Tren joget velocity viral di media sosial, terutama TikTok, selama Ramadan dan lebaran lalu. Joget ini melibatkan gerakan tangan dan tubuh yang cepat, melibatkan perubahan kecepatan klip untuk menciptakan transisi menarik. Dengan gerakan cepat, transisi mendadak, dan irama yang berubah-ubah, video ini selain sebagai hiburan, juga mencerminkan ekspresi generasi muda yang cepat berubah-ubah, instan, dan dramatis.
Jika merujuk pada ilmu Fisika, velocity (kecepatan vektor) adalah besaran yang menunjukkan kecepatan suatu objek serta arah geraknya. Berbeda dengan speed (kelajuan) yang hanya menunjukkan seberapa cepat suatu objek bergerak tanpa arah, velocity selalu memiliki arah tertentu. Jadi, dalam ilmu Fisika, velocity bukan cuma soal cepat atau lambat, tapi juga ke mana arah gerakan suatu benda.
Metafora Pemerintahan
Dalam konteks pemerintahan, joget velocity bisa menjadi metafora untuk menggambarkan kondisi sosial-politik saat ini. Seperti joget velocity, pemerintahan saat ini “serba cepat” dan penuh gaya. Tapi, pertanyaannya, ke mana arah sesungguhnya?
Menarik jika melihat bagaimana budaya populer sering kali pararel dengan arah politik. Joget velocity mencerminkan sebuah era yang mengedepankan kecepatan, visual, dan sensasi. Begitu pula politik kita hari ini, banyak mengedepankan pencitraan visual dan gaya komunikasi pejabat yang sensasional tapi penuh polemik.
Di awal pemerintahannya sejak Oktober 2024, Prabowo langsung tancap gas berusaha merealisasikan janji kampanyenya. Dalam berbagai pernyataan publik, Prabowo menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan berjalan lambat dan birokratis seperti masa lalu. Semua harus cepat, semua harus sigap, semua harus bergerak. Namun, apakah percepatan itu diiringi dengan perencanaan yang matang dan arah jelas yang terukur?
Di sinilah publik melihat gejala velocity yang tanpa arah. Misalnya, program makan bergizi gratis yang mulai direalisasikan di berbagai daerah sejak awal 2025. Menurut data Kementerian Keuangan, biaya yang dibutuhkan bisa mencapai lebih dari 400 triliun rupiah per tahun. Sayangnya, hingga saat ini, belum ada kejelasan dari mana sumber anggaran akan diambil, bagaimana distribusinya dilakukan, dan bagaimana memastikan program ini tidak disalahgunakan. Seolah seperti dalam tren joget velocity, gerakan cepat yang terlihat keren, tapi jika tak dikontrol bisa jadi berantakan.
Selain itu, janji pertumbuhan ekonomi di atas tujuh persen menjadi ambisi besar Prabowo. Namun hingga saat ini, pertumbuhan ekonomi masih bertahan di angka lima persen. Di sisi lain, masyarakat masih dibebani harga pangan yang fluktuatif, akses kesehatan yang tidak merata, serta angka pemutusan hubungan kerja yang terus meningkat.
Faktanya, kesenjangan sosial masih jadi masalah utama. Data BPS menunjukkan indeks Gini per Maret 2024 berada di angka 0,387, masih cukup tinggi dan nyaris stagnan selama lima tahun terakhir.
Paradoksnya, pemerintah bicara tentang makan bergizi gratis, tapi rakyat bicara tentang harga kebutuhan pokok yang terus naik. Pemerintah bicara tentang digitalisasi dan hilirisasi, tapi guru honorer masih menunggu kepastian status kerja. Pemerintah bicara tentang teknologi, tapi rakyat masih terjerat pengangguran. Fakta ini bisa kita sebut sebagai velocity gap, jurang antara ambisi gerak cepat pemerintah dan realitas lambat yang dialami rakyat.
Butuh Arah
Memang tidak salah jika pemerintah ingin bergerak cepat. Tetapi sayangnya, pemerintahan bukanlah TikTok, dan rakyat bukan audiens pasif yang hanya menonton dan memberi Like pada performa yang dipertontonkan. Berbagai hal yang menjadi sorotan publik sejak awal pemerintahan Prabowo bukanlah konten media sosial yang sekadar membutuhkan jempol netizen. Rakyat butuh kepastian tentang kehidupan yang lebih baik.
Bisa jadi, jika pemerintahan Prabowo terus menari dengan ritme velocity yang cepat, penuh transisi, dan dramatis, tapi tanpa arah yang jelas dan hanya sensasional, maka kita sedang menciptakan demokrasi performatif. Rakyat terhibur sesaat, tapi tidak berdaya dan diberdayakan. Negara bergerak, tapi bukan ke tempat yang lebih baik, yang menjanjikan kehidupan sejahtera. Pemerintahan dan negara ini memerlukan arah, prosesnya deliberatif yang membutuhkan keterlibatan publik secara luas, dan ruang partisipasi publik itu tidak bisa disingkat dalam durasi 15 detik, seperti video TikTok.
Penulis dan tentu juga Anda menikmati joget velocity karena memang menyenangkan. Menggambarkan ekspresi yang cepat, dinamis, dan penuh gaya. Tapi dalam konteks pemerintahan dan kehidupan berbangsa bernegara, kita butuh lebih dari sekadar efek visual. Kita butuh kebijakan yang terukur dan arah yang jelas, pemerintahan yang transparan, pejabat yang empati, dan politik yang konsisten bergerak ke arah cita-cita keindonesiaan.
Kecepatan memang penting, tapi arah jauh lebih penting. Pemerintah saat ini bergerak cepat, tapi apakah kecepatannya terarah? Seperti dalam Fisika, velocity hanya bermakna jika ada arah yang jelas. Jika tidak, ia hanyalah speed, cepat tapi tanpa tujuan yang pasti. Seperti joget velocity, ia bisa viral hari ini, tetapi cepat atau lambat akan dilupakan esok hari.(*)
-Advertisement-.