spot_img
Wednesday, June 26, 2024
spot_img

Demi Keselamatan, Jemaah Diminta Patuhi Waktu Lontar Jumrah

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA– Setelah mabit di Muzdalifah, jemaah haji diberangkatkan ke Mina, untuk selanjutnya menunaikan wajib haji, yaitu melontar jumrah, Minggu (16/6). Demi keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan ketertiban dalam melontar jumrah, Pemerintah Arab Saudi telah mengatur waktu melontar bagi jemaah haji setiap negara.

Jemaah haji harus mengikuti ketentuan waktu tersebut dan menghindari waktu – waktu larangan. Penentuan waktu lontar jumrah ini merupakan ikhtiar untuk melindungi jemaah agar dapat menjalankan prosesi ini dengan lancar dan aman.

Anggota Media Center Kementerian Agama Widi Dwinanda menyampaikan, Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah menetapkan jadwal lontar jumrah bagi jemaah haji Indonesia.

“Penetapan jadwal ini dalam rangka memberikan perlindungan dan kelancaran pergerakan jemaah haji saat lontar jumrah,” kata Widi.

Berikut jadwal lontar jumrah jemaah haji Indonesia :

1) Tanggal 10 Zulhijah

Pukul 00.00 – 04.30 WAS dan Pukul 10.00 – 00.00 WAS

Pada tanggal ini, jemaah haji Indonesia dilarang lontar pada pukul 04.30 – 10.00 WAS

2) Tanggal 11 Zulhijah

Pukul 05.00 – 11.00 WAS

Pukul 11.00 – 17.00 WAS

Pukul 17.00 – 00.00 WAS

3) Tanggal 12 Zulhijah

Pukul 00.00 – 05.00 WAS

Pukul 05.00 – 10.30 WAS

Pukul 14.00 – 18.00 WAS, dan

Pukul 18.00 – 00.00 WAS

4) Tanggal 13 Zulhijah

Pukul 00.00 – 05.00 WAS, dan

Pukul 05.00 – 17.00 WAS

Ia mengatakan, setelah beristirahat cukup di tenda Mina, jemaah melontar jumrah Aqabah dengan tujuh kerikil. Lalu dilanjutkan  bercukur atau Tahallul Awal. “Bagi laki-laki diutamakan mencukur gundul, sedangkan wanita cukup memotong rambutnya sepanjang ruas jari. Setelah tahap ini, jamaah dapat lepas ihram dan diperbolehkan memakai pakaian biasa,” kata Widi.

Mengutip penjelasan Buku Manasik Haji yang diterbitkan Kementerian Agama, Widi menyampaikan, melontar jumrah adalah melontar batu kerikil ke arah jumrah Ula, Wustha dan Aqabah dengan niat mengenai objek jumrah (marma) dan kerikil masuk ke dalam lubang marma. Melontar jumrah dilakukan pada hari Nahar dan hari Tasyrik.

“Hukum melontar jumrah adalah wajib. Bila seseorang tidak melaksanakannya dikenakan dam atau fidyah. Bagi jemaah yang berhalangan, melontar jumrah dapat dibadalkan oleh orang lain,” terang dia.

“Melontar jumrah harus sesuai dengan urutan yang benar, yaitu mulai jumrah Ula, Wustha dan Aqabah. Lontar jumrah dilakukan satu per satu kerikil. Melontar dengan tujuh kerikil sekaligus dihitung satu lontaran. Pastikan kerikil mengenai marma dan masuk lubang,” sambungnya.

Ia menjelaskan, jemaah haji yang mengalami uzur syar’i diperbolehkan mengakhirkan lontar jumrah. Caranya, jemaah melontar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah secara sempurna sebagai pengganti lontaran hari pertama.

“Setelah itu, jemaah mengulang kembali lontar jumrah Ula, Wustha dan Aqabah secara berurutan sebagai qadha hari kedua. Bagi jemaah Nafar Tsani, dapat menuntaskan lontaran hari terakhir,” jelas dia.

