MALANG POSCO MEDIA- Desakan usut tuntas Tragedi Kanjuruhan tak akan kendor. Tim Gabungan Aremania (TGA) kirim surat resmi kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
Salah satu poinnya berkaitan kepentingan korban yang menewaskan 135 orang itu. Yakni mengungkap penyebab kematian korban yang bisa dipastikan dengan ekshumasi maupun pemeriksaan luka-luka.
Menurut Jubir TGA Hans Budi Prianto, surat tersebut disampaikan sejak Kamis, 27 Oktober. “Kami meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur melalui jaksa peneliti perkara untuk memberikan petunjuk (P-19) kepada penyidik Polri melengkapi berkas perkara dengan melaksanakan proses ekhumasi-otopsi terhadap korban meninggal dunia. Ini demi upaya pengusutan tuntas kasus Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022,” jelasnya.
Dalam suratnya, Hans meminta Kajati Jawa Timur dan jajarannya bekerja profesional, akuntabel dan transparan dalam proses pra-penuntutan hingga penuntutan kasus Tragedi Kanjuruhan.
“Kami juga meminta penelitian secara objektif dan faktual terhadap berkas perkara yang telah dilimpahkan penyidik Polda Jatim. Sehingga bisa mengungkap kebenaran kasus Tragedi Kanjuruhan,” bebernya.
Pengungkapan kebenaran kasus tersebut pun menyangkut banyak hal. Ia menyebutkan, setidaknya ada lima yang harus diungkap. Yakni penyebab kematian dan luka korban Tragedi Kanjuruhan, lalu melakukan rekontruksi di Stadion Kanjuruhan dengan sebenar-benarnya dan menggunakan pasal yang tepat.
“Objektivitas tersebut juga untuk menemukan tersangka lainnya yang wajib turut bertanggung jawab dan segera dilakukan penahanan. Selanjutnya mencari alat bukti yang kuat dan saksi yang kompeten lagi. Sebab, nyatanya penyidik Polda Jatim selama ini sembrono dan penuh kepentingan,” tambahnya.
Pada poin kedua surat yang diberikan, TGA juga menuntut Jaksa Agung melakukan supervise sejak dini hingga proses hukum Tragedi Kanjuruhan tuntas. “Ini demi menjaga marwah lembaga Adhyaksa, sekaligus menjalankan amanat Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus ini seadil-adilnya,” terang dia.
Sementara itu, secara rinci Tim Hukum TGA Anjar Nawan Yusky, SH menyebutkan pihaknya memang meminta dan mendesak kepada Kejati Jawa Timur agar segera memberikan petunjuk (P19) kepada penyidik Polri. P19 ini untuk melaksanakan proses ekshumasi – otopsi korban meninggal dunia supaya dapat ditemukan penyebab pasti kematian para korban.
Menurutnya Kejati Jawa Timur juga harus segera memberikan petunjuk (P19) kepada pihak penyidik Polri untuk melakukan proses pemeriksaan luka (visum et repertum) kepada para korban yang mengalami luka–luka. Tujuannya supaya dapat ditemukan penyebab pasti luka yang diderita oleh para korban tersebut.
“Hal tersebut kami mintakan kepada pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur karena sejak awal kami telah mendorong dan meminta secara terbuka kepada pihak Polri, dalam hal ini Polda Jatim. Namun sampai saat ini belum juga dilaksanakan dengan alasan pihak keluarga korban yang meninggal dunia tidak memberikan izin,” kata dia.
Padahal dijelaskannya, apabila mengacu ketentuan dalam pasal 134 KUHAP dan 135 KUHAP yang pada pokoknya mengatur bahwa pemeriksaan bedah mayat atau otopsi dilaksanakan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian peradilan, mestinya dapat dipahami bahwa izin atau persetujuan dari keluarga korban bukanlah suatu keharusan. “Justru apabila keluarga korban merasa keberatan sudah menjadi kewajiban penyidik untuk menerangkan secara jelas maksud dan tujuan dilakukannya proses otopsi,” terangnya.
Tim kuasa hukum TGA lantas melihat beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Misal kasus kematian enam orang anggota FPI dan kasus pembunuhan Brigadir Josua hutabarat, ternyata pihak kepolisian dapat langsung melakukan proses otopsi.
“Dan dalam banyak pemberitaan di berbagai media pihak kepolisian selalu konsisten menyatakan bahwa persetujuan keluarga dalam melakukan proses otopsi bukanlah suatu keharusan atau syarat untuk dapat dilaksanakannya otopsi. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam proses hukum Tragedi Kanjuruhan ini tidak diperlakukan demikian? ” tanya Anjar.
Selain itu Anjar mengatakan jika mencermati rekomendasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang dipimpin langsung Menkopolhukam Mahfud MD yang dibentuk Presiden Joko Widodo, pada bab V bagian rekomendasi bagi Polri huruf H sudah jelas dan tegas.
Yakni melakukan otopsi terhadap pasien yang meninggal dengan ciri-ciri yang diduga disebabkan oleh gas air mata, guna memastikan faktor-faktor penyebab kematian.
“Oleh karena itu sudah semestinya Polri dan Kejaksaan RI menghormati dan mematuhi rekomendasi yang telah disampaikan oleh TGIPF yang dibentuk langsung Presiden RI,” pungkasnya. (ley/van)