Bermula dari karnaval desa, karya Fitrah Firmansyah menembus pasar dunia. Perajin kostum karakter ini memberdayakan warga sekitar rumah dan teman-temannya. Kini ia terus giat agar ekonomi kreatif tumbuh subur di desa.
Jari jemarinya Fitrah Firmansyah kembali sibuk. Perajin kostum karakter di Desa Gondanglegi Kulon Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang itu mulai bangkit setelah sebelumnya terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Berbagai perayaan yang menggunakan kostum unik karyanya mulai ramai. Ditemui di kediamannya, pria berusia 42 tahun itu tengah menata sejumlah detail kecil di kostum monster buatannya. Sembari asyik melakukan aktivitas itu, ia banyak bercerita. Apa yang dicapainya kini bukan instan. Sebab siapa sangka dia yang awalnya iseng membuat kostum untuk keperluan karnaval desa, kini menjadi penghasilan utama.
Bapak dua anak itu memulai belajar membuat kostum beberapa tahun lalu. Dia tak terlalu ingat kapan diminta membantu memeriahkan karnaval desa tempat tinggalnya. Agustusan yang biasa-biasa saja akhirnya dihadirkan olehnya kostum-kostum unik dari beberapa kostum hewan hingga monster hingga superhero.
“Saat pertama buat kostum untuk karnaval. Tetapi belum bagus, seadanya. Lama kelamaan tahun ke tahun bikin terus tapi tidak produksi seperti sekarang,” katanya.
Dia lalu memikirkan apa yang dilakukannya ini merupakan peluang usaha. Bahkan bisa berkelanjutan. Tetapi saat itu ia masih bingung tentang banyak hal. Termasuk bagaimana memasarkan, atau untuk apa kostumnya dibayar. Hal tersebut karena selama ini karyanya dipakai karnaval di desanya.
“Akhirnya ada yang tahu, teman saya mengajak selain ikut karnaval ternyata ada lomba cosplay. Saya didorong ikut lomba,” ceritanya.
Setelah mengikuti lomba, kostum buatannya meraih penghargaan. Sejak itu Fitrah mulai dikenal sebagai pembuat kostum. Tepatnya antara tahun 2017 dan tahun 2018 banyak lomba yang diikuti. Dia cukup sering meraih juara di lomba-lomba cosplay.
Fitrah akhirnya mengikuti beberapa lomba di luar kota, seperti Surabaya dan sekitarnya. Semakin lama, kostum yang dibuatnya semakin banyak dan menumpuk di rumah. Waktu itu dia mencari cara agar ada yang dihasilkan selain mengikuti lomba. Akhirnya membuka persewaan kostum.
“Saat itu sempat sepi lomba. Akhirnya merambah ke sewa kostum. Mulai bikin lagi yang pertama disewakan cosplay. Tak tahu ada namanya kostum apa waktu itu. Karena biasanya membuat bebas saja tapi terkonsep seperti bentuk monster buaya, tapi sudah lama sekali tidak ingat,” kata Fitrah.
Dari banyaknya kebutuhan cosplay yang diketahui melalui media sosial. Saat itu dia banyak belajar meningkatkan skill membuat kostum karakter lebih baik dan beragam. Sebab dia memahami bahwa kebutuhan kostum saat ini bukan hanya untuk kostum yang biasa dia buat yakni monster atau kostum karnaval. Melainkan banyak kebutuhan kostum anime atau kartun, game, dan banyak lagi. Satu kostum yang disewakan biasanya dihargai sewa Rp 200 ribu, Rp 500 ribu hingga jutaan rupiah.
Dia lalu merambah dunia pameran, kostun karakter aliens yang dibuatnya menjadi yang pertama dipamerkan. Hingga akhirnya semakin dikenal. Tak lama dari itu, pesanan pembuatan kostum mulai berdatangan. Ia sempat kesulitan beberapa kali dalam beberapa pesanan khusus. Seperti permintaan yang unik dan belum pernah dilihat sebelumnya.
Karya Fitrah punya kekhasan tersendiri. Yakni diproduksi secara handmade. Atau tanpa bantuan mesin khusus. Bahan-bahan yang dipakainya terbuat dari beberapa macam, seperti yang paling banyak dari busa hati atau biasa disebut busa topi. Selain itu juga membutuhkan beberapa ornamen detail yang harus terpasang untuk menambah keunikan kostum buatannya.
Karena banyak pesanan, warga sekitar rumah dan teman-temannya diajak membantu mengerjakan kostum dengan imbalan upah. Sebab pembuatan kostum yang rumit kerap bisa memakan waktu yang cukup lama. Minimal, kata Fitrah, sepekan untuk kostun sederhana. Sedangkan kostum dengan ukuran besar dan kerumitan tinggi bisa mencapai satu bulan lamanya.
“Lalu saya ajak teman jadi tim kalau pesanan banyak. Biasanya ada tiga sampai lima orang,” katanya.
Total secara kasar yang dia dapat omzetnya sebulan mulai dari Rp 70 juta hingga ratusan juta rupiah. “Selama sebelum pandemi September sampai November Rp 150 juta ada, sewa dan order pembuatan. Sekarang sudah banyak pesaing harga juga banyak yang murah. Tetapi saya percaya rejeki sudah diatur,” katanya.
Kadang jika ramai musim karnaval, Fitrah bisa mendapatkan pesanan paket tim. Satu kali pesanan bisa 30 kostum. Terkadang dalam satu tim ada delapan kostum sama. Ia juga memberikan potongan harga pada pemesanan berjumlah banyak. Hal itu agar pelanggannya tetap setia. Dia juga terus mengasah kemampuannya, menerimanya pesanan beberapa kali dengan ukuran besar. Misalnya robot Bumblebee dari serial Transformers pernah dibuat.
Lambat laun mempromosikan produk kostum melalui media sosial dan mendapatkan pesanan banyak dari luar kota. Dia juga mendapatkan pesanan dari berbagai negara di Asia, Eropa hingga Amerika. Sempat kebingungan bagaimana caranya mengirim kostum buatannya. Barulah ia memhami dari para klien luar negeri, kostum yang dibuatnya dikemas dengan cara khusus.
“Kalau negara lain sudah pernah ke Sydney Australia, Belgia, Amerika. Saya melalui DM Instagram dapat permintaan. Dari belajar pemasaran ke luar negeri, sekarang juga akhirnya tahu bagaimana caranya mengurangi penggunaan bahan berlebihan. Akhirnya tidak terlalu berat dipakai dan juga saat pengiriman,” tuturnya.
Berat satu kostum, kata Fitrah, bisa mencapai 10 hingga 40 kilogram, tergantung bahan dan detail. Kini, dia sudah memiliki koleksi hingga 200 lebih kostum di kediamannya. Beberapa di antaranya sering disewa dan dipakai untuk gelaran festival.
Fitrah kembali semangat usai terpuruk selama pandemi dan harus mencari penghasilan lain. Sempat membuka warung kopi, namun hanya bertahan tiga bulan lamanya.
Kini pesanan kembali membanjiri media sosial miliknya. Permintaan sewa dan pembuatan banyak dilayani bersama rekan-rekannya. Ia juga ingin terus memberdayakan teman-teman di sekitarnya dan tidak menutup kemungkinan mereka akan membuka usaha mandiri. Bagi Fitrah apa yang dilakukannya kini mampu menjadi sandaran hidup. Ia ingin terus berkarya dan menghidupkan industri kreatif dari pelosok desa. (m prasetyo lanang/van)