Inspiring Ramadan
MALANG POSCO MEDIA- MH Setiawan kini aktif berbenah. Selalu berusaha ke arah yang lebih baik dengan mengikuti berbagai majelis ilmu. Setiap orang memiliki kisah dalam pencarian jalan hikmah. Namun tak semua berkesempatan melintasi lika-liku kisah terjal. Salah satunya yang mengalaminya adalah MH Setiawan.
Kisahnya selama menjadi mahasiswa melalang buana di jalanan, bertemu banyak kejadian di jalanan. Dulu ia memilih gondrong dengan pakaian ala anak jalanan karena mengikuti beragam kegiatan sosial hingga jarang pulang rumah. “Dari sana saya bertemu banyak peristiwa, mulai dari anak broken home, putus sekolah, dan berbagai kenakalan lain,” terang Setiawan.
Awal kenakalannya sejak masa SMP. Kenakalan yang dilakukan pun sebatas kenakalan remaja pada umumnya. “Di zaman itu bullying sudah lumrah. Pasti ada saja anak yang dijadikan bahan bully, tapi itu masih biasa tidak terekspos seperti sekarang,” terang Setiawan.
Memasuki SMA dan perkuliahan, kenakalan itu semakin meningkat. Terutama setelah ia mengikuti beberapa organisasi dan mulai sering berkegiatan outdoor. “Dulu niatnya kegiatan sosial, tapi di balik itu kan ada kegiatan tidak positif dalam prosesnya,” tutur alumnus UM ini.
Dalam kehidupan ini ada beragam cerita. Salah satu yang menyebabkan ia ingin pulang adalah orang tua. Dia ingin menempuh jalan pulang kembali ke orang tuanya. Selain itu, beberapa temannya yang di jalan juga ada yang sampai ditangkap polisi.
Ketika kembali pulang, ada yang memberikan stigma. “Bahkan ada yang meremehkan atau menganggap kita buruk dan dicap nakal, tetap konsisten saja di jalan pulang,” ujar Setiawan.
Kini dia fokus mengikuti majelis di salah satu pesantren di Singosari. Bahkan beberapa kali menjadi satgas di kegiatan penting. Istiqomah ibadah, terutama yang bisa menyelamatkan orang tua. Kedua berusaha mengurangi beban orang tua dengan memiliki pendapatan, bisa membantu orang tua walaupun nilainya mungkin kecil.
Baginya, ketika memutuskan untuk berubah menjadi lebih baik, bagian paling berat menghadapi persepsi masyarakat dan tetangga. “Ketika kita memilih jalan pulang, harus siap dengan konsekuensinya. Apapun itu kita harus kuat menjalaninya,” terangnya.
Untungnya ketika memulai mengaji, mendapatkan teman dengan latar belakang yang sama. “Bahkan gurunya juga pernah mengalami hal yang sama, jadi bisa menerima,” terangnya.
Kini di aktif majelis dan sesekali menjadi satgas di kegiatan-kegiatan haul PIQ Singosari.(mg1/van)