TANYA: Orang tua saya menikah dengan ibu secara Islam, kemudian setelah mempunyai empat anak, bapak saya keluar dari Islam. Tetapi ibu saya tetap Islam. Setelah keluar dari Islam ini orang tua saya mempunyai empat anak lagi yang semuanya perempuan. Dari seluruh putra putrinya, keluarga saya yang muslim adalah anak yang ke 6, 7, 8 dan anak yang ke 3 seorang laki-laki. Saat ini adik saya yang ke 8 akan menikah. Pertanyaan saya bisakah kakak kami yang ke-3 menjadi wali mengingat ia seorang muslim?
Farah Faruq +62 852-0488-xxxx
JAWAB: Dalam Islam, seorang wali nikah mempunyai beberapa syarat penting. Pertama, anak dan wali nikah harus diikat dengan pernikahan yang sah. Kedua anak dan wali nikah juga dilahirkan dari hubungan yang disahkan oleh agama.
Sebelum menjawab pertanyaan anda, harus dijelaskan bahwa ada dua point yang menyebabkan seseorang itu dianggap terceraikan. Pertama, karena perceraian yang diucapkan suami atau diminta oleh isteri. Kedua, karena salah satu pasangan keluar dari Islam.
Perceraian menjadi ranah dari pengadilan dan aturannya sudah berulang disampaikan dirubrik ini. Sementara bila salah satu diantara suami-isteri (dalam kasus anda ayah anda) akibat salah satu keluar dari Islam maka hukumnya dirinci.
Bila kejadian keluar dari Islam itu belum terjadi hubungan badan, maka otomatis pernikahannya terceraikan. Hubungan badan setelah keluar dari Islam menyebabkan terputusnya hubungan nasab antara ayah dan anak, sehingga tidak mungkin ayah atau saudara-saudaranya yang lain menjadi wali nikah.
Bila kejadian keluar dari Islam itu setelah terjadinya hubungan badan seperti dalam kasus keluarga anda, maka status pernikahannya dipending hingga masa iddah. Bila selama masa iddah mereka yang keluar dari Islam itu kembali berislam, maka anak yang dilahirkan bisa bernasab dengan ayahnya. Tetapi bila sampai hitungan masa iddah sejak keluar dari Islam diikrarkan, sang ayah tidak kembali masuk Islam, maka begitu iddah habis maka hubungan suami-isteri dianggap putus dan anak yang dilahirkan tidak bernasab kepada ayah. Karena hubungan pernikahannya secara agama dianggap sudah terputuskan.
Hubungan badan yang dilakukan suami dan isteri yang berbeda agama adalah hubungan yang setara dengan perzinaan. Karenanya anak yang dilahirkan dari hubungan tersebut bernasab kepada ibu.
Dengan demikian dalam kasus pernikahan adik anda (anak ke 8) yang bisa menjadi wali nikah adalah hakim, yang dalam konteks ke Indonesia-an adalah Kepala KUA atau penghulu yang ditunjuk mengganti Kepala KUA menjadi wali hakim.
Anak ketiga tidak bisa menjadi wali nikah meski dia beragama Islam dan lahir dari ayah dan ibu yang sama dengan anak yang ke delapan. Anak yang ketiga bernasab kepada ayah karena saat anak ketiga lahir ayah dan ibu masih dalam ikatan pernikahan yang sah. Sementara anak yang kedelapan lahir dari pernikahan yang sudah dianggap terputus secara agama. Karenanya anak ke delapan bernasab kepada ibu. Yang harus diperhatikan dalam hal wali tidak bisa diambil dari hubungan keluarga jalur ibu. Semoga dipahami. (*)