spot_img
Saturday, June 14, 2025
spot_img

Dari Batik Bekas Jadi Busana Masa Kini untuk Gen Z

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Fashion Designer Padukan Budaya dan Gaya

MALANG POSCO MEDIA-Di balik lembaran batik dan tumpukan baju bekas, Leni Indah Sari menemukan suaranya. Bukan sekadar suara mode, tapi suara jati diri. Perempuan muda asal Lombok Timur ini tengah meniti langkah penuh tekad sebagai desainer muda di Kota Malang, dengan semangat membawa batik dan budaya lokal naik kelas, menembus selera Gen Z.

Lahir dari keluarga konveksi, Leni memang tumbuh dalam ruang-ruang berisi benang dan kain. Namun ia memilih jalannya sendiri: mendesain pakaian yang bukan hanya layak pakai, tapi juga punya cerita.

“Awalnya saya cuma bantu ilustrasi desain untuk desainer-desainer lokal. Project kecil, komunikasi langsung. Tapi dari situlah saya belajar banyak,” kenangnya. Kala itu, ia masih mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.

Setelah lulus, ia tak memilih jalur insinyur, melainkan terjun penuh ke dunia fesyen. Pandemi sempat menghambat langkahnya, tapi tak memadamkan api di dalam dirinya. Tahun demi tahun, ia terus merancang, mencoba, gagal, bangkit, dan kini siap merilis butik ready-to-wear pertamanya.

Namun bukan butik glamor yang ia bayangkan. Leni justru ingin butiknya menjadi rumah bagi batik yang tampil muda dan kasual. Outer batik, jaket thrift, sepatu lukis, hingga parfum edisi khusus—semua lahir dari hasrat menjembatani budaya dengan gaya hidup masa kini.

“Saya ingin batik tidak hanya dipakai di acara resmi. Tapi juga bisa dipakai hangout, ngopi, bahkan nongkrong. Harus bisa nyambung dengan Gen Z,” ujarnya.

Visinya jelas: melawan citra ‘jadul’ yang masih menempel pada batik. Ia menciptakan outer yang ringan dan berkarakter, memadukan potongan modern dengan motif klasik. Ia bekerja sama dengan pemilik toko thrift dan pengrajin lokal, membangun jejaring kreatif kecil tapi kuat.

Ia juga mulai merambah produk lifestyle seperti tas, topi, dan bahkan desain kemasan parfum. “Fesyen itu bukan cuma soal baju. Tapi juga cara orang merasa nyaman dan percaya diri,” ucapnya.

Meski usianya baru 26 tahun, Leni punya pemikiran tajam tentang dunia industri. Ia paham, membangun brand tak cukup dengan kreativitas saja. Harus ada kemampuan membaca tren, manajemen produksi, dan tentu saja: strategi pemasaran.

“Desainer di Malang sering terjebak di pasar yang itu-itu saja. Saya ingin kita juga punya visual dan positioning yang kuat, kayak brand dari Bandung atau Jakarta,” tegasnya.

Ia sadar, tren fast fashion dan budaya thrift bisa jadi tantangan. Tapi di saat yang sama, juga peluang. “Anak muda sekarang suka eksplorasi gaya. Kalau dikasih produk yang bagus, relevan, dan punya cerita, mereka pasti mau mencoba,” tambahnya.

Kini Leni tengah menyiapkan debut butik sekaligus merampungkan koleksi perdana. Ia tak hanya ingin menjual produk, tapi juga menciptakan pengalaman. Kolaborasi, katanya, jadi kunci.

“Saya percaya kolaborasi bisa bikin kita tumbuh bareng. Bukan cuma soal bisnis, tapi juga membangun kultur kreatif di Malang. Biar anak-anak muda lain juga ikut naik,” pungkasnya, dengan mata yang memancarkan semangat tak biasa.

Dari studio kecilnya di sudut kota, Leni sedang menulis kisahnya sendiri. Bukan hanya sebagai desainer, tapi sebagai perempuan muda yang berani membawa budaya ke ruang-ruang yang lebih muda, lebih luas, dan lebih hidup. (rex/aim)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img