4.000 Permohonan Menumpuk di DPUPRPKP Kota Malang
MALANG POSCO MEDIA, MALANG- Ada kurang lebih 4.000 perizinan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) dan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) di Kota Malang menumpuk dan tak kunjung selesai. Hal ini menyebabkan keluhan bermunculan. Terkai ini, kemarin Komisi C DPRD Kota Malang memanggil Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPRPKP) Kota Malang.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Malang H Ahmad Wanedi mengungkapkan beberapa pekan terakhir muncul banyak keluhan mengenai hal ini. Diketahui proses birokrasi yang dilalui warga cukup panjang dan menyulitkan.
“Memang menurut laporan yang masuk ke kami banyak hambatan. Terlebih bagi pengurus izin yang bangunannya masuk risiko rendah. Contohnya rumah-rumah kecil, di perumahan bahkan di kampung. Ada proses yang dianggap sangat menyulitkan,” tegas Wanedi.
Untuk itulah kemarin DPUPRPKP Kota Malang diminta mengidentifikasi apa-apa saja yang menjadi hambatan. Dan seberapa banyakah permohonan izin PBG dan SLF yang menumpuk dan bagimana kondisinya saat ini.
Wanedi mengungkapkan audiensi kemarin kemudian dapat menginventarisir duduk permasalahan. Dan dalam waktu dekat akan segera ditidaklanjuti. Salah satunya pembentukan regulasi khusus.
“Kami identifikasi tadi, ini secepatnya akan kami susun bersama-sama program apa yang bisa kami buat dan formulasikan,” tegas poltisi PDI Perjuangan itu.
Sementara itu Kabid Cipta Karya DPUPRPKP Kota Malang Ade Herawanto mengungkapkan setidaknya ada 4 ribuan permohonan izin PBG dan SLF yang masih menumpuk. Rinciannya 2 ribuan permohonan SLF dan 2 ribuan sisanya permohonan izin PBG yang masih menumpuk belum terselesaikan di Kota Malang.
Meski begitu Ade menegaskan proses perizinan PBG maupun SLF tidak hanya berada di DPUPRPKP saja. Proses yang harus dilalui warga selain ke DPUPRPKP juga menuju Dinas Ketenagakerjