Oleh: Ratnaning Palupi, S.Si., M.Si
Dosen Matematika Jurusan Administrasi Niaga,
Politeknik Negeri Malang
Clash of Champions menghembuskan angin segar di tengah riuhnya gelombang berbagai tren viral media sosial yang menjangkiti hampir semua kalangan masyarakat. Acara ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga sarana untuk menumbuhkan semangat berprestasi di kalangan generasi muda.
Kecepatan, daya ingat, kemampuan berpikir logis, matematis dan juga spasial merupakan lima hal utama yang diujikan di dalam acara Clash of Champions. Selain itu, diperlukan juga kerja sama tim yang solid serta strategi yang cermat untuk dapat memenangkan kompetisi ini di setiap babaknya.
Tim yang mampu berkolaborasi dengan baik, memanfaatkan kekuatan masing-masing anggotanya, dan menerapkan strategi yang terencana dengan matang akan memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan kompetisi.
Menghadirkan mahasiswa dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia dan juga kampus luar negeri ternama, kompetisi ini menginspirasi dan memotivasi. Partisipasi dari berbagai institusi pendidikan ini memberikan kesempatan bagi para peserta untuk memperluas jaringan, bertukar ide, dan mendapatkan wawasan baru yang berharga.
Dengan demikian, Clash of Champions tidak hanya menjadi sebuah kompetisi, tetapi juga sebuah perayaan akan kemampuan, dedikasi, dan semangat belajar yang tinggi. Sayangnya, banyak juga kalangan, terutama di antara para remaja, yang mencemooh kompetisi ini. Mereka berpendapat bahwa Clash of Champions hanyalah ajang pamer kesombongan bagi anak-anak pintar.
Pandangan ini mencerminkan ketidakpuasan mereka yang merasa bahwa acara tersebut kurang inklusif dan hanya memberikan sorotan pada mereka yang memiliki keunggulan akademis. Hal tersebut tidak sepenuhnya tepat. Justru dengan adanya Clash of Champions, kita bisa mulai belajar lagi dan membuktikan bahwa tidak ada kata terlambat untuk meningkatkan kemampuan diri.
Jika memang merasa matematika bukanlah keahlian kita, maka hanya perlu penggalian lebih dalam tentang minat dan bakat kita serta mengasahnya secara konsisten. Kegigihan adalah kunci utama untuk menjadi seperti Axel, Sandy, Xaviera, Shakira, Maxwell dan lainnya, meskipun mungkin bidang keahlian kita sangat berbeda dari mereka.
Sebaliknya, banyak juga yang mulai tertarik dengan matematika, khususnya para ayah dan ibu muda. Bukan lagi untuk diri sendiri, orang tua muda ini berharap anak-anak merekalah yang nantinya jago dalam matematika dan bisa menembus perguruan tinggi bergengsi.
Bagaimanakah langkah konkret untuk membentuk anak-anak yang cerdas matematika seperti peserta Clash of Champions? Ada beberapa tips menurut penulis. Pertama, Kenali anak sejak dini. Yang perlu digarisbawahi adalah, tidak semua anak diciptakan dengan kecerdasan matematika.
Menurut psikolog Howard Garner, ada delapan tipe kecerdasan manusia yaitu kecerdasan visual-spasial, linguistik-verbal, logis-matematika, kinestetik, musikal, interpersonal, intrapersonal dan naturalistik. Jika anak-anak tidak menonjol pada matematika dan lebih menonjol pada kecerdasan lainnya, sebaiknya orang tua tidak memaksa melainkan mengembangkan tipe kecerdasan yang telah dimiliki anak tersebut.
Kedua, Pastikan anak mendapatkan waktu yang cukup untuk bermain bebas. Pada usia 0-7 tahun, otak anak hanya mampu untuk berpikir konkret. Bermain bebas di lingkungan sekitar dengan mengamati berbagai hal, menyentuh benda-benda, mendengarkan, dan aktif bergerak merupakan hal-hal yang dibutuhkan oleh otak anak. Tidak perlu terburu-buru memberikan worksheet pada anak di usia ini.
Ketiga, Atur dan batasi penggunaan gadget. Penggunaan gadget terutama jika hanya digunakan untuk menonton video-video pendek tidak disarankan karena hal itu memberikan stimulasi terus-menerus dan berdampak adiksi pada anak. Menonton video singkat dengan konten adiktif dapat memberikan efek dopamin secara kontinu pada otak anak yang sedang berkembang. Akibatnya, pre frontal cortex, bagian otak yang digunakan untuk dapat berpikir logis dan mengambil keputusan tidak dapat berkembang optimal.
Ketiga, Bacakan buku pada anak sejak kecil agar anak suka membaca. Membaca dan memahami bacaan membuat anak terbiasa untuk berpikir dan menarik kesimpulan. Hal ini merupakan salah satu skill yang diperlukan dalam bermatematika.
Keempat, Ajak anak bermain game di dunia nyata. Bermain game merupakan tantangan yang dapat meningkatkan daya saing anak. Selain itu, game juga dapat membantu meningkatkan kecerdasan anak. Bermain lego atau puzzle dapat melatih kecerdasan visual-spasial. Game mengingat kartu dapat meningkatkan daya ingat. Permainan sudoku sederhana dapat melatih kemampuan matematis pada anak.
Kelima, Kenalkan anak pada pola. Banyak hal di dalam matematika dapat diselesaikan dengan mudah ketika kita mengetahui polanya. Sebuah rumus pun, didapat dari mengenali pola lalu membuktikannya. Sebuah pola tidak harus mengenai bilangan, bisa berupa huruf atau gambar.
Keenam, Hindari tekanan.Hal yang terpenting untuk dapat mengoptimalkan kecerdasan matematika adalah dengan membuat anak suka dan mencintai matematika. Untuk itu, orang tua diharapkan untuk tidak memberikan pressure pada anak. Anak yang mendapat tekanan untuk memenuhi ekspektasi orang tua justru tidak akan berkembang dengan baik.
Ketujuh, Istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi. Ini juga memberikan sumbangsih yang besar dalam kecerdasan anak. Pastikan anak mendapatkan waktu tidur yang cukup dan berkualitas terutama di malam hari. Berikan makanan sehat lengkap yang mengandung protein, karbohidrat, mineral dan vitamin alih-alih junk food atau makanan kemasan.
Kedelapan, Berikan dukungan pada anak.Saat anak memperlihatkan minatnya terhadap matematika, berikan dukungan dan juga fasilitas untuk anak. Bisa melalui buku, kursus, dan mengajak anak untuk ikut berkompetisi. Namun, perhatikan juga mengenai mental anak. Anak yang siap berkompetisi adalah yang telah mampu kalah tanpa terlalu kecewa, dan menang tanpa jumawa.
Dengan beberapa langkah di atas, orang tua dapat membantu mengembangkan potensi matematika anak secara optimal. Pendekatan yang tepat akan menumbuhkan kecintaan terhadap matematika, memotivasi anak untuk terus belajar, dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan akademis seperti Clash of Champions dengan percaya diri.(*)