.
Friday, November 22, 2024

Nur Cholidah Bekali Warga dengan Keterampilan Jahit

Binaan Mandiri, Karya Berhasil Go Internasional

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nur Cholidah warga Kelurahan Pisang Candi Kecamatan Sukun Kota Malang berdayakan warga dengan melatih menjahit. Perempuan 42 tahun ini telah melatih 30 orang lebih. 14 warga dampingannya telah membuka usaha secara mandiri. Karya mereka pun telah menembus pasar luar negeri.

==========

Ruang jahit itu ukurannya sekitar 3 x 4 meter. Tangan terampil pekerja sibuk menjahit. Ada tiga orang saat ditemui Malang Posco Media. Mereka adalah warga binaan Nur Cholidah. Karya mereka akan menjelma menjadi produk seperti, selimut, kimono, outer, dan produk kriya atau keterampilan tangan lainnya. Usia warga binaan Ida mulai dari 30 tahun sampai 40 tahun. Laki-laki dan perempuan.

Itulah aktivitas rutin di sebuah rumah sekaligus tempat pemberdayaan warga untuk keterampilan menjahit. Rumah itu berada di Jalan Salahutu  Kelurahan Pisang Candi Kecamatan Sukun Kota Malang. Warga binaan Ida, sapaan akrab Nur Cholidah awalnya tidak memiliki pekerjaan dan keterampilan. Ada yang putus sekolah.  Pun ada yang usai di PHK. Ida selalu membuka ruang bagi masyarakat yang hendak belajar menjahit.

“Banyak tetangga dan warga Malang tidak punya pekerjaan tetapi juga tidak punya keterampilan. Karena rumah saya selalu terbuka, warga lalu bertanya lowongan. Tapi ternyata, mereka tidak punya keterampilan sama sekali. Jadi, saya dan adik saya mengajari mereka dari awal,” urainya, Senin (5/6) kemarin.

Di ruang lain, tampak hasil karya Ida bersama warga binaan tertata di setiap lemari rak dan terpajang di setiap sudut ruangan. Sejak tahun 2012, Ida memberdayakan warga yang tak memiliki keterampilan. Ia telah berhasil menjadikan sedikitnya 14 warga binaan ke fase yang hidup lebih layak. Itu karena mereka telah membuat usaha secara mandiri setelah dilatih  Ida. Bukan hanya latih menjahit, alumnus SMK PGRI 6 Malang ini juga memberikan edukasi cara mengatur keuangan pribadi dan keluarga. Selain itu, Ida membuat kelas kesehatan, kelas budaya dan bahasa bagi warga binaannya.

“Yang penting kami bisa melihat tingkat kehidupan mereka membaik. Banyak dari mereka sudah membentuk usaha sendiri usai menjalani pelatihan,” tuturnya.

Ida mengatakan, proses pembuatan produk keterampilan tangan itu membutuhkan waktu paling cepat sehari. Paling lama 10 hari. Tergantung jenis produk yang dikerjakan. Warga binaan diberikan waktu bekerja delapan jam per hari. Kata Ida, mereka dibebaskan untuk mengatur waktu bekerja. Dalam waktu tersebut, warga binaan dapat mengurus keluarga di sela-sela istirahat menjahit. Kemudian dilanjut lagi. Satu orang mengerjakan satu produk.

“Warga binaan bekerja tidak lebih dari delapan jam per hari. Jadi kami traking setiap balok, satu garis berapa menit. Jadi, aplikasi kami bisa tentukan selesai sekian jam. Contohnya, satu hari produk selesai. Tergantung barangnya buat apa. Kalau selimut bisa sampai 10 hari,” papar perempuan berkaos putih saat ditemui itu.

Warga binaan banyak dari tetangga. Warga Malang lain seperti, dari Kecamatan Wajak juga ada. Bahkan, dari Blitar. “Setelah pelatihan, kami berikan pekerjaan hingga warga  mandiri. Paling tidak enam bulan ke depan, warga bisa menjahit menghasilkan produk. Kemudian kami lepas. Kami tidak harus mempekerjakan mereka, kami memberikan kebebasan dalam hidupnya,” sambung Ida.

Hasil keterampilan Ida bersama warga binaan telah dipasarkan di pasar  internasional. Melalui kerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (Kedubes RI) di beberapa negara. Ida menawarkan produk keterampilan tangan itu dengan cara, salah satunya, mengirim email menuju Kedubes RI terlebih dahulu. Setelah diterima, Ida berkunjung di setiap negara dengan mempersentasikan produknya. Hasil karya Ida bersama warga binaan telah dipasarkan di negara seperti Amerika, Newzeland, Australia dan Inggris.

“Hasil keterampilan bersama warga binaan sudah sampai Australia, Newzeland, AS, Inggris, dan Canada. Saya menawarkan sendiri produknya. Bekerjasama dengan Kedubes RI di tujuh negara. Karena di kedutaan itu memiliki asosiasi dagang, asosiasi perempuan, asosiasi seni,” jelas Ida.

Hasil karya mereka paling banyak diminati yaitu selimut. Kemudian disusul kimono. Jenis kain utama diambil dari kain lokal. Harga setiap produk dipatok dengan harga sama. Baik untuk warga asing maupun lokal. Ida menamakan usaha itu dengan nama ‘House of Diamonds Indonesia’.

 “Dalam pelatihan harus ada income atau penghasilan dari pekerja binaan. Harga dipatok suatu produk mulai dari Rp 400 ribu hingga Rp 2 juta. Kimono Rp 400 ribu dan selimut Rp 2 juta. Tergantung ukuran besar kecilnya,” pungkasnya.(khalqinus taaddin/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img