MALANG POSCO MEDIA – Pendidikan adalah hal yang paling utama bagi anak. Orang tua pasti berusaha keras agar bisa mendapatkan akses pendidikan bagi anak-anaknya di sekolah negeri. Mulai dari tingkat SD, SMP, hingga SMA/SMK. Bahkan ke jenjang perguruan tinggi di Indonesia.
Ironisnya masih ada sekolah negeri yang sampai kekurangan pagu siswa. Data yang disampaikan Dinas Pendidikan Kota Malang, tahun 2025 ini untuk jenjang SD, masih ada sekolah-sekolah yang pagunya kurang. Utamanya di Kecamatan Sukun dan Lowokwaru.
Kekurangan siswa itu beragam. Namun ada yang sampai kekurangan sampai 40 siswa. Meski diklaim penyelenggaraan lebih baik dari tahun 2024 lalu, namun masih adanya kekurangan siswa menimbulkan beragam pertanyaan.
Apakah sistemnya yang masih menyulitkan para calon siswa ataukah ada persoalan lain yang masih harus menjadi pekerjaan rumah Dinas Pendidikan setempat. Apalagi tahun 2024 lalu, ada satu sekolah yang hanya mendapatkan satu siswa saja hingga pendaftaran ditutup.
Tak hanya di jenjang SD, di jenjang SMP dan SMA/SMK faktor kekurangan siswa juga harus menjadi perhatian serius. Kalau semua sistem penerimaan siswa baru dikerjakan oleh sistem, maka yang terjadi adalah banyaknya calon siswa yang bakal terlempar. Meski saat ini sudah menggunakan sistem domisili menggantikan sistem zonasi.
Butuh pendekatan-pendekatan yang lebih humanis untuk bisa mengakomodir calon siswa yang sudah bertekad melanjutkan sekolah. Jangan sampai gara-gara sistem yang mengukur jarak sekolah dengan domisili tak sesuai, akhirnya sang anak putus asa dan tak mau bersekolah. Karena sekolah yang dituju adalah impiannya.
Cara berpikir masyarakat sangat sederhana. Misal calon siswa berada di dalam satu kecamatan, namun ternyata saat mendaftar jalur domisi, tidak lolos. Maka bila ini terjadi, panitia pendaftaran dan kepala sekolah yang bersangkutan harus segera membuat ‘kebijakan’ khusus. Tentunya kebijakan ini sudah dikonsultasikan dengan Dinas Pendidikan di wilayah setempat. Kalau tidak, maka perubahan kebijakan apapun, baik zonasi maupun domisili tak akan dianggap berpihak kepada masyarakat. Itu selama masih ada masyarakat yang menjadi korbannya, tak bisa sekolah di tempat terdekat domisilinya. Tujuan utama jalur domisili adalah pemerataan akses pendidikan. Bila tidak, maka pendidikan anak yang dikorbankan.(*)