Kebijakan Prabowo Efisiensi Anggaran Mulai Mengkhawatirkan
MALANG POSCO MEDIA– Kebijakan efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto mulai berdampak. Salah satunya menggoyang bisnis hotel di Malang. Ramai-ramai mengeluh.
Kondisi ini pun disampaikan kepada DPRD Kota Malang. Melalui hearing lintas komisi, Komisi A dan B, Senin (14/4) kemarin, dicurhati Pengurus dan Anggota Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang.
Beberapa dampak dan konsekuensi mulai terasa. Salah satunya pendapatan usaha perhotelan yang kian menurun. Dampak susulan lainnya, sudah ada hotel yang mengurangi jam kerja karyawan, ada juga yang menerapkan sistem shift, hingga ada yang memberlakukan Unpaid Leave atau karyawan tidak digaji saat mengambil cuti.
Ketua PHRI Kota Malang Agoes Basoeki mengungkapkan, salah satu dampak yang paling dikhawatirkan adalah potensi PHK pekerja hotel.
“Untuk sementara, Kota Malang belum ada laporan PHK. Tapi potensi ada. Ada hotel yang mengurangi jadwal kerja karyawan, misalnya jadwalnya seminggu, tapi menjadi hanya lima hari atau empat hari, sehingga gajinya juga berkurang. Itu dilakukan untuk tenaga kerja yang casual,” beber Agoes.
Merosotnya okupansi perhotelan sekarang bisa mencapai angka 30 persen. Saat hari libur lebaran kemarin, kondisi itu sempat terdongkrak di angka 80 persen. Namun ketika momen itu sudah lewat, kondisinya kembali menurun. Kondisi itu, sebenarnya memang sangat dipengaruhi lantaran berkurangnya kegiatan yang bersifat pertemuan, rapat atau MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).
“Dampaknya terasa apalagi untuk hotel yang mengandalkan convention (ruang pertemuan) untuk kegiatan pertemuan. Dari sebelumnya banyak kegiatan dari dinas, sekarang jauh berkurang,” tambah dia.
Agoes menyadari, tentu pihaknya memang tidak bisa hanya mengandalkan okupansi hotel dari kegiatan pertemuan dari sektor pemerintah saja. Namun ia berharap dukungan pemerintah agar promosi pariwisata di daerah lebih digencarkan. Sehingga potensi pariwisata dari sektor pelaku industri, swasta, wisatawan mancanegara, komunitas hingga masyarakat umum bisa menginap dan atau berkegiatan di hotel.
Dalam kesempatan itu Agoes juga menyampaikan aspirasi dari pelaku perhotelan terkait rumitnya beberapa perizinan. Misalnya yang paling dirasa cukup panjang prosesnya seperti izin pemanfaatan air tanah (SIPA) dan izin pengelolaan limbah.
Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kota Malang Bayu Rekso Aji menyampaikan, terkait efisiensi anggaran sudah menjadi kebijakan dari pemerintah pusat. Untuk menyikapi persoalan tersebut, ia mendorong untuk mengoptimalkan kunjungan wisata dari luar sektor pemerintahan.
“Dinas terkait bisa memberikan support misalnya dalam bentuk promosi pariwisata. Agar kegiatan wisata ini dapat menarik wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Jadi supportnya dalam bentuk menganggarkan untuk melakukan promosi. Semakin banyak kunjungan wisata, otomatis okupansi naik,” ujar Bayu.
Menurut Bayu, hal ini bukan suatu hal yang berlebihan. Sebab potensi wisata di Malang Raya sangat beragam. Ada wisata Tumpak Sewu, Bromo hingga macam-macam pantai di Malang Selatan. Meski lokasi wisatanya ada di wilayah Kabupaten Malang, tapi ia yakin wisatawan tetap bakal menginap atau singgah di Kota Malang.
“Apalagi di Kota Malang ini sudah ada Badan Promosi Pariwisata Daerah. Artinya ini perlu dimaksimalkan lagi agar pariwisata bisa meningkat. Selain itu kami mendorong kegiatan atau event yang bisa menarik wisatawan untuk menginap,” tambah dia.
Disamping promosi, Bayu juga menerima masukan memang perlu merawat tempat- tempat wisata di Kota Malang ini agar dapat terjaga. Seperti menjaga Kampung Warna Warni agar tidak suram, atau menciptakan daya tarik seperti Kayutangan agar wisatawan bisa datang dan menginap di Kota Malang.
“Tidak hanya Disporapar, tapi ini juga tugas Diskominfo. Komunitas pariwisata seperti Pokdarwis dan sebagainya itu juga bisa berkumpul untuk membuat program-program dan harus dipertajam lagi. Sehingga berfungsi sebagai media promosi dari Kota Malang,” tutur Bayu.
Sementara mengenai keluhan perizinan, Bayu segera menyampaikan kepada kepala daerah supaya ada forum atau desk terkait perizinan. Sehingga ada dukungan bantuan atau membimbing para pelaku usaha saat mengurus perizinan. Tidak hanya dari Disnaker-PMPTSP Kota Malang saja tapi dari dinas lain terkait seperti DLH Kota Malang khususnya seperti izin pengelolaan limbah.
“PHRI ini sudah memberikan kontribusi PAD Kota Malang mencapai Rp 219 ,iliar dari pajak hotel dan pajak resto. Ini sudah konkret sumbangsihnya untuk pembangunan Kota Malang. Jadi Pemerintah Kota Malang juga harus bisa memberikan timbal balik, seperti memberikan kemudahan dalam perizinan dan support promosi dari Disporapar,” pungkasnya. (ian/van)