Luciana Febriani mengoleksi boneka dari berbagai negara. Lebih dari 1.500 boneka dimilikinya. Beberapa di antaranya merupakan boneka-boneka tua yang limited edition. Dia pun membuka kafe dengan konsep jadul, menyajikan menu-menu zaman dahulu.
======
MALANG POSCO MEDIA- Dimulai dari hobi Cece Luci, sapaan akrab Luciana Febriani mengoleksi boneka. Kini jumlahnya lebih dari 1.500 buah. Menurut dia, boneka-boneka tersebut memiliki nilai estetika tersendiri yang bisa membuat kagum. Juga menyenangkan saat dipandang.
“Suka sejak kecil. Sejak kecil sudah senang main boneka. Tapi tergila-gila hingga bisa mengoleksi ribuan boneka baru beberapa tahun terakhir. Karena memang mereka ini imut dan lucu. Punya nilai estetika sendiri,” terangnya kepada Malang Posco Media.
Ia mulai gandrung dengan boneka dan memiliki niat mengoleksi saat sembilan tahun lalu atau sekitar tahun 2014. Cece Luci mencari boneka tidak hanya yang indah, tetapi juga beberapa memiliki cerita sejarahnya tersendiri.
“Hunting pertama koleksi boneka asal Indonesia yang cukup terbilang jadul, di sini ada yang usianya sekitar100 tahun. Kalau tidak salah itu pertama produksi tahun 1890-an. Selebihnya ada yang di tahun 1950 hingga 1960-an,” tutur wanita asli Tulungagung ini.
Beberapa koleksi yang dimilikinya hasil berburu ke luar negeri. Seperti Australia, Amerika, Jepang dan paling banyak berasal dari Jerman. Beberapa di antaranya merupakan koleksi dari Annette Himstedt Dolls & Doll Playsets. Koleksi pertamanya boneka tua pemberian dari sang oma.
“Dulunya punya anaknya oma, tapi meninggal saat umurnya masih kecil. Sempat disimpan lama oleh beliau. Akhirnya beliau memberikan amanah kepada saya untuk merawat boneka itu,” ungkapnya.
Menurutnya boneka pemberian sang oma tersebut unik. Terbuat dari bahan porselin yang sudah lama. Sehingga memiliki nilai tersendiri. Boneka-boneka koleksi Luciana di tata sedemikian rupa di etalase yang ada di sebuah ruangan.
“Ini belum semua, 1.500 itu yang terhitung saat sedang ditata di etalase. Banyak juga yang masih di dalam kardus-kardus. Namanya hobi ya, jadi kadang suka kalap sendiri kalau pas lihat ada yang bagus,” jelasnya.
Koleksi bonekanya beberapa merupakan replikasi dari boneka-boneka terkenal seperti Annabelle, Chucky, dan beberapa tokoh Disney lainnya. Namun tak sedikit boneka-boneka itu berasal dari pengrajin langsung dengan desain yang limited edition.
“Ada yang limited, cuman kalau dari segi tahun masih baru. Produk dari Jerman. Harganya bisa mencapai Rp 30 juta per buahnya. Tapi sudah lengkap semua, ada sertifikat juga yang berisi nama dan kapan kelahiran atau tahun dibuatnya,” ujarnya.
Boneka-boneka tersebut beberapa memiliki nama, baik yang diberi nama langsung oleh kolektor atau perajin boneka maupun dinamai sendiri oleh wanita kelahiran tahun 1980 itu. Ia ingin mengubah mindset masyarakat terkait boneka-boneka yang terkesan horor.
“Sebenarnya ingin menunjukan ke masyarakat, mereka ini cuman boneka, tak ada horor sama sekali. Kan banyak ya di luaran sana yang kemakan film, seperti annabelle dan chucky, terkesan bonekanya jadi horor bisa bunuh orang. Padahal ini benda mati, tak bisa bergerak,” katanya.
Selain memiliki koleksi boneka, ia juga membuka sebuah kafe dengan ciri khas tersendiri. Salah satunya banyak koleksi bonekanya yang ditata di ruangan kafe. Sehingga para pengunjung bisa berinteraksi dengan boneka-boneka.
“Kepikiran dulu, kenapa tidak buat cafe yang di dalamnya ada koleksi-koleksi boneka. Jadi pengunjung bisa datang langsung dan menikmati hidangan sembari bermain dengan berbagai koleksi boneka saya,” ucap ibu dua anak itu.
Tercetusnya Kafe Golekan yang artinya Kafe Boneka, baru saja dibuka pada akhir tahun 2022 lalu. Kata Golekan merupakan pemberian dari mendiang suami Luci. Ia menawarkan makanan-makanan tradisional ala rumahan dengan camilan nostalgia.
“Ada camilan jadul, yah biar mereka bisa bernostalgia. Makanya dari interior juga di sini banyak koleksi jadul seperti lukisan, papan nama, juga beberapa hiasan yang saya dapat dari kolektor barang-barang tua,” imbuh alumnus Universitas Katolik Widya Karya Malang.
Para pengunjungnya pun beragam, mulai dari mahasiswa, dewasa hingga orang-orang tua. Mereka ingin merasakan sensasi nongkrong dengan ditemani koleksi-koleksi tua dan boneka-boneka dari berbagai negara.
“Respon positif sejauh ini sih. Dari masyarakat sekitar juga mendukung, mereka tak takut sama sekali. Ya mungkin pas awal-awal saja ya karena melihat boneka dengan bentukan seperti manusia, lama-lama juga mereka malah senang. Pengunjungnya juga tak hanya dari Malang, beberapa dari luar kota juga ada. Penasaran mungkin, karena satu-satunya kafe yang punya konsep seperti ini,” terangnya. (adam malik/van)