MALANG POSCO MEDIA – Kondisi ekonomi yang serba terbatas, tak menghalangi Dian Marlina Safitria Anggraini, warga Desa Pringgodani Kecamatan Bantur Kabupaten Malang untuk berhenti bermimpi. Ia berjuang, jatuh bangun mengangkat ekonomi dan kesejahteraannya.
Tidak hanya memikirkan diri sendiri, dia mengajak buruh tebu yang ada di sekitar rumahnya. Buruh tebu pendapatannya hanya mengandalkan ketika masa panen saja.
“Buruh tebu dapat uangnya ya pas panen tebu. Setelahnya berbulan- bulan itu ternyata banyak yang hutang, pinjam dan macam-macam. Makanya saya berpikir untuk berkreasi sebuah karya namanya Tas Anting. Sekarang Alhamdulillah banyak yang pesan dari banyak daerah di Indonesia,” cerita Dian sapaan karibnya.
Jauh sebelumnya, sekitar akhir tahun lalu, Dian ibu rumah tangga biasa. Hidupnya juga biasa-biasa saja. Suaminya bekerja sebagai tukang bangunan. Sehari-hari waktunya dihabiskan mengasuh anak. Mulai beranjak agak besar, Dian mengaku cukup banyak waktu luang.
Dari situ, ia tidak ingin tinggal diam. Dian yang memang dikenal aktif ini lantas terpikir membuat sebuah kreasi. Sebuah karya yang indah dan ada prosesnya. Padahal tidak ada latar belakang tentang hal itu sama sekali. Motifnya saat itu memang masih sekadar mengisi waktu.
Berjalannya waktu, ia kemudian menyadari ada peluang ekonomi atas karya kreasinya itu. Sesaat kemudian Dian teringat tetangga dan warga sekitar yang juga layak mendapat peluang ekonomi itu. Dikatakan Dian, di desanya, banyak yang bekerja sebagai buruh tebu, mantan TKW hingga pedagang biasa.
Maka dari itu, Dian lantas mencoba membuat terlebih dahulu sebuah Tas Anting. Tas yang biasa digunakan sebagai sovenir hajatan ia buat dengan desain yang lebih menarik dan kekinian. Awal membuatnya, ternyata sungguh di luar perkiraannya.
“Jujur saya bikinnya otodidak, tidak ada yang mengajari. Kemudian saya coba bikin satu, terus setelah kita kalkulasi lah kok untungnya sedikit banget. Untuk upah istilahnya, untungnya itu hanya Rp 1.000 per satu tasnya. Padahal saat awal bikin itu satu hari prosesnya.
Makanya awal-awal itu saya juga tidak berani mengajak orang-orang,” kenang Dian.
Makin sedih ketika mengingat peluang pasar Tas Anting, kebanyakan ramai ketika hajatan. Dengan kata lain, musiman. Mendapati realita itu, Dian tidak berkecil hati. Ia terus berlatih membuat Tas Anting dan terus berusaha menambahkan kreasi dan inovasi dalam Tas Antingnya.
Dari awalnya satu hari hanya bisa membuat satu tas. Kemudian berkembang sampai bisa membuat 5-10 tas dalam satu hari. Awalnya, ia menumpuk hasil karyanya untuk dijadikan stok awal. Baru beberapa hari kemudian dijual.
“Ini langkah awal, perjuangan banget karena cuma Rp 1.000 keuntungannya. Sebenarnya tidak begitu prospek tapi kita kemudian bikin dengan berbagai model. Akhirnya lambat laun mulai ada hasil lumayan. Walaupun tidak seberapa tapi tetap berusaha. Dari situ saya pelan-pelan ajak ibu-ibu lain,” ungkap Dian.
Sesuai perkiraan, warga yang diajak Dian membuat kreasi Tas Anting ini awalnya juga sangat ragu. Itu saat mengetahui upah atau keuntungan yang dihasilkan dari satu tas. Banyak yang menilai usaha seperti ini tidak menjanjikan. Apalagi ketika mengetahui bahwa Dian awalnya membuat tas ini hanya untuk mengisi waktu.
Namun karena warga yang diajak Dian juga memang banyak waktu luang, satu demi satu ada yang mau mengikuti ajakan Dian.
“Memang kebanyakan mereka ini bisa dibilang agak lansia. Jadi saya itu sedih banget mereka hidupnya pas-pasan, terus mereka juga memang butuh tambahan penghasilan. Sama saya juga begitu. Tapi saya juga sangat sedih saya bisa bantunya juga hanya seperti ini, dengan beri peluang untung Rp 1.000 per satu tas. Saya terharu mereka lalu mau berjuang bersama-sama,” tutur Dian sambil menyeka air matanya yang berlinang.
Dari awalnya berkreasi membuat Tas Anting, berjalannya waktu kemudian membuat tas jenis lain. Yakni contohnya goodie bag. Tas jenis ini, juga banyak dicari untuk keperluan hajatan atau acara-acara besar.
Ketika dua karya itu dijual hasilnya makin banyak. Tiap hajatan dan acara di desanya kemudian banyak yang pesan dari Dian. “Alhamdulillah banyak yang pesan. Responnya baik, bahkan salah satu yang pertama order itu sekarang jadi reseller tetap kita. Tapi waktu itu banyak yang request, itu juga tantangan banget karena kita kewalahan. Karena awalnya kita hanya dua tiga orang saja,” sebut alumnus SMPN 1 Pagak ini.
Singkat cerita, makin banyak warga yang bergabung dengan Dian. Jumlahnya saat ini ada puluhan, didominasi lansia. Bertambahnya warga yang bergabung, Dian pun tentunya dengan tekun mengajarkan pembuatan tas itu.
“Saya juga sampaikan ke mereka tidak apa-apa pertama bikinnya lama. Karena saya sendiri dulu juga begitu kan, seharian hanya satu, pusing sekali. Tapi dua tiga hari ketemu tekniknya dan hari ke hari akhirnya bisa. Mereka pun saya yakin bisa,” tukasnya.
Setelah seluruh warga diberdayakan dengan baik oleh Dian, hasilnya penjualan produknya tentu meningkat. Terlebih ketika kemudian banyak jenis kreasi produk yang bisa dibuat. Seperti tas jinjing hingga topi bahkan tempat tisu. Omzetnya bisa mencapai jutaan hingga puluhan rupiah.
Tiap Minggu Dian bersama puluhan ibu-ibu lansia mengadakan pertemuan sedikitnya tiga kali. Untuk memproduksi produk hingga penjualan. Termasuk membagikan keuntungan hingga mengatur untuk sedekah.
“Karena sekarang kita 50 persen keuntungan itu bisa untuk pengembangan kelompok dan sedekah. Selain itu, waktu pertemuan juga membahas tentang stok dan pesanan. Alhamdulillah, sekarang ini bisa jadi pendapatan tambahan bagi mereka,” tandasnya. (ian/van/mpm)