MALANG POSCO MEDIA – Tujuan utama pembangunan memang untuk memperindah dan membuat lebih bagus dari sebelumnya. Namun pembangunan tak boleh merubah, apalagi melanggar cagar budaya yang sudah ditetapkan sebuah kota. Para stakeholder harusnya lebih menjalin komunikasi yang harmonis sehingga pembangunan tidak memunculkan persoalan saat sudah dilakukan pembongkaran.
Penghentian sementara pembangunan taman di kawasan Kayutangan, yaitu di perempatan Raja Bali dan depan PLN belakangan dipersoalkan. TACB meminta Pemkot Malang tidak menggeser jam yang merupakan cagar budaya. Padahal pembangunan sudah berjalan dan dikebut untuk mengejar target harus tuntas sebelum akhir 2023.
Pertanyaannya, mengapa protes itu baru muncul setelah dilakukan pembangunan? Siapa yang bersalah dalam pembangunan dua kawasan ini? Apakah Pemkot Malang, dalam hal ini dinas terkait tidak melakukan komunikasi dengan TACB? Atau sebaliknya, TACB memang tidak dilibatkan dalam proyek pembangunan taman yang harus menggeser tugu jam kota atau stadsklok yang berada di tengah jalan ini.
Idealnya sebuah pembangunan berdasarkan perencanaan yang matang dengan anggaran yang matang pula. Kalau sudah dianggarkan dan proses pembangunan sudah berjalan, maka semakin terlihat siapa yang bersalah dalam hal ini. Kasus ini juga nyaris mirip saat penggeseran patung pahlawan di depan Stadion Gajayana beberapa waktu lalu.
Kalau kemudian Pj Walikota Malang Wahyu Hidayat terpaksa harus menghentikan pembangunan, sementara waktu semakin mepet, maka risiko besarnya adalah pada laporan pembangunan dari sebuah program yang dianggap gagal. Bahkan bisa jadi dinilai sebuah pelanggaran, karena tidak sesuai dengan estimasi waktu dan biaya yang dianggarkan.
Tentu ini akan menjadi catatan dan evaluasi penting di DPRD Kota Malang. Padahal sejatinya proses ini bisa berjalan mulus, andaikata saat proses perencanaan dan penganggarannya melibatkan semua stakeholder terkait. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak menuai protes dan persoalan yang membuat pembangunan harus terhenti.
Apa yang dilakukan TACB tentu sudah sesuai dengan tugas dan fungsinya. Mengingatkan Pemkot Malang agar tidak melakukan pembangunan yang merusak dan melanggar bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Karena cagar budaya adalah bangunan atau benda yang memang harus dijaga kelestariannya.
Harusnya protes juga tidak perlu terjadi andai Pemkot Malang, terutama dinas terkait melakukan komunikasi dengan stakeholder terkait. Apalagi menyangkut bangunan cagar budaya. Sehingga dalam proses pembangunannya, tidak dinilai melanggar aturan dan merusak cagar budaya. Meskipun itu hanya menggeser saja.
Apa yang sudah terjadi harus segera disikapi dengan bijak. Pemkot Malang dan TACB harus duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. Tak merusak dan merubah cagar budaya. Tapi juga tidak membuat pembangunan akhirnya molor dan menjadi masalah. Utamakan solusi!(*)