Masih Ada PR Tangani Sampah Plastik Impor
MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Permasalahan pengolahan sampah di Kabupaten Malang menjadi pekerjaan rumah bersama. Mulai meningkatkan kesadaran masyarakat, hingga urgensi regulasi dari pemerintah yang harus memberikan penegasan. Peraturan daerah dirasa sangat dibutuhkan untuk mengajak masyarakat memulai peduli lingkungan dari rumah.
Seperti diberitakan, sampah Kabupaten Malang yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) menurut data Dinas Lingkungan Hidup hanya sekitar 40-45 persen. Selebihnya belum bermuara di TPA. Sungai-sungai dan jurang disinyalir menjadi tempat pembuangan sampah oleh masyarakat. Kesadaran masyarakat masih dinilai cukup rendah.
Bupati Malang M. Sanusi mengatakan pihak Pemkab Malang akan segera merumuskan regulasi baru yang mengatur pengelolaan sampah oleh masyarakat. Terutama di wilayah rumah tangga. Menurutnya hal ini penting agar masyarakat dapat bekerja sama mengelola sampah sejak dari rumah.
“Akan ada regulasi yang mengatur agar tidak buang sampah sembarangan. Masyarakat harus memilah sampah dari rumah,” ujar Sanusi saat ditemui, Minggu (5/6).
Seperti diketahui beberapa waktu lalu, Organisasi Nirlaba internasional Alliance menginvestasikan pembangunan pabrik pengolahan sampah daur ulang di dua titik di Kabupaten Malang. Yakni TPA Paras Poncokusumo dan TPA Talangagung Kepanjen. Investasi itu senilai 29 juta dolar. Yang mana digarap dapat mengeliminasi sampah plastik di Kabupaten Malang, serta membuka ribuan lapangan kerja.
Regulasi yang direncanakan dimaksudkan untuk mendukung pengolahan sampah di pabrik tersebut. Tujuannya, kata Sanusi, agar tidak ada lagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan.
Sementara, selama ini dalam pengelolaan sampah, Dinas Lingkungan Hidup mengaku masih belum mencukupi fasilitas armada pengangkut. Serta anggaran yang minim untuk biaya operasional armada sampah. Bupati menjanjikan, dana yang disalurkan dari investor pabrik pengolahan sampah juga akan digunakan untuk melengkapi armada dan mengganti yang tidak layak.
“Nanti kita akan tambah dan lengkapi, yang jelas dari Denmark kita akan dapat dana lebih dari Rp 400 miliar untuk pabrik dan fasilitas lainnya,” kata Bupati asal Gondanglegi itu. Ia menyebut dibutuhkan sekitar 3.000 pekerja saat mulai dioperasikan. Targetnya akan rampung pada tahun 2024. “Regulasinya akan segera saya ajukan ke DPRD,” imbuhnya.
Di sisi lain, Aktivis Lingkungan menilai bahwa regulasi pemilahan sampah dari rumah tangga sangat dibutuhkan.
“Perlu gerakan yang mengarah di wilayah rumah tangga. Karena tidak bisa dipungkiri kalau tidak ada aturan kesadaran masyarakat masih sangat minim. Sehingga jika ada dasar hukumnya bisa bergerak,” jelas Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Lila Puspitaningrum ditemui di Taman Merjosari Kota Malang, Minggu (5/6).
Selain itu, pemerintah juga bertanggungjawab untuk memberikan edukasi perlunya budaya zero waste atau nol sampah. Yang mana selama ini masih dianggap tabu, atau hanya bisa dilakukan masyarakat kelas atas.
Di satu sisi, masih ada persoalan lain yaitu menangani sampah kiriman. Dikatakan, Pemerintah baik pusat dan daerah masih punya pekerjaan rumah untuk membatasi hingga menghentikan ‘impor sampah’ plastik dari luar negeri. Dimana terus terjadi di sejumlah pabrik daur ulang kertas. Salah satunya di Kecamatan Pagak.
“Kalau paling kongkretnya adalah ditolak, seperti beberapa penelitian aktivis lingkungan lain di Ecoton, kiriman bahan daur ulang sampah kertas diselundupi sampah plastik dari luar. Hal ini yang harus dicegah dan dibatasi,” tambahnya.(tyo/ggs)