambung)