Terlihat baik-baik saja, ternyata tidak baik juga. Belajar dari sebuah kisah tragis satu keluarga di Pakis, Kabupaten Malang. Keluarga yang disebut-sebut tidak ada masalah, terlihat baik-baik saja. Ternyata menyisakan pilu yang mendalam. Menyesakkan dada.
Usai diduga membunuh istri dan salah satu putrinya, seorang suami yang berprofesi sebagai guru mengakhiri hidupnya. Belum jelas motifnya, masih dalam penyelidikan lebih lanjut polisi. Benarkah keluarga yang tampak bahagia ini berakhir tragis seperti itu?
Sang suami yang ditemukan warga masih hidup sebelum meninggal di Rumah Sakit, memberi pesan menyayat hati untuk satu putrinya yang dibiarkan hidup. Tak bisa dibayangkan hancurnya hati gadis 13 tahun itu melihat ayah, ibu dan adiknya meninggal tak wajar.
“Kakak Jaga Diri. Papa, Mama, Adik pergi dulu. Nurut Uti, Kung, Tante dan Om. Belajar yang Baik. Uang Papa Mama untuk pemakaman jadi satu. love you kakak (Papa)”. Si Kakak dibiarkan hidup untuk membaca pesan ini. Dalam kondisi trauma psikologis.
Terus terang, saya masih tak habis pikir dengan kejadian yang satu ini. Meski sebenarnya, kasus pembunuhan keluarga atau aksi seperti di Pakis itu bukan kali pertama ini terjadi. Saya sangat ingin mengetahui, apa sebenarnya motif peristiwa ini?
Narasi yang muncul di beberapa berita, pria ini dikenal baik dan tidak neko-neko alias tidak aneh-aneh. Dia seorang guru SD yang selama ini memiliki track record baik. Kepala sekolahnya menyebut mengenal pria itu sebagai seorang dengan kepribadian yang baik.
Hingga kali terakhir ia bertemu, sehari sebelum kejadian, tidak ada hal aneh yang ditunjukkan oleh si bapak guru yang diduga menghabisi istri dan putrinya itu. Selama ini dikenal sangat baik dan tidak memiliki masalah dengan sesama rekan kerjanya.
Beberapa warga juga menyebut si guru ini sering datang ke masjid, sebagai penanda bisa dikatakan ahli ibadah. Tapi kenapa harus disebut sebagai ‘pembunuh’, lalu mengakhiri hidupnya sendiri. Sesuatu yang bertolak belakang dengan kondisi yang digambarkan.
Padahal sehari sebelum kejadian atau dalam seminggu terakhir, tak ada tanda-tanda keluarga ini bermasalah. Menurut Ketua RT setempat, keluarga ini terbilang aman-aman saja. Saya lihat foto keluarga ini juga tampak bahagia, pasangan suami istri dengan dua putri kembarnya.
Sang istri yang meninggal dengan kondisi mulut berbusa, tidak ditemukan bekas fisik yang menunjukkan adanya pemaksaan. Perempuan ini dikenal aktif dalam bisnis menerima pesanan kue. Bahkan sebelum kejadian, sempat berbelanja bahan kue karena ada pesanan.
Banyak yang suka dengan kue bikinan perempuan bernasib tragis ini. Khusus kue bolen pisangnya, jadi best seller. Saya baca di akun instagramnya @yoiki_culinary, banyak review positif untuk kue bikinannya. “Bakalan kangen sama bolen pisangnya,” di kolom komentar.
Posting terakhir di IG 5 Desember 2023. Bahkan dari sebuah komentar diketahui sehari sebelum kejadian, ibu dua anak kembar itu masih membuat status open order kue. Sehingga banyak yang tak percaya, jika dia punya niatan untuk sengaja mengakhiri hidup.
“Apa mungkin orang yang berniat bundir, besoknya repot-repot mau menerima orderan, apa itu semacam rencana dadakan,” komentar nitizen keheranan. Untuk itu, nitizen meyakini si istri ini dibunuh suaminya, meski dugaan ini juga masih diragukan.
“Motifnya apa sih, sepertinya semua baik-baik saja, anak-anaknya semua ceria, kenapa kalau jalan pilihannya seperti itu harus mengajak anaknya,” komentar nitizen yang lain. Memang masih menjadi teka-teki. Menjadi sebuah misteri.
Benarkah si suami yang meminumkan racun pada istri dan satu putrinya? Mungkinkah si istri dan si anak yang mengakhiri sendiri, disusul si suami? Kenapa si kakak dibiarkan hidup dan membaca pesan dari papanya itu? Benarkah ini memang aksi bunuh diri?
Ada satu misteri yang perlu dipecahkan atau lebih tepatnya ditemukan adalah keberadaan HP milik suami. Kabarnya HP tersebut rusak pada hari Minggu, 10 Desember 2023. Atau dua hari sebelum kejadian maut menewaskan tiga orang dalam satu kamar.
