Malang Posco Media – Depot 12 di Ponorogo menyajikan kuliner ekstrem sate kuda dan olahan makanan lainnya dengan bahan baku kuda. Banyak orang berburu kuliner ini karena dipercaya bisa membawa khasiat untuk tubuh.
Pemilik depot tersebut adalah Putut Wibisono. Warung sate kuda miliknya ini berada di Jalan Dieng nomor 15. Putut membeberkan, banyak pelanggannya yang berburu torpedo alias alat kelamin kuda untuk menambah vitalitas.
Bahkan, untuk pembelian torpedo biasanya harus inden dulu alias pesan dulu, tak bisa langsung pesan. Putut menyebut, peminat torpedo kuda sangat banyak. Menurut Putut, pelanggan torpedo kebanyakan dari kalangan bapak-bapak.
“Katanya buat stamina, mitosnya untuk kejantanan pria. Tapi memang penelitian, bagian torpedo paling banyak proteinnya,” klaim.
Dilansir dari detikJatim, Rabu(28/9), menurut Putut, para pelanggan sate kuda ini bukan mencari kenyang, melainkan bisa juga digunakan untuk obat. Mulai dari obat gatal maupun diabetes. Sebab, daging kuda memiliki tekstur yang keras dibanding daging sapi ataupun kambing.
Di sini, Putut tak hanya menjual menu sate. Ada masakan olahan lain berbahan baku kuda, antara lain tongseng, rica-rica, hingga gule daging kuda.
Warung milik Putut buka mulai jam 12 siang hingga jam 8 malam. Tempatnya mudah dijangkau dari Alun-Alun Ponorogo ke arah timur, sekitar 1 kilometer atau hanya 3 menit.
Putut mengeklaim, saat ini penjual sate kuda di Ponorogo hanya dirinya. Dulu, kata Putut, ada 5 warung lain yang menjajakan sate kuda. Mereka tersebar di Mangusuman, Pasar Legi Songgolangit, Balong, Jetis, dan Sumoroto. Namun, warung-warung lainnya akhirnya tutup dengan berbagai alasan.
“Di Ponorogo tinggal satu-satunya warung yang jual sate kuda, cuma saya,” kata Putut.
Putut mengakui bahwa usaha warungnya juga mengalami pasang surut. Buka sejak 2007, Putut bukannya tanpa cobaan. Kesulitan utama warung sate kuda adalah mencari bahan baku.
“Sekarang bahan baku daging kuda itu sulit, kalau tidak ada koneksi kuat. Susah bertahan,” ungkap Putut.
Dia sendiri mendapatkan kuda dari Gresik. Putut membelinya dalam kondisi hidup. Kemudian kuda dibawa ke Ponorogo untuk dipotong dan dijual. Selain melayani olahan daging kuda, dia juga menjual daging kuda mentah.
“Daging mentah Rp 200 ribu per kilogram, kalau torpedo saya jual Rp 250 ribu per kilogram,” imbuh Putut.
Putut memilih tetap bertahan dengan warung sate kuda karena menganggap usahanya tersebut unik dan berbeda. Kuda yang diolah menjadi masakan adalah kuda afkir atau kuda yang sudah tidak produktif.
“Kalau kuda produktif kan bisa Rp 25 juta per ekor, kalau afkir kan harganya lebih murah, Rp 15 juta. Selisihnya Rp 10 juta,” lanjut Putut.
Untuk satu porsi sate, berisi 12 tusuk dibanderol seharga Rp 25 ribu. Sedangkan tongseng, rica-rica, dan gule dibanderol Rp 15 ribu per porsi.
(hil/dte/dtc/mg8/lin)