Serap Tenaga Kerja, PAD Bisa Meningkat
MALANG POSCO MEDIA – Investasi bisnis hotel dan apartemen di Kota Malang bisa jadi penggerak ekonomi. Ini pun berdampak terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu juga penyerapan tenaga kerja.
Ekonom Dr.rer.pol Wildan Syafitri SE ME mengatakan potensi investasi hotel dan apartemen di Kota Malang juga potensial. Ini seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat secara general.
“Dengan bisnis ini tumbuh akan sangat berpengaruh karena dapat meningkatkan kunjungan ke wilayah Malang Raya. Ini berdampak pada PAD, kemudian penyerapan tenaga kerja yang semuanya berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi,” papar akademisi Universitas Brawijaya (UB) ini.
Namun demikian, ada beberapa yang harus diperhatikan untuk menguatkan pertumbuhan investasi ini agar membawa dampak berlapis pada perekonomian Kota Malang atau Malang Raya secara umum.
Dikatakannya, dukungan infrastruktur, keamanan investasi atau investor masuk dan kepastian hukum menjadi kuncinya. Hal ini perlu dikuatkan khususnya dilakukan oleh pemangku dan pemegang kebijakan di wilayah Malang Raya.
“Intinya memang keempat hal itu sudah ada akan tetapi saya melihat ini perlu dikuatkan lagi secara riil dan nyata. Karena ada salah satu hambatan seperti akses lahan, harga tanah dan relokasi menjadi hal yang perlu diperhatikan,” paparnya.
Tidak hanya itu, pemangku kebijakan juga harus memastikan aturan dan kepastian kebijakan berlaku dan diimplementasikan oleh investor. Untuk memastikan investasi membawa manfaat secara sosial. Ini menjadi tugas pemda untuk memberi sosialisasi kepada masyarakat dan juga pengusaha.
Hal yang sama disampaikan pula oleh pakar ekonomi Kota Malang, Nugroho Suryo Bintoro SE M Ec DevPh D. Dia mengatakan investasi hotel dan apartemen memiliki gairah yang baik akan tetapi perlu memperhatikan satu pola masyarakat yang mulai muncul.
“Investasi bisnis apartemen dan hotel di Kota Malang, sebetulnya masih menunjukkan gairah bisnisnya utamanya dari sisi wisatawan yang datang ke Kota Malang. Akan tetapi, tantangan terhadap perubahan pola konsumsi perlu dihadapi oleh investor dimana terjadi pergeseran pola konsumsi “downgrade” yang juga terjadi di sektor hospitality,” jelas Nugroho.
Akademisi UB ini menjelaskan pola konsumsi downgrade ini adalah dimana masyarakat ekonomi menengah lebih memilih paket hemat (tidak lagi menginap di hotel mewah) dan masyarakat ekonomi kelas bawah benar-benar mengurangi konsumsinya.
Sedangkan masyarakat ekonomi yang benar-benar kelas atas, lebih memilih keluar negeri. Ini yang mesti diperhatikan kembali untuk dibuat kebijakan yang lebih baik kedepan.
“Ceruk pasar untuk sektor bisnis apartemen dan hotel, tetaplah terbuka jika dilakukan di Kota Malang, akan tetapi campur tangan pemerintah tetap dibutuhkan dalam konteks Integrasi pembangunan khususnya sektor residensial dengan sektor komersial,” tegas dia.
Tentu saja, lanjut Nugroho, hal ini untuk mengoptimumkan kebutuhan konsumen yang dapat dijangkau seluruhnya dalam satu wilayah. Hal ini juga akan membantu mengurai kepadatan jalan tanpa mengganggu pertumbuhan ekonomi Kota Malang.
Kemudian di sisi lain, ditegaskannya lagi, integrasi pembangunan dapat juga diterjemahkan sebagai pembentukan cluster baru yang dapat menjadi tujuan berkunjung bagi wisatawan lokal maupun yang berasal dari luar Kota Malang.
Keunggulan Kota Malang yang berasal dari warganya yang friendly serta suasana sejuk yang dilihat dari banyaknya jalan yang memiliki pohon besar tentu menjadi daya tarik tersendiri disamping bangunan peninggalan sejarah yang selama ini menjadi ikon bagi kota Malang.
Dia menyampaikan, tantangan terbesar bagi Pemerintah Kota Malang adalah bagaimana menjadikan suasana yang tidak dimiliki oleh wilayah di sekitar Kota Malang tetap terjaga agar daya tarik ini tidak pudar seiring dengan pembangunan Kota Malang.
Karena itu, tambah Nugroho, pembangunan hotel serta apartemen di Kota Malang tetap memperhatikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) agar bisnis yang dilakukan tetap menggerakkan perekonomian Kota Malang dan bermanfaat bagi semua pihak.
“Sebaliknya, jika hanya hotel dan apartemen yang dibangun tanpa memperhatikan lingkungan, maka pembangunan wilayah tidak akan berbeda dengan wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan lainnya yang memiliki gedung pencakar langit lebih banyak,” pungkasnya.(ica/van)
-Advertisement-.