Bisa jadi, ditemukannya HP itu memberi titik terang. Termasuk sempat munculnya dugaan, kasus ini terkait utang yang melilit si suami. Bahkan sempat dikaitkan juga dengan utang pinjol. Meski hingga saat ini sulit untuk membuktikan itu. Belum jelas jumlah utangnya.
Perihal utang yang disebut-sebut juga terkait dengan pembayaran uang rumah kontrakan, rasanya juga kurang kuat. Keluarga dan tentangganya melihat kondisi ekonomi keluarga ini sepertinya tidak ada masalah. Pembayaran kontrak rumah juga lancar.
“Selama tujuh tahun bersama keluarganya mengontrak, tidak ada permasalahan saat membayar uang sewa. Bayarnya tertib. Per tahun Rp 6,5 juta. Setelah dua tahun, dia sendiri yang menaikkan harga sewanya jadi Rp 7 juta. Padahal kami tidak pernah meminta naik,” ujar Dasiyem, 64.
“Mereka mengaku kalau kerasan tinggal di rumah kontrakan. Bahkan, kalau ada rejeki, mau dibeli sekalian,” imbuh Dasiyem, 64, pemilik rumah kontrakan. Lalu apa sebenarnya yang membuat keluarga ini pergi selamanya, dan meninggalkan satu anak?
Sepertinya ada misteri di HP rusak yang hilang. Saya coba berandai-andai terkait HP rusak itu, yang mungkin saja menjadi pemicunya. Misal si suami ‘memaksa’ minta uang pada istrinya untuk beli HP baru. Atau ada ‘sesuatu’ di HP itu yang diketahui oleh istrinya.
Bisa juga HP rusak terkait utang pinjol, dan kemungkinan lainnya. Menjadikan suami depresi, menyebabkan pertengkaran sengit, disaksikan salah satu anak pasutri ini, lalu terjadilah peristiwa memilukan itu. Apa iya begitu? Entahlah!
Itu hanya berandai-andai saja, karena mungkin HPnya memang benar-benar rusak. Motifnya bukan karena HP rusak. Apalagi dari awal disebutkan, keluarga ini terlihat baik-baik saja. Termasuk urusan ekonomi, disebut tidak ada masalah.
Meski tak ada jaminan, yang terlihat baik-baik saja, memang benar-benar baik. Para pakar berpendapat bahwa kasus bundir disebabkan banyak faktor yang saling terkait, tidak pernah disebabkan oleh faktor tunggal. Bunuh diri merupakan salah satu kasus serius yang sering terlupakan.
Selain kasus di Pakis, tiga hari berselang, terjadi bundir di kampus UB. Seorang anak perempuan ditemukan meninggal di lantai 4 gedung Filkom. Lanjut, Sabtu (16/12) ada lagi seorang laki-laki ditemukan bundir di kebun jeruk Karangploso.
Mengakhiri hidup adalah ekspresi yang dicetuskan oleh ketidak mampuan individu dalam mengatasi stres dan hampir 90 persen individu yang melakukannya dan berusaha untuk bunuh diri, mempunyai kemungkinan mengalami gangguan mental yaitu depresi.
Terdapat beberapa tanda peringatan bunuh diri yang terlihat kasat mata maupun tersirat, seperti, berbicara keinginan untuk mengakhiri hidup. Mencari cara untuk bunuh diri. Berbicara tentang merasa putus asa atau tidak punya tujuan. Berbicara tentang merasa terjebak atau sakit yang tidak tertahankan
Berbicara tentang merasa menjadi beban bagi orang lain. Menjadi pemabuk atau menggunakan narkoba. Bersikap cemas, mudah marah, atau sensitif. Kurang tidur, atau terlalu banyak tidur. Menarik diri dan merasa terisolasi. Menunjukkan kemarahan atau berbicara tentang keinginan balas dendam.
Menunjukkan perubahan mood yang drastic. Semakin banyak tanda-tanda yang terlihat pada seseorang, semakin besar risikonya. Jika seseorang yang menunjukkan tanda-tanda peringatan bunuh diri, jangan tinggalkan orang itu sendirian. Perlu diawarkan bantuan, dan berikan ruang bercerita.
Bagi yang merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segeralah berkonsultasi ke pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan mental terdekat. Jangan putus asa. Curhatlah!
Ya coba bercerita, bisa kepada teman atau keluarga. Bisa juga kepada tokoh agama, dengan mengikuti pengajian atau kajian agama. Atau bisa curhat di medsos, jika memang itu memberi manfaat dan meringankan beban depresi. Maka curhatlah!
Yakin bahwa depresi dan gangguan kejiwaan dapat pulih, khususnya dengan bantuan profesional kesehatan mental. Mulailah dengan curhat, setidaknya curhatlah securhat-curhatnya kepada Allah. Pasti ada solusinya, selama tidak putus asa. (*)
-Advertisement-.