Fahmi: Tidak Ada Istilah Menempati Rumdis Turun Temurun
Malang Posco Media, SURABAYA – Setelah tertunda beberapa tahun, Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim memutuskan segera mengeksekusi rumah dinas (rumdis) Jl. Simpang Ijen 8, Malang. Eksekusi atau pengosongan ini harus dilakukan karena penghuni rumdis, hingga kini, tidak mau meninggalkan lokasi.
Hal di atas ditegaskan Fahmi Ashar, SKM., M.Kes., Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Dinkes Jatim kepada Malang Posco Media (MPM) di kantornya, Senin (09/01) sore.
‘’Bukan eksekusi. Tapi pembersihan. Karena rumah itu memang aset negara. Aset kami (Dinas Kesehatan Jawa Timur),’’ tandas Fahmi Ashar didampingi Rizka Uflisari SH staf Humas Dinkes Jatim.

Secara panjang lebar, Fahmi lantas menceritakan, ihwal persoalan terkait aset Dinkes Jatim di kawasan strategis di kota Malang tersebut. Termasuk implikasi hukum yang telah terjadi antara penguhuni sekarang masih bertahan dengan Dinkes Jatim.
‘’Itu rumah dinas. Kalau pejabat yang berwenang sudah tidak menjabat, berarti rumah itu harus dikembalikan kepada negara. Apalagi sudah meninggal dunia, ya habis. Tidak ada istilah menempati secara turun temurun,’’ kilah Fahmi sembari membenarkan letak pecinya.
Sementara itu dari data yang dimiliki MPM menyebutkan, lahan dan bangunan seluas 1.971 M2 di Jl Simpang Ijen 8, Malang itu, mulai 1 Januari 1963, ditempati dokter spesialis kandungan RS Saiful Anwar Malang, dr Asriningrum Hananiel, hingga meninggal tahun 1982.
Selanjutnya, rumah dengan status Sertifikat Hak Pakai Nomor 55 Tahun 2016 ini yang dikeluarkan BPN Kota Malang ini, ditempati anaknya bernama Nugroho Sutrisno. Kemudian, Nugroho menikah dengan Kanthi Pujirahayu (53) dan memiliki anak bernama Yoshia Abdi Wicaksono Hananiel.
Tahun 1999, Nugroho Sutrisno satu-satunya putra almarhum dr Asriningrum Hananiel, juga meninggal dunia. Sepeninggal dr Asriningrum Hananiel dan Nugroho Sutrisno, rumah dengan luas bangunan 240 M2 kemudian ditempati Kanthi Pujirahayu dan Yosia Abdi Wicaksono Hananiel.
Karena merasa memiliki dan hendak memanfaatkan aset itu untuk menunjang operasional RS Saiful Anwar, Malang, maka Dinkes Jatim lantas minta Kanthi Pujirahayu dan Yosia Abdi Wicaksono Hananiel, sekitar bulan Mei 2021, untuk mengosongkan rumah itu.

Di sinilah kemudian terjadi babak baru. Merasa sudah menempati rumah itu puluhan tahun, Kanthi Pujirahayu dan Yosia Abdi Wicaksono Hananiel menolak pengosongan. Dan bahkan melayangkan gugatan ke PN Malang.
Dengan dibantu Husain Tarang SH, Ketua Pusat Bantuan Hukum (PBH) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Malang, keduanya menggugat Dinkes Jatim sebagai tergugat I, RSSA Malang sebagai tergugat II, Pemprov Jatim Cq Gubernur Jatim sebagai turut tergugat I dan Kantor Pertanahan (ATR/BPN) Kota Malang sebagai turut tergugat II.
Setelah melalui perjalanan cukup panjang dan melelahkan, akhirnya Makamah Agung melalui putusan Nomor 325/PDT/2022/PT SBY menguatkan putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor 312/Pdt.G/2021/PN Mlg, tertanggal 12 April 2022 isinya:
1) Mengabulkan eksepsi tentang kewenangan mengadili (kompetensi absolut) tergugat I, tergugat II, Turut Tergugat I dan Turut tergugat II. 2) Menyatakan Pengadilan Negeri Malang tidak berwenangan mengadili perkara ini. 3) menghukum para penggugat membayar biaya perkara secara tanggung renteng sejumlah Rp 1.207.000.
Kapan rencana eksekusi pengosongan dilaksanakan? ‘’Bulan ini. Sekali lagi bukan eksekusi, tapi pembersihan. Dan sudah menyiapkan semua yang akan dibutuhkan saat pembersihan nanti,’’ pungkas Fahmi. (has)