Kerja bukan rutinitas. Setidaknya memberi manfaat dan makna. Begitulah Didik Wahyudi. Pria yang bekerja di Lapas Kelas I Malang (L’SIMA) alias Lapas Lowokwaru ini sukses membekali puluhan narapidana (napi) dengan keterampilan. Tidak hanya pengalaman tetapi juga cuan.
======
Didik memembuat sistem budidaya jamur tiram. Mulai dari budidaya, kemudian pembuatan baglog hingga penyemaian spora (pembibitan), secara mandiri. Proses pengerjaan awal, mulai dari pengumpulan limbah sisa gergaji kayu, kapur hingga bahan lainnya diawali secara manual.
Kini Kumbung Jamur L’SIMA menghasilkan setidaknya 20 sampai 40 kilogram jamur tiram per hari. Apabila dirupiahkan usai dijual, setidaknya dari jumlah tersebut bisa menghasilkan di kisaran Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu, setiap harinya.
“Kami menjual sekitar Rp 10 ribu per kilogram. Saat ini sudah berhasil kami sebar di berbagai pasar di Kota Malang. Kalau untuk ekspansi ke luar Kota Malang, belum bisa memenuhi target yang mencapai 50 kilogram per hari,” jelasnya.
Apabila diakumulasikan, kumbung jamur yang dikelola Didik beserta 52 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) asuhannya bisa menghasilkan lebih kurang satu ton setiap bulannya. Tentu saja hasil ini juga memberikan dampak ekonomi kepada WBP yang mengikuti kegiatan di bawah asuhannya.
“Para WBP ini juga menghasilkan, bahkan sebulannya bisa sampai Rp 4 juta setelah omzetnya dikurangi dengan belanja bahan dan sebagainya. Selain mendapatkan ilmu, skill, mereka juga menghasilkan ketika menjalani masa tahanan di Lapas Kelas I Malang,” lanjut pria berusia 53 tahun itu.
Di balik moncernya hasil ekonomi dari jamur tiram, ada visi penting yang dicapai. Yakni pengembangan kepribadian para WBP.
Pasalnya tujuan pemasyarakatan untuk menetralkan kembali kondisi WBP. Agar bisa hidup normal di tengah masyarakat. Visi ini dibiasakan melalui proses penanaman jamur.
“Tahapan membudidayakan jamur tidak mudah. Orang harus belajar sabar, konsisten dan disiplin. Siklus jamur yang sudah mendekati mati, harus diimbangi dengan yang difase puncak, dan ini harus disiapkan jamur di fase baru tumbuh,” terangnya.
Pembelajaran kehidupan, pembiasaan metode yang rutin dan terstruktur diharapkan bisa tertanam baik di WBP. Bahkan dari jamur ini, banyak WBP kasus narkoba yang seolah tersadarkan.
Mereka yang terikat dengan candu karena penggunaan barang haram, kian membaik kala menghabiskan waktu melakukan hal positif. Mereka bercerita kepada Didik, merasa lebih baik selama ikut dalam program pembinaan jamur tiram ini.
“Mereka mengaku, bahwa rasanya seperti sedang menjalani rehabilitasi. Mereka juga saling mendukung untuk bisa lepas dari pengaruh obat-obatan terlarang itu. Dan kerap kali saya menjadi sosok teman, bapak, guru, psikolog hingga pemuka agama untuk mengikuti dinamika WBP,” terangnya.
Pria asal Mergan Kota Malang itu kini sukses meluluskan WBP dan kebanyakan sudah menjalani normal. “Ada tiga mantan WBP kami yang sudah bebas, menjadi penyalur penjualan jamur. Dua bekas kasus narkoba dan satu bekas kasus pembunuhan. Mereka kini sudah hidup normal dan intens membantu pemasaran jamur, dan memberikan saran untuk kami sesuai permintaan pasar,” tambah Didik.
Ia menjelaskan ke depan pembinaan kegiatan kerja jamur tiram ini dapat memberikan pembekalan untuk WBP khususnya life skill. Kemudian WBP bisa belajar hal yang benar. Sebab tidak hanya jamur saja tetapi juga selalu kolaborasi dengan bidang lain.
Terakhir WBP yang bebas kelak bisa berkegiatan normal dan positif di lingkungan luar lapas. “Objek pembinaan kami adalah manusianya. Apa yang ada di sini kami maksimalkan. Hal ini bisa menjadi bermanfaat untuk WBP dan sekitarnya,” kata Didik.
Lapas Kelas I Malang sendiri dari bimbingan kerja bisa menyerap lebih kurang 700 WBP. Rerdiri dari 17 cabang termasuk jamur. Beberap cabang lain yang dipegang Didik juga tidak kalah baik, seperti budidaya anggrek dan pembuatan motor custom. (rex/van)