MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Upah Minimum Kota (UMK) Kota Malang tahun 2023 telah ditetapkan Gubernur Jawa Timur sebesar Rp 3.194.143. Nominal ini dirasa cukup adil bagi Ketua DPRD Kota Malang I Made Riandiana Kartika dirasa sudah ‘win-win solution’. Sudah ada kenaikan atau peningkatan, namun juga tetap menjaga kenaikannya tidak terlalu tinggi agar iklim antara pekerja dan pengusaha cukup terjaga.
Ia menilai UMK 2023 yang naik sekitar Rp 200 ribu dari tahun 2022 itu sudah cukup untuk di Kota Malang. Ia tidak setuju apabila nilai UMK dibawah Rp 3 juta.
“Sekarang Rp 3 juta sekian, ditambah BPJS dan lain-lain, itu jatuhnya Rp 3 juta setengah, kok. Yang diterimakan itu sekitar Rp 3 juta sekian, tanpa ada potongan pajak. Saya rasa sudah bagus itu. Titik tengahnya ketemu, lah,” kata Made di tengah Sosialisasi UMK yang dilakukan oleh Pemkot Malang, Rabu (14/12) kemarin, di Hotel Savana Malang.
Menurut Made, hingga saat ini juga belum ada gejolak atau aduan maupun keluhan dari pihak pengusaha. Meski begitu, sosialisasi UMK seperti yang dilakukan oleh Pemkot Malang ini juga penting untuk terus dilakukan.
“Akan kami kawal ini. Artinya kalau sudah ditentukan standar UMK, ya sudah, tidak boleh ada di bawah itu. Kalau ada, silahkan sampaikan kepada kami,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua SPSI Kota Malang, Suhirno menerima keputusan dari gubernur Jawa Timur dan akan mengikuti atau melaksanakan aturan yang sudah ditetapkan itu. Meskipun nilai itu dirasanya masih kurang besar.
“Karena bisa diterima atau tidak, itu tergantung antara pengusaha dan pekerja. Kalau itu salah satu tidak menerima, tentunya akan menimbulkan masalah baru. Padahal kita ingin perusahaan tetap jalan, buruh tetap bekerja mencari nafkah,” katanya.
Sikapnya itu diambil karena angka UMK yang ditetapkan tidak menggunakan salah satu rumusan yang digunakan, baik oleh pihak pekerja maupun pihak pengusaha.
“Sehingga saya melihat Ibu Gubernur mengambil sikap kebijakan dan perhitungan tersendiri, yakni di angka Rp 3.194.143. Jadi bukan (berdasarkan) PP 36 dan juga Permenaker 18 2022,” sebutnya.
Karena sudah menjadi keputusan Gubernur, maka Suhirno meminta kepada semua pihak untuk menghargai dan menghormati. Tentunya dilandasi dengan kesadaran bersama dimana pekerja dan pengusaha saling membutuhkan. Iklim atau suasana yang damai ini harus dijaga bersama
“Ya, kita wait and see, kita terima saja. Karena itu keputusan seorang pimpinan provinsi. Tapi kalau menurut keinginan kita. Ya, kita kurang besar. Kalau keinginan pengusaha, ya ingin yang kecil. Tetapi sekali lagi itu merupakan keputusan Gubernur. Ya, kita hargai, kita hormati,” tandasnya. (ian/aim)