spot_img
Wednesday, July 2, 2025
spot_img

Siti Yulaikah, Perempuan Penebar Semangat Rawat Lingkungan

Berdayakan Emak-Emak Atasi Sampah

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Dari Kampung Sakura Dusun Sukorembug Desa Sidomulyo Kecamatan Kota Batu, Siti Yulaikah menenbar inspirasi. Perempuan 50 tahun ini selain bekerja di Pusat Pelayanan Terpadu PerLindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Batu juga mengajak emak-emak dan kaum perempuan melestarikan lingkungan.

Konsistensi dan ketulusan mengantarkan Siti Yulaikah meraih penghargaan dari Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (Oase KIM). Ia sebagai perempuan inspiratif.
Wanita yang akrab disapa Yuli itu berbagi cerita tentang perjalanannya menjadi penggiat lingkungan. Ia bersama rekan-rekannya di Kampung Sakura, Dusun Sukorembug Desa Sidomulyo Kota Batu.


Yuli lebih senang mengangkat teman-temannya yang selama ini membantu melestarikan lingkungan dan mengubah kebiasaan. Baginya tidak ada yang bisa berdampak besar jika hanya berbuat seorang diri. Peran bersama saling mengajak dan menyadarkanlah yang menghasilkan gerakan besar.


“Pasti banyak perempuan-perempuan hebat yang juga peduli lingkungan,” begitu kalimat pertama yang keluar darinya saat bercerita, Selasa (23/5) kemarin.


Yuli mengawali dari bagaimana dirinya bergerak dari komunitas perempuan di lingkungannya. Sampah, sesuatu yang kerap diremehkan. Namun dampaknya berkepanjangan jika tak terurus, kepada sampahlah ia menaruh perhatian.


“Saya perempuan biasa yang kebetulan aktif di berbagai organisasi perempuan dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Kalau di bidang lingkungan mulanya mengajak ibu-ibu dan masyarakat untuk tidak buang sampah sembarangan. Di tahun 2010 mulai memilah sampah sendiri,” cerita Yuli kepada Malang Posco Media.


Hasil dari pilah sampah yang dilakoninya sedikit demi sedikit memancing kemauan perempuan lain untuk ikut berpartisipasi. Terlebih sedikit tambahan menghasilkan uang dari penjualan sampah. Lambat laun pemilahan sampah menjadi cukup besar dan membutuhkan tempat lebih representatif.


Ia dan rekannya membuat program bank sampah. Pertama kali dibentuknya bersama sekitar delapan orang ibu di lingkungannya pada tahun 2016 lalu. Anggotanya terus bertambah hingga menjadi puluhan orang. “Sekarang kalau bank sampah saja ada sekitar 90 orang,” ungkapnya.


Bank sampah yang dibangunnya bernama Karya Bunda Community (KBC). Mulanya beranggotakan ibu rumah tangga dan beberapa perempuan yang menginginkan kegiatan positif yang bermanfaat bagi sekitarnya.


Program bank sampah itu juga ajakan Kelompok Pengelola Sampah Mandiri (KPSM). Dari sana ia banyak belajar dan terus mengajak sesama peduli sampah yang berserakan dan banyak menyumbat saluran drainase. Banyak kegiatan komunitas lingkungan lain dia ikuti sebagai wujud rasa peduli. Sekarang, dia menjadi aktivis Forum Kota Batu Sehat (FKBS).


Yuli tak berhenti pada pemilahan sampah. Namun mempertaruhkan hal lain untuk berinovasi yang bermanfaat. Salah satunya gerakan SaberS Pungli. Selain mengurangi sampah juga bersama rekan seperjuangannya mengajak dan mengimbau masyarakat agar tidak buang sampah di sungai.
“Karena sungai bukan tong sampah, kami mengajak masyarakat di sekitar sungai untuk tidak buang sampah lagi di sungai,” ungkapnya.


Lulusan SMA Muhammadiyah Sidulyo itu juga menjadi relawan Eco Enzim. Yakni sebuah upaya mengurangi sampah organik yang dibuang.


Komunitasnya semakin berkembang. Kelompok-kelompok yang membersamainya terus berupaya memperbanyak massa yang terlibat. Mengkampanyekan isu lingkungan dari mulut ke mulut hingga media sosial jejaring warga.


Tidak berhenti di situ, Yuli juga mengolah limbah kain dan limbah minyak goreng atau jelantah menjadi kerajinan bermanfaat dan bernilai jual. Ia sempat menunjukkan bagaimana komunitasnya menghasilkan karya yang unik dan bernilai seni hanya dari ‘sampah’ yang kerap diremehkan.

“Saya lakukan di sela kegiatan utama bekerja di P2TP2A Kota Batu dan sebagai Wakil Ketua Forum Kota Batu Sehat Koordinator KBC (Karya Bunda Community), Anggota Komunitas Usaha Daur Ulang,” terangnya.


Seperti limbah kain perca yang disulap menjadi dompet dan tas. Atau limbah kain jins menjadi celemek dan beberapa kebutuhan dapur, hingga limbah minyak gorang yang dibuatnya menjadi lilin kreasi warna-warni. Barang-barang tersebut ia jual dengan harga murah namun tanpa banyak memakan modal. Sehingga menguntungkan secara ekonomi bagi komunitas.


Dia menyebut dengan Komunitas Usaha Daur Ulang (KUDU), kini mereka didukung di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Konsistensinya karena ingin berusaha mengatasi keresahannya tentang masa depan bumi bagi anak-anak. Dia mengajak masyarakat dan pemerintah terus mengampanyekan hal positif dalam napas menjaga dan melestarikan lingkungan.


Yuli berharap terus bisa meminimalisir atau mengurangi sampah yang dibuang ke TPA. Ia mengajak masyarakat tanpa henti memilah sampah dari rumah. Pun dengan mengolah limbah atau mendaur ulang limbah melalui berbagai cara.


“Tentunya bahan yang bisa kita manfaatkan. Namun itu tidaklah mudah perlu proses panjang dan perlu dukungan dan kolaborasi semua pihak. Pemerintah tidak bisa sendiri karena persoalan lingkungan adalah masalah semua orang,” katanya. (tyo/van/mpm)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img