.
Thursday, December 12, 2024

BIOPELET AMPAS TEBU DAN BONGGOL JAGUNG RAMAH LINGKUNGAN – ALTERNATIF PENGGANTI BATU BARA PADA BOILER

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Biopelet adalah salah satu alternatif bahan bakar terbuat dari biomasa dan memiliki sifat  ramah lingkungan. Biopelet terbentuk dari proses densifikasi biomasa sehingga memiliki densitas yang besar. Salah satu biomasa yang tersedia dalam jumlah besar dan berkelanjutan di Indonesia adalah bagasse (ampas tebu), bonggol jagung, dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Sayangnya, pemanfaatan biopelet hanya sebatas untuk bahan bakar tungku memasak. Padahal potensi biopelet dapat lebih dari itu, misalnya sebagai pengganti bahan bakar bioler pembangkit listrik.

Biopelet adalah salah satu alternatif bahan bakar terbuat dari biomasa dan memiliki sifat ramah lingkungan.

Hingga kini, boiler Pembangkit Listrik Tenaga Uap  (PLTU) masih menggunakan bahan bakar fosil berupa batu bara. Walaupun memiliki nilai pembakaran yang tinggi, batu bara menyumbang tingkat polusi udara yang besar akibat emisi yang dihasilkan, seperti emisi SOx, NOx, CO, dan CO2. Emisi SOx dan NOx berdampak negatif pada tangki dan pipa bioler, yaitu terbentuknya kerak dan menyebabkan korosi. Di sisi lain, maraknya tambang batu bara juga berdampak pada perusakan ekosistem dan meninggalkan lubang bekas tambang yang berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat setempat.

Gambar Spektrum Biopelet Hasil Inovasi Tim Riset Inovatif-Produktif Universitas Brawijaya

Melansir dari website resmi Kementrian ESDM (2020), mulai tahun 2019, Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong metode co-firing pada PLTU melalui Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKPN) tahun 2019-2038. Co-firing PLTU melibatkan pemanfaatan limbah (seperti biomasa) untuk subtitusi batu bara dalam ruang pembakaran boiler. Selain itu, untuk mendukung program Net Zero Emission (NZE), Kementrian ESDM juga berencana menutup seluruh PLTU (batu bara) pada tahun 2050 (CNBC Indonesia).

Berangkat dari permasalahan tersebut, Tim Periset Inovatif-Produktif LPDP dari Universitas Brawijaya yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Bambang Susilo M.Sc.Agr ini menawarkan solusi pengganti batu bara, yaitu biopelet limbah pertanian (bagasse dan bonggol jagung) yang diintegrasikan dengan penambahan zeolit alam dan NaOH.  Prof. Dr.rer.nat. Muhammad Nurhuda sebagai salah satu anggota tim Riset Inovatif-Produktif menuturkan “Kadar abu biopelet ini tinggi, abu tinggi ini bisa berasal dari pengikatan NaOH dengan oksida dan zeolit dengan sulfur, sehingga abunya ada senyawa SOx dan NOx. Ini akan menjadi salah satu inovasi, yang biasanya SOx dan NOx dilepaskan ke udara, sekarang bisa ditangkap. Jadi secara tidak langsung bisa mengurangi emisi.”

Prof. Ir. I Nyoman Gede Wardana, M.Eng., PhD sebagai salah satu tim juga menuturkan, “NaOH ini bisa menggeser panjang gelombang cahaya hasil pembakaran, dari yang awalnya biru menjadi merah. Gelombang radiasi warna merah itu lebih panjang daripada warna biru sehingga cocok kalau digunakan untuk ruang bakar boiler yang jarak antara dasar ruang pembakaran dengan pipa boiler relatif jauh. Untuk api warna biru, memiliki radiasi lebih pendek sehingga lebih cocok untuk kebutuhan memasak”. Selanjutnya, anggota lainya dari tim periset yaitu Prof. Sri Suhartini, STP., M.Env.Mgt., Ph.D juga menyatakan, “Hasil uji pembakaran biopelet menunjukkan bahwa ada pergeseran spektrum warna api pembakaran biopelet dari warna biru menjadi merah bahkan mengarah ke inframerah. Dengan demikian, biopelet yang memiliki radiasi tinggi ini berpotensi menjadi pengganti batu bara pada boiler PLTU.”

Menurut Prof. Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr “Pencetakan biopelet menggunakan tekanan tinggi bisa membentuk biopelet berdensitas tinggi tanpa penambahan perekat”. Hal ini berpeluang memangkas biaya bahan baku untuk produksi biopelet sebagai sumber energi alternatif terbarukan. Beliau juga menambahkan bahwa peralihan dari energi fosil menuju energi terbarukan berbasis bioenergi akan terus berlanjut di kancah internasional.

Kegiatan penelitian biopelet ini didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan  PT. SMI juga telah menghasilkan prototipe mesin pencetak biopelet berbasis hidraulic press yang mampu memproduksi prototipe biopelet ramah lingkungan dan memiliki radiasi tinggi. Kedua prototipe yaitu produk biopelet dan mesin hasil inovasi tim periset berpeluang untuk dikembangkan dalam skala lebih besar atau komersialisasi. Oleh karena itu, kajian lebih lanjut terkait potensi pasar, techno-economic analysis (TEA), dan life cycle assessment (LCA) masih perlu dilakukan. Hal tersebut menjadi penting untuk evaluasi kelayakan ekonomi, teknologi, dan lingkungan pada implementasi dan komersialisasi inovasi produk/teknologi biopelet.  (adv/bua)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img