spot_img
Thursday, May 15, 2025
spot_img

Decision Maker Pendidikan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Mei identik dengan bulan pendidikan lantaran hari pendidikan nasional dilangsungkan dengan meriah. Semoga hal ini bukan hanya rutinitas tahunan bagi sektor pendidikan yang merayakannya. Sebenarnya seperti apa keadaan pendidikan saat ini? Apakah benar baik-baik saja atau justru patut menjadi kewaspadaan bersama yang tak berujung? Tidak ada tuntutan lebih secara pribadi, namun marwah pendidikan secara utuh wajibnya menjadi pemikiran seluruh komponen masyarakat.

          Mengutip dari berbagai jurnal, bahwa untuk memperoleh pendidikan yang baik harus memiliki pula beberapa obyek yang tersedia secara layak. Sumber daya manusia yang menaungi sebagai pilar pendidikan yakni pendidik dan peserta didik serta prasarana yang memiliki kesiapan yang layak. Apakah ini sudah terpenuhi semuanya? Atau hanya menjadi masalah siklis dan pembahasan yang tak berujung di tingkatan paling bawah yakni masyarakat.

-Advertisement-

Kesiapan Pendidik

          Sepertinya tidak ada permasalahan serius terkait pendidik di Indonesia, namun perlu dicatat standarisasinya bahwa pendidik wajib menyelesaikan pendidikan S-1 nya. Berkaca pada data pendidik di Indonesia pada tahun ajaran 2023/2024 yang belum memiliki ijazah S-1 sebanyak 260.000, sedangkan total keseluruhan pendidik mencapai 3,36 juta atau dalam prosentase sekitar 7,7 persen pendidik masih belum berijazah S-1 (databoks,9/10/2023). Hal ini belum sesuai dengan amanat undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen yang mewajibkan pendidik memiliki pendidikan minimal S-1.

          Pekerjaan rumah lainnya terkait status kepegawaian pendidik itu sendiri. Pendidik yang masih berstatus honorer masih sering kita jumpai pada sekolah yang berstatus negeri. Jumlah pendidik honorer menurut catatan adalah 1 juta orang (tempo.co./10/11/2023).

          Sedangkan pengangkatan honorer menjadi PPPK masih di angka 800 ribu. Sebuah pekerjaan rumah tersendiri, meskipun beberapa pendapat ahli menyatakan bahwa pendidikan adalah investasi untuk generasi sebuah bangsa. Dan investasi itu pula dikatakan tidak kenal kata mahal.

Tantangan Peserta Didik

          Arus perkembangan informasi serta teknologi kekinian telah menggiring manusia pada pola budaya baru. Pengaruh media sosial yang sangat tinggi mungkin terlihat sederhana tapi rasa malas dan tidak produktif yang diciptakan sangat mengerikan.

          Istilah saat ini dikenal sebagai Brain rot atau mengacu pada kondisi di mana seseorang merasa pikirannya tumpul, tidak fokus, atau terbuang sia-sia karena terlalu lama mengonsumsi konten berulang, tidak produktif, atau absurd.        Filter budaya dan pengetahuan lah yang nantinya menangkis setiap masing-masing individu untuk berdampingan dengan teknologi. Hal terburuk efek ini sangat  berbahaya jika sudah masuk ranah pada peserta didik jika teknologi informasi masuk tanpa pendampingan yang jelas dan terarah saat menggunakan media sosial.

          Dengan kiasan gawai cerdas dan teknologi kini ada di tangan nyata menjadi tren di kalangan generasi muda. Semua dimensi mungkin wajib mewaspadai akan hal ini, tidak hanya generasi muda, namun manusia dewasa. Sedangkan kini kita semakin akrab usia peserta didik mulai sekolah dasar telah akrab dengan gawai cerdas. Siapakah yang bisa mencegah pasar gawai cerdas ini?

          Sementara Australia sudah memastikan Undang-Undang terkait batasan usia mengakses media sosial minimal berumur 16 tahun berlaku mulai Desember 2025. Tidak main-main pelanggar Undang-Undang ini bisa dikenakan denda 50 juta dolar Australia.

Keadaan Prasarana Pendidikan

          Prasarana pendidikan juga menjadi salah satu faktor tercapainya pendidikan yang baik dan bisa berlaku normal. Ruang kelas, sanitasi, ruang perpusatakaan, laboratorium dan penunjang internet yang baik menjadi bagian tak terpisahkan. Fasilitas atau prasarana yang baik kemungkinan terciptanya pendidikan yang lebih baik bisa diraih.

          Namun kenyataan membawa kita mengernyitkan dahi. Jumlah sekolah yang mengalami kerusakan prasarana pada tahun ajaran 2023/2024 sejumlah 150.830 unit dengan rincian  meliputi 121.011 SD, 22.048 SMP, dan 7.771 SMA (portal data Kemendikdasmen, 15/10/2024).

          Prasarana ini menjadi penting ketika proses belajar mengajar dilangsungkan, bukan tanpa sebab studi dari Rina Susanti yang dipublikasikan pada 7 Mei 2024 bahwa kualitas sarana yang baik berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Lingkungan belajar yang memadai dapat meningkatkan motivasi, keterlibatan siswa, dan mendukung pencapaian akademik yang lebih baik.

          Dikuatkan pula referensi bahwa ruang kelas yang nyaman dan aman menciptakan lingkungan belajar yang menarik bagi siswa,  memungkinkan  mereka  untuk  fokus  pada  materi  pembelajaran  dan  berinteraksi  dengan baik   dengan   guru   dan   teman   sekelas (Redjeki, Narimawati, et al., 2021).

          Sepertinya decision maker di bidang pendidikan sangatlah dibutuhkan untuk menangani pekerjaan rumah yang luar biasa ini. Dengan misi penyelamatan generasi dan pendidikan adalah investasi terbaik bangsa mungkin menjadi pelecut semangat.

          Solusi nyata dari perjuangan honorer, baik pendidik maupun tenaga kependidikan yang sekian puluh tahun mengabdi di lembaga negeri, penyelematan generasi muda dari bahaya brain rot, dan terpenuhinya prasarana pendidikan yang baik di perkotaan ataupun pedesaan agar tidak terjadi ketimpangan.(*)

-Advertisement-.

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img