MALANG- Soesana Yoeswati, warga Kota Surabaya mengeluhkan penyidikan yang dilakukan Unit Pidum Satreskrim Polresta Malang Kota (Makota). Sebab, hingga saat ini, laporannya terkait kasus penipuan dan UU Konsumen yang dilakukan PT Sapta Tunggal Surya Abadi (STSA) tak kunjung selesai. Terkatung – katung.
Ini diungkapkan dia, bersama Sumardhan, SH, kuasa hukumnya, Senin (27/6) siang. Soesana mengaku, awal permasalahan itu muncul usai dia dan Go Siang Chen, suaminya membeli tanah kavling seluas 677 m2, di Perumahan Buring Indah Kav K1 No 7 Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang dari PT STSA, tahun 2005 lalu.
Setelah melihat dan merasa cocok dengan kavling tanah itu, dia lantas membeli kavling Rp 302 juta itu dengan cara mengangsur selama tiga tahun. Setelah lunas, pasutri ini menandatangani PPJB No 6 dan kuasa menjual no 8 dari pihak penjual, PT STSA diwakili GM, Johnny Wijaya dan Nanik Indrawati, tanggal 4 Maret 2008,
“Suami saya yang tandatangan dari pihak pembeli. Lokasi tanah paling atas dan pojok. View-nya paling indah dan bisa melihat ke Kota Malang ataupun Kota Batu,” ungkapnya. Sekitar tahun 2015, Soesana mengaku didatangi dua perwakilan PT STSA, Elang dan Sari. Mereka mengaku memberitahu bila PT STSA sudah bekerjasama dengan PT Citraland.
“Katanya, di tanah kavling yang saya beli itu, masuk dalam area komersial. Mereka menawarkan tanah lain untuk ditukar kavling tanah saya. Suami saya tidak mau. Sampai suami saya meninggal tahun 2016, tetap tidak mau kami tukar lahan. Karena memang posisinya sangat strategis dan sesuai dengan siteplan,” ungkapnya.
Namun, ia kaget saat usai suaminya meninggal, kavling tanah yang dibelinya sudah berubah menjadi jalan perumahan yang diberi nama The Peak, termasuk muncul bangunan gapura. Terlebih, di tahun 2021, dia mendapat surat gugatan dari PT STSA tentang pengesahan jual beli tanah itu. “Lucu, saya yang punya tanah sesuai siteplan dan sudah lunas, malah digugat,” tegas dia.
Ditambahkan advokat Sumardhan, SH, kliennya langsung melaporkan tindak pidana penipuan dan UU Konsumen ke Polresta Makota yang diduga dilakukan Direktur PT STSA, Aji Prayitno. “Tapi proses penyidikan tidak jalan. Artinya, Polresta Makota jangan diskriminasi,” ungkapnya. Semestinya, lanjut dia, Direktur PT STSA sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka.
“Sesuai dengan Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah. Perkara klien kami bukan perkara sulit, seperti dimaksud dalam Perkap Polri No 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana,” urai Mardhan, panggilannya.
Dipaparkan dia, Soesana sudah diperiksa penyidik dan membantu dengan memberi bukti surat, baik PPJB, kuasa menjual, serta membantu dengan menghadirkan dua saksi. “Klien kami mempertanyakan sikap penyidik yang menangani perkara ini. Apabila Direktur PT STSA yang melaporkan masyarakat, perkara berjalan cepat. Tapi kalau sebaliknya, malah tidak berjalan,” terangnya.
Terkait kepastian hukum pun, pengacara senior ini juga mengungkapkan bila gugatan rekonvensinya terhadap gugatan PT STSA, dikabulkan majelis hakim PN Malang. “PT STSA juga diwajibkan membayar tanah itu Rp 15 jt per meter. Jadi sekarang ini, klien kami mohon kepada Kapolresta Makota menindaklanjuti laporan itu,” tutupnya. (mar)