Aliefien Primianti, Aremanita Perajin Bordir Blacu Asal Mojolangu
Di sudut Kota Malang yang sejuk, tepatnya diperumahan Dwiga Regency Kelurahan Mojolangu ada sebuah rumah yang tak pernah sepi dari bunyi jarum mesin bordir yang beradu dengan kain. Di sanalah Aliefien Primianti, perempuan kelahiran 9 April 1973 menenun mimpinya menjadi nyata. Lewat tangannya, kain blacu polos berubah menjadi karya seni bernilai tinggi yang sudah menembus pasar internasional.
MALANG POSCO MEDIA – Perjalanan Aliefien bermula di garasi rumah kos tahun 1996. Dengan modal keterampilan yang ia pupuk sejak kecil, ia membuat kerajinan tangan dari bahan sederhana. Tiga tahun kemudian, produk daur ulangnya mulai dilirik. Namun, titik balik terjadi pada 2001, saat ia memutuskan fokus menggarap bordir blacu dengan motif bunga-bunga kecil khas Indonesia.
Nama Galeri Maharani Embroidery Handicraft lahir, membawa cita rasa lokal yang lembut namun kuat. Produk-produknya beragam: baju, mukena, kipas, sarung bantal, taplak meja, hingga bedcover. Motif bunga menjadi identitas yang membuat karyanya dikenali di berbagai pameran, termasuk ajang internasional di Korea, Malaysia, Rusia, dan Australia.
Pelanggan setianya pun bukan orang sembarangan. Ibu Negara Iriana Jokowi, Ny. Titik Soeharto, dan Ny. Mufida Jusuf Kalla pernah memesan karyanya. Ibu-ibu TNI/Polri, perusahaan, dan acara resmi pun kerap menjadi pelanggan tetap.
“Bu Iriana Joko Widodo membeli produk saya berupa kipas,” lanjut Pipin.
Ia juga menyampaikan, dirinya melihat peluang usaha produk yang dihasilkan untuk kebutuhan acara di lingukungan TNI-Polri seperti serah terima jabatan (Sertijab).
“Kalangan ibu-ibu TNI dan Polri pada acara sertijab membutuhkan cenderamata yang exclusive dalam waktu cepat dengan jumlah banyak,” lanjutnya.
Di samping itu untuk perusahan- perusahan, baik diberikan kepada pelanggan, mitra, maupun rekan kerja pada setiap event. Produk Pipin telah dipamerkan di berbagai acara di tingkat nasional dan internasional.
Di balik kesuksesan itu, Aliefien memegang teguh prinsip berbagi. Ia mempekerjakan lebih dari 50 pegawai tetap dan 10 pegawai borongan, sebagian besar ibu-ibu sekitar, saudara, dan anak panti asuhan. Ia juga rutin memberikan pelatihan keterampilan bagi masyarakat dan kelompok PKK.
Para pegawai tersebar sesuai bagiannya masing-masing. Ada yang di galeri, packaging, dan adapula yang di pabrik bordir. “Dalam satu bulan, kami mampu memproduksi kurang lebih seribu pieces produk suvenir bordir,” kata Pipin.
Selain itu, ia juga memberikan kesempatan kerja kepada anak panti asuhan Bina Putra Bululawang dengan membuat bunga payet dan tasbih serta memberi pelatihan kepada masyarakat seperti ibu-ibu PKK. Tak hanya di aspek sosial, Pipin juga memperhatikan betul dari aspek lingkungan limbah yang ditimbulkan dari kerajinannya. Perempuan yang hobi membaca dan bermain basket itu mengaku, bekerjasama dengan bank sampah Malang untuk limbah yang tidak bisa diolah. Ia menjadikan usahanya bukan hanya ramah pasar, tapi juga ramah bumi.
Dicontohkan juga, pengelolaan limbah seperti sisa potongan busa angin digunakan sebagai bahan bakar pengganti minyak, sisa potongan kain mukena dibuat kipas dan baju, serta sisa potongan kain loper dibuat tutup gelas.
Pipin menjelaskan, mulai kecil dirinya sudah menyukai hobi keterampilan. Dengan inovatif, ia selalu berusaha membuat suatu produk dengan melihat tren yang ada.
“Pada tahun 1994 setelah lulus kuliah, saya bekerja di toko besi sebagai tenaga pembukuan selama tiga bulan,” cerita Pipin kepada Malang Posco Media, Minggu (10/8) kemarin.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu kemudian bekerja di perusahaan sprey dan bedcover sebagai tenaga desain dan potong kain selama tiga bulan juga.
Pada tahun 1996, Pipin mendapat tawaran untuk mengelola sebuah rumah kos oleh keluarganya. Pipin mengatakan, selama mengelola kos, banyak waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan hobinya pada bidang handcraft.
“Dengan memanfaatkan garasi kos sebagai galeri, saya bersama adik mulai mengembangkan Galeri Maharani,” imbuhnya.
Awalnya Pipin berkreasi menciptakan produk melalui daur ulang seperti daun, lilin, dan sabun untuk suvenir. Pada tahun 1999 produk ini banyak diminati.
“Kemudian tahun 2001 saya mendapat order suvenir berbahan blacu dan bordir berupa tempelan kulkas serta kipas dari seorang dokter di Malang,” kata ibu dua anak ini.
Pipin kemudian melakukan pewarnaan pada bahan blacu. Namun ia mengalami kesalahan sebanyak tiga kali. Dengan ketekunan dan kreatifitas, suami dari Jamaluddin tersebut kemudian membordir blacu bermotif bunga.
“Blacu dibordir bermotif bunga kecil hasilnya cantik. Sejak saat itu saya jatuh hati pada blacu dan bordir yang merupakan ciri khas Indonesia,” tuturnya.
Sejak saat itu pula Pipin memfokuskan kerajinan pada blacu dan bordir. Ini yang menjadi produk unggulan dan ciri khas Galeri Maharani Embroidery Handicraft sampai sekarang.
Deretan penghargaan menghiasi perjalanannya, konsistensi tampil di Inacraft sejak 2007, masuk 40 besar wanita wirausaha Femina Mandiri 2012, hingga juara Harapan 2 HKG PKK Nasional. Namun bagi Aliefien, penghargaan terbesar adalah saat melihat senyum puas pelanggan dan kebanggaan para pekerjanya.
“Bagi saya, bordir bukan sekadar bisnis. Ini adalah cara saya menjaga warisan budaya, memberdayakan orang sekitar, dan membuktikan bahwa karya lokal bisa berbicara di panggung dunia,” ujarnya sambil menatap rapi deretan kain blacu yang siap dibordir.
Dari sebuah garasi kos sederhana, karya Aliefien kini telah melanglang buana. Dan setiap helai kain yang ia hasilkan selalu membawa pesan: keindahan, ketekunan, dan cinta yang dijahit dengan sepenuh hati. (khalqinus taaddin/aim)