Buruh adalah kita, kita adalah buruh. Sejatinya siapapun kita adalah buruh. Buruh bukan hanya pekerja pabrik. Dokter, dosen, guru, pengacara, hakim, polisi, birokrat, wartawan, petani, pedagang, dan sejumlah profesi lainnya adalah buruh. Bahkan mereka yang selama ini dianggap sebagai majikan pun sejatinya juga buruh. Para pemilik perusahaan itu masih menghamba pada modal, uang, dan kekayaan. Siapapun yang masih menghamba, dialah buruh.
Hari Buruh Internasional yang selalu diperingati setiap 1 Mei (May Day), sejatinya adalah hari kita semua. Hari para pekerja di berbagai level, bidang, dan sektor pekerjaan. May Day biasanya diperingati dengan menengok kembali hak-hak para buruh. Tentang nasib, kesejahteraan, upah, cuti, kesehatan, dan beragam hak yang mestinya mereka terima. Juga tentang kewajiban yang harus dipatuhi para buruh.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “buruh” memiliki arti orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. Jadi, secara etimologis, definisi “buruh” lebih luas dari yang dipahami kebanyakan orang selama ini. Kata “buruh” memiliki sinonim dengan “pekerja.” Kata “buruh” juga dapat digabungkan dengan kata seperti buruh pabrik, buruh tani, buruh harian, buruh lepas, buruh intelektual, dan sejumlah kata lain.
Pengertian “buruh” yang tertuang dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 1 Ayat 3 berbunyi “Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.” Imbalan atau upah bisa dalam bentuk uang, namun saat ini berkembang dengan alat pembayaran lain seperti cek, giro, nota debit, bitcoin, paypal, dan beragam jenis uang elektronik lainnya.
Buruh itu Manusia
Buruh itu manusia, maka jangan pernah pandang rendah buruh. Jangan lihat buruh hanya sekadar kuli pabrik. Sejatinya kita semua adalah buruh. Sama-sama bekerja dan menerima upah. Memandang rendah buruh sama halnya kita tak menghargai diri sendiri. Apakah buruh pabrik, buruh industri, atau buruh intelektual, semua derajatnya sama, tak ada yang perlu merasa lebih tinggi.
Berdasarkan tingkat keahliannya, buruh dipilah menjadi buruh profesional (white collar worker) dan buruh kasar (blue collar worker). Buruh profesional lebih mengandalkan otak, sedangkan buruh kasar lebih mengandalkan otot. Perbedaan lainnya terletak pada posisi pekerjaan, pendidikan, dan pembayaran upahnya. Buruh profesional biasanya bekerja di posisi strategis, sedangkan buruh kasar bekerja di posisi teknis dan praktis.
Sementara buruh berdasarkan jangka waktu kerjanya dibagi dalam buruh tetap dan lepas. Buruh tetap adalah buruh yang bekerja secara terikat dengan perjanjian kerja. Baik itu dengan kontrak maupun permanen. Sedangkan buruh lepas adalah buruh yang mendapatkan penghasilan apabila bekerja dan tidak terikat perjanjian kerja. Upah yang didapat berdasarkan jumlah jam atau hari kerja.
Buruh berdasarkan karakteristiknya ada buruh terampil (skilled workers), tidak terampil (unskilled workers), dan intelektual (intellectual workers). Buruh terampil adalah mereka yang memiliki kemampuan tertentu, baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman kerja. Buruh tidak terampil adalah mereka yang tidak memerlukan kemampuan tertentu, lebih ke kemampuan fisik saja. Sedangkan buruh intelektual adalah mereka yang memerlukan kemampuan intelektual untuk bekerja.
Apapun klasifikasinya, semua buruh itu manusia, yang perlu diperhatikan faktor manusianya. Keberadaan buruh tak bisa dengan gampang digantikan oleh mesin atau robot-robot tak bernyawa. Buruh perlu mendapatkan perlindungan dari ancaman teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) atau teknologi canggih lainnya. Perlu regulasi dan proteksi agar eksistensi buruh sebagai manusia tak terggantikan robot dan AI.
Nasib Buruh
Hampir setiap Hari Buruh Internasional, 1 Mei, selalu digelar demo. Demo yang menuntut perbaikan nasib kaum buruh. Demo yang menuntut upah layak dan hak-hak lain yang semestinya diterima buruh. Masih maraknya tuntutan para buruh mengindikasikan bahwa kaum buruh, baik kelompok blue collar worker maupun white collar worker masih perlu terus memperjuangkan nasibnya.
Karl Marx (1818-1883), seorang yang berjasa dalam urusan perburuhan. Marx, penulis buku “Das Kapital” adalah seorang ilmuwan sosial yang getol membela kaum buruh yang tertindas dengan teori-teorinya. Hak-hak yang didapat para buruh saat ini, seperti standarisasi upah, sistem lembur, cuti kerja, dan pembatasan jam kerja, sejatinya banyak diadopsi dari pemikiran Marx.
Kini keberadaan buruh juga terancam dengan munculnya teknologi AI. Sejumlah pekerjaan yang sifatnya teknis (technical) dan pengulangan (repetitive) sudah mulai digantikan teknologi kecerdasan buatan. Sejumlah layanan publik sudah banyak yang go online. Bentuk layanan fisik dengan tatap muka sudah mulai berkurang dan terggantikan oleh mesin dan aplikasi digital.
Di satu sisi, penggunaan teknologi bisa membuat layanan dan produktivitas lebih meningkat, namun keterlibatan teknologi bisa menggeser dan menggantikan peran manusia. Situasi ini menciptakan persoalan serius terkait perburuhan. Persoalan pengangguran masih sangat tinggi, kesempatan kerja juga makin sedikit, ditambah kehadiran teknologi yang mengancam peran manusia.
Karena kita semua esensinya adalah buruh, apakah buruh korporasi, buruh pabrik, buruh media, buruh akademis, atau buruh-buruh yang lain, maka nasib perburuhan di negeri ini menjadi tanggungjawab kita semua. Pemerintah, swasta, korporasi, akademisi, dan semua masyarakat punya andil guna menciptakan kehidupan buruh yang lebih layak dan sejahtera. Selamat Hari Buruh.(*)
-Advertisement-.