Di dalam lembaga pemasyarakatan, dua napi ini menemukan hidup baru. Jadi penghagal Alquran. Mereka pun keluar dari jalan salah di masa lalu.
Berkah mendapatkan hidayah, terasa dari cerita dua pria Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Kelas I Malang. Syahrul Ramadhani dan Muhammad Sholeh.
Ketika menjalani hukuman dari balik jeruji besi, kini menjadi penghafal Alquran (Hafidz) dan pengajar ngaji untuk WBP lainnya.
Syahrul, warga Kelurahan Kasin Kecamatan Klojen Kota Malang menghuni penjara karena kasus penyalahgunaan narkotika. Sementara, Sholeh pria asli Desa Tamankuncaran Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang dipenjara atas kasus perlindungan anak.
Dua pria itu kini sudah menghafal 15 dari 30 juz di Alquran. Namun ini bukan akhir, keduanya semakin semangat dalam menanamkan ayat-ayat suci Alquran di hati dan benaknya.
Berada di balik jeruji besi membuat mereka menyadari hal buruk yang pernah dilakukannya. Penyesalan ini yang mewarnai hari-harinya, dengan mulai membakar semangat untuk bertobat.
Ternyata, niat hatinya yang tulus itu membuatnya semakin dalam belajar tentang Alquran. Pasalnya, setiap hari ia mengisi dengan kegiatan menghafal Alquran.
”Seminggu sekali saya setoran hafalan. Setiap hari Sabtu. Kalau saya, sudah biasa setor tiga lembar hafalan,” ujar Syahrul yang didampingi Ustadz Munif, takmir Masjid At-Taubah Lapas Kelas I Malang.
Syahrul bersama Sholeh dan 20 WBP lain, menghafal Alquran sejak awal tahun 2023 ini. Keduanya bergabung, karena memang mereka sebelumnya pernah menyandang gelar sebagai santri di kampung halaman masing-masing.
Bekalnya saat menjadi santri dahulu, memudahkan keduanya menjadi penghafal Alquran. “Tidak terlalu sulit (untuk menghafal), hanya perlu sering-sering membaca (murojaah) saja,” ucap pemuda berusia 24 tahun itu, tersenyum.
Syahrul awalnya menghafal dari Surat Al-Baqarah sampai Al-Kahfi. Memilih surah Al-Kahfi bukan tanpa alasan. Selain memiliki ganjaran pahala yang besar, keduanya terbiasa membaca surah tersebut setiap hari Jumat.
“Sedangkan surah Al-Baqarah ayat 1 sampai 15 ini masih masuk kategori mudah. Kesulitan baru terasa saat ayat 16 dan seterusnya,” kenangnya.
Bukan hanya Syahrul, Sholeh juga begitu. Dia mengawali hafalan Alquran di bulan awal tahun 2023.
“Saya sempat terhenti selama beberapa bulan, karena ada masalah dan membuat saya tidak tenang,” kata Sholeh.
Cerita Sholeh agak sedikit berbeda dengan Syahrul. Ia memulai jejaknya sebagai seorang hafidz ternyata dimulai dari Rutan Polres Malang. Tempat sebelum dipindah ke Lapas Kelas I Malang, saat menjalani hukumannya.
“Kiai saya datang ke mimpi saya saat itu, dan menyuruh saya menjadi penghafal Alquran,” cerita alumnus salah satu ponpes di Gondanglegi Kabupaten Malang, itu.
Berkah dari usahanya untuk terus menghafal Alquran ternyata menarik perhatian pihak lapas. “Ketika ada momen Shalawatan, pasti saya sama Syahrul, serta 20 teman lainnya dipanggil. Kadang disuruh melafalkan yang sudah dihafal,” tambah Sholeh.
Namun, perjalanannya menjadi hafidz di Lapas Kelas I Malang bukan perkara mudah. Keringatnya ibarat sebesar buah jagung, kala ia harus melafalkan ayat suci Alquran dihadapan Irjen Kemenkumham RI Razilu, tahun 2021.
“Waktu itu disuruh menjelaskan hukum tajwid dari hafalan yang saya lafalkan. Kemudian dikoreksi langsung oleh beliaunya. Dan ternyata yang saya baca ada yang salah,” kenang pria yang kini sudah menginjak usia 30 tahun ini.
Sholeh salah melafalkan tajwid lantaran gugup alias nervous. Sebagai WBP dia sangat gugup ketika harus melafalkan ayat di hadapan pejabat Kemenkumham RI yang menaungi lapas.
Namun, ternyata lika-liku sebagai seorang hafidz ini banyak membawa berkah. Sholeh dan Syahrul seolah merasakan limpahan manfaat dan berkah, selama menghafal Alquran.
“Ketika ayah saya sambak ke sini (Lapas) beberapa waktu lalu, dia sangat senang setelah melihat saya bisa mengaji dan hafal Alquran,” kata Sholeh.
Selain itu, sang istri setia menunggu, di kampung halamannya. Biasanya, kasus ini membuat bangunan rumah tangga retak, tetapi dengan menjadi hafidz ia seolah terselamatkan.
“Banyak dari teman-teman yang terkena kasus perlindungan anak, banyak yang berujung perceraian. Alhamdulillah, ini justru menjadi semakin baik,” pungkasnya. (rex/van)