spot_img
Sunday, December 22, 2024
spot_img

Pena de Portugal, Cerita Lebaran Keluarga Indonesia di Eropa

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Idul Fitri di Eropa juga jatuh pada Senin (2/5/2022).  Seminggu sebelumnya kami survei masjid untuk Salat Id. Kami merencanakan Salat Id di Mesquita Central d Lisboa. Selain cerita Lisbon, saya berbagi cerita tentang lebaran keluarga asal Indonesia  di beberapa kota lain di Eropa, di Jenewa,  Lausanne Swiss dan Turki.

 

Secara kebetulan tepat 1 Mei 2022 kami boyongan rumah. Dari  Villa Bicuda – Cascais ke apartemen. Memang harus segera pindah. Jatah tinggal di vila hanya satu bulan. Ini sudah overtime satu minggu. Mencari apartemen yang ideal dengan kebutuhan kami agak sulit menemukannya. Kebetulan pas dengan hitungan Jawa malam lebaran. Hari baik.

Kami tidak jadi ke Mesquita Central d Lisboa untuk  ikut Salat Id. Zirco mendadak tak enak badan. Kecapekan  mungkin atau kaget juga harus adaptasi lagi dengan apartemen baru. Nanti kapan-kapan akan kami sharingkan kenyamanan rumah tinggal baru kami. Sabar ya kawan kawan.

Bagaimana dong suasana lebarannya? Tenang kali ini kami kolabarasikan dengan teman yang di Jenewa Ramadan Raditya Putra dengan istrinya Yonica Arum Larasati serta Mbak Yuni teman di Lausanne Swiss yang sedang liburan di Turki.

Sedangkan kami mengisi lebaran dengan Papi Faris mengambil cuti dan  janjian makan bersama keluarga Mbak Ajeng ( Teman kerja Papi Fariz dari Indonesia yang sudah duluan satu tahun di Portugal ). Telepon- telepon keluarga, saudara dan teman di Indonesia serta nonton bioskop. Tentu juga masak yang ada suasana lebaran ala Indonesia.

Keluarga Mbak Yuni habis Salat Ied di Turki

Saat masih  tinggal di Villa Bicuda, kami bertemu keluarga kecil asli Pakistan – suami istri dengan dua anak. Satu masih bayi berumur tiga bulan dan satunya seumuran dengan Zircom, enam tahun. Keluarga Ahmed dan Sana. Ternyata mereka juga bekerja di Philip Morris International (PMI). Mereka pindah dari PMI Filipina ke Tabaqueira, Rio de Mouro, Portugal. Sekantor dengan Papi Fariz namun beda departemen. Mereka lebih duluan  tinggal di Villa Bicuda.  Singkat cerita kami sempat diundang buka puasa bersama sewaktu Ramadan. Senangnya bukan main, baru tiga minggu sudah mendapat teman ngobrol dan bermain. Hidangan yang disajikan oleh keluarga Ahmed dan Sana khas masakan Pakistan.

Lebaran tahun ini pertama kalinya masak sendiri. Pastinya juga jauh dari keluarga Indonesia. Kami sudah membuat janji dengan keluarga Mbak Ajeng (teman Papi Fariz di kantor) untuk lebaran bersama-sama. Mbak Ajeng yang sudah hampir menetap di Cascais selama setahun mengundang kami berempat makan siang di rumahnya. Hanya 10 menit dari Villa Bicuda.

Menu lontong, opor ayam, sambal goreng hati ampela, mie ayam, bakso, samosa sudah disiapkan Mbak Ajeng. Saya cuma kebagian bawa rendang saja. Rendang daging super empuk yang dimasak hampir empat  jam tanpa menggunakan bumbu cepat saji. Keahlian memasak saya sudah naik level, kata suami, hahaha. Alhamdulillah.

Odit dan Yonika lebaran di Geneva

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Lisbon tidak mengadakan acara offline. Mereka mengadakan halal bihalal secara online melalui zoom. Namun kami terlewat acaranya karena sedang asik menikmati lontong opor dan mie ayam. Tak lupa kami video call dengan keluarga di Indonesia untuk meminta maaf atas kesalahan kami semua selama ini. Serta juga tidak bisa pulang ke Indonesia untuk mudik dalam waktu dekat ini.

Liburan lebaran ini kami isi dengan  pergi ke mall untuk menonton bioskop film kartun Sonic. Zirco sudah ingin sekali melihat bioskop sambil makan popcorn.

Berbeda dengan nuansa lebaran di Geneva, Swiss. Ramadhan Praditya Putra beserta istrinya Yonika Arum Larasati sudah tiga kali menikmati Hari Raya Idul Fitri di luar negeri. Odit, sapaan akrab Ramadhan bekerja sebagai Staf Sistem Informasi PBB. Sedangkan teman saya Yonika sedang menempuh pendidikan S3.

Geneva merupakan pusat organisasi internasional seperti PBB, WHO, WTO, UNCTAD dan lainnya. Meskipun Idul Fitri bukan libur nasional di Swiss, akan tetapi sebagian besar organisasi-organisasi internasional memang libur di hari raya Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha karena menghormati keberagaman latar belakang dan agama dari para karyawannya. Oleh karena banyaknya organisasi internasional di Geneva, hari raya Idul Fitri pun serasa sepi karena banyak karyawan yang libur. Mereka yang bekerja di sektor swasta atau negeri, memang sebagian besar tidak libur akan tetapi mereka diizinkan untuk mengambil cuti.

Selamat Hari Raya Idul Fitri.

Mereka Salat Id di PTRI (Perutusan Tetap Republik Indonesia). Yaitu kantor perwakilan Kementerian Luar Negeri RI di mana Indonesia mengutus misi diplomasi ke PBB. Pagi hari sebelum pukul 08.45 kami diharuskan sampai ke PTRI membawa sajadah dan masker katanya. Dari luar PTRI, sudah terdengar lantunan takbir dari loud speaker.  Setelah sekitar setengah jam bertakbir,  Salat Id dimulai kemudian dilanjutkan

khotbah dan saling bersalaman. Ada kira-kira 100 lebih orang yang datang, sehingga suasana meriah, serasa seperti berlebaran di Indonesia.

Setelah Salat Id, jamaah bercengkerama saling mengabarkan dan cerita cerita.  Pukul 10 pagi, yang ditunggu-tunggu datang yaitu waktunya makan. PTRI Geneva sungguh berbaik hati menyediakan beberapa stan  makanan seperti lontong cap gomeh, tahu tek, kue-kue khas lebaran, jajanan pasar, sate ayam, sate kambing, dan es cendol. Semuanya dimasak dari bahan berkualitas bagus dan serasa sedap. Tidak kalah dengan masakan di kampung halaman.

Selain kumpul-kumpul di PTRI untuk Salat Id, beberapa keluarga Indonesia di Geneva juga biasanya mengundang kami makan di open house mereka. Untuk lebaran kali ini, di sore hari kami diundang ke rumah Mas Budi Matondang. Tidak lupa pula, kami juga sudah memesan kue lebaran seperti nastar dan putri salju dari beberapa toko online di Swiss yang menjual makanan dan bahan-bahan khas Indonesia, contohnya dari @tokonusantara_mamaflo.ch.

Banyaknya jamaah yang mengikuti solat id di PTRI

Tahun ini merupakan pertama kalinya lebaran pergi Salat id ke masjid. Di tahun 2020 dan 2021, kami merayakan lebaran tanpa berkumpul-kumpul di masjid atau di rumah teman. Jadi di pagi hari kami Salat Id berdua di rumah. 

Kemudian dilanjutkan dengan temu keluarga virtual. Lalu di siang atau sore hari kami jalan-jalan berdua ke alam bebas dan malamnya makan di restoran halal.

Sebenarnya jauh lebih banyak sukanya daripada dukanya. Sukanya, dari segi makanan, kekeluargaan dan ramah tamah komunitas sudah kami dapatkan di sini. Kami tidak lagi kangen dengan masakan Indonesia dan suasana mengobrol beramah tamah. Dukanya hanya satu bagi kami, yaitu memang suasana khas lebaran di Indonesia yang tidak bisa direkayasa di sini. Contohnya pawai, festival bedug dan melihat lapangan luas berisi jamaah di pagi hari yang berembun itu adalah sesuatu yang khas di Indonesia bagi kami.

Dari Lisbon ke Geneva, bergeser ke Turki. Keluarga Mbak Yuni sengaja menikmati puasa dan berlebaran di Istanbul  Turki. Enam hari lima malam mereka memiliki waktu untuk explore Istanbul. Suasana berpuasa bisa mereka rasakan di sana. Banyak masjid berjejeran yang bisa dikunjungi. Letaknya sangat berdekatan, kurang dari 1 kilometer. “Suara Adzan ini yang paling dikangeni selama ini,” kata Mbak Yuni. Suara Adzan saling bersahutan. Karena sedang berpuasa mereka berwisata santai untuk mengunjungi beberapa museum. Kedua anak Mbak Yuni, Syifa dan Hafsah gemar sekali dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang bisa didapatkan dari museum.

Pagi hari sudah menuju masjid Agya Shopia untuk menunaikan ibadah Salat Id. Sudah lengkap membawa peralatan salat. Banyak sekali jamaah yang ikut Salat Id. Kami bertemu dengan mahasiswa Indonesia, keluarga Indonesia yang sedang berlibur, dan juga jamaah muslim lainnya. Yang paling special bertemu  Ustad Felix Siauw beserta keluarga yang sepertinya sedang liburan juga.

So far, kami menikmati liburan ke Turki ini. Selain harga makanan yang jauh lebih murah dari Lausanne, kami tidak perlu ragu memilih makanan karena semuanya halal. KFC bucket family yang harganya hampir sama dengan di Indonesia menjadi andalan Syifa dan Hafsah sebagai kudapan sehari-hari. Selebihnya kami tinggal memilih makan kebab atau ke restoran Malaysia. Namun di balik itu semua ada kekurangan yang kami rasakan saat Salat Id.   Area di luar masjid tidak ada pengaturan shaf yang bagus padahal jamaahnya mencapai ribuan. Sehingga shaf laki-laki dan perempuan bisa campur aduk.

Nuansa hari lebaran telah berakhir untuk kami semua. H+3 sudah waktunya kembali ke kantor dan sekolah. Sudah kembali ke realita melakukan rutinitas sehari-hari lagi. Kembali ke dapur membuat masakan istimewa buat keluarga. Setelah bosan makan rendang, kali ini Papi Fariz dan DoubleZ request menu sate ayam. Kalau di Indonesia tinggal beli di abang-abang warung atau Gofood, di sini wajib buat sendiri. Alhamdulillah daging ayam satu kilogram bisa jadi 25 tusuk dengan potongan ayam cukup besar. Semua makan dengan lahap, rasa capek memasak pun juga hilang.

Selamat Hari Raya Idul Fitri semua kawan pembaca. Minal Aidzin Wal Faidzin. Mohon Maaf Lahir dan Batin. Selamat bermudik dengan aman dan nyaman ya moms. Semoga bisa dipertemukan dengan Bulan Ramadan dan Idul Fitri tahun depan. We love you seluruh keluarga di Indonesia. Peluk hangat dan cium jauh DoubleZ dari Cascais – Lisbon, Portugal. (opp/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img