Ia melanjutkan, bagi jemaah yang berhalangan, melontar jumrah dapat dibadalkan oleh orang lain dengan salah satu cara yaitu pertama: orang yang mewakilkan orang lain melontar jumrah, agar terlebih dulu melontar untuk dirinya sendiri sampai sempurna masing-masing tujuh kali lontaran, mulai dari jumrah Ula, Wustha dan Aqabah.

“Kemudian orang tersebut kembali melontar untuk yang diwakilinya mulai dari jumrah Ula, Wustha, dan Aqobah, dan jumrah Aqabah,” tuturnya.

Cara yang kedua, kata Widi, orang yang mewakilkan orang lain melontar jumrah Ula terlebih dulu untuk dirinya sendiri sampai sempurna masing-masing tujuh kali lontaran. Kemudian melontar lagi tujuh kali lontaran untuk yang diwakili tanpa harus terlebih dulu menyelesaikan jumrah Wustha dan jumrah Aqabah.

“Demikian seterusnya untuk tindakan yang sama di jumrah Wustha dan jumrah Aqabah,” ucapnya.

Selama di Mina, ia berpesan, jemaah untuk fokus melakukan aktivitas ibadah dengan cara memperbanyak zikir, mengingat dan mendekat kepada Allah, mengagungkan asma Allah, baik dengan bertakbir, membaca Al-Qur’an, membaca kalimat tauhid, dan wirid-wirid lainnya.

“Selingi zikir dengan berdoa kepada Allah, karena Mina termasuk tempat mustajab. Langitkan doa-doa dan harapan terbaik bagi pribadi, keluarga dan untuk bangsa kita tercinta,” pesannya.

Selama di Mina, ujar Widi, jemaah diimbau untuk menghindari aktivitas yang bisa menyebabkan kelelahan, makan tepat waktu, minum obat dan suplemen yang dibutuhkan.

“Minum air putih untuk menjaga kebugaran dan hidrasi tubuh serta istirahat yang cukup. Segera hubungi dokter jika merasa ada keluhan kesehatan”, ungkapnya.

Bila tidak ada keperluan mendesak, Widi mengimbau jemaah sebaiknya tetap berada di tenda dan upayakan memakai masker selama di luar tenda, mengingat kawasan Mina yang padat dan berdebu.

“Kenali dengan baik identitas dan jalur menuju tenda masing-masing agar tidak tersesat. Jangan segan dan sungkan untuk meminta bantuan petugas bila menemukan kesulitan,” katanya.

“Selalu berada dalam rombongan regu maupun kloternya saat dalam perjalanan menuju jamarat, jangan memisahkan diri. Jangan tergesa-gesa berjalan menuju jamarat dan saat kembali ke tenda. Selain untuk menghemat tenaga juga mempertimbangkan jemaah lain dalam rombongannya, khususnya jemaah wanita, disabilitas dan lansia,” tandasnya.

PPIH, kata Widi, telah menempatkan petugas di sepanjang jalur menuju jamarat. Di sejumlah titik terdapat petugas kesehatan yang bersiaga menangani jemaah yang membutuhkan penanganan medis. PPIH juga menyiapkan ambulance di area jamarat bila ada jemaah yang harus mendapat tindakan medis lebih lanjut.

Seperti dilaporkan wartawan Malang Posco Media, H Buari dari Mina, jarak lokasi lempar jumrah dengan maktab Indonesia sekitar 3 hingga 4 kilometer. Sehingga untuk jemaah lansia, harus dibatalkan. Pembimbing haji memutuskan jemaah yang bisa berangkat lempar, dan jemaah harus tinggal di tenda. Hal ini untuk menjaga keamanan dan keselamatan jemaah, serta efisiensi rombongan dalam lempar jumrah. Lantaran selama perjalanan dan kondisi di lokasi lempar jumrah, bercampur dengan jamaah dari negara lain. “Selama perjalanan menuju tempat lempar itu tidak bisa istirahat dan tidak ada tenaga medis, jadi kita putuskan yang berangkat, tidak ada opsi memilih demi keselamatan, karena lempar jumrah bisa dibadalkan,” ungkap H  Abdus Syakur, Pembimbing KBIHU Al Huda Wajak. (bua/jon/van)

spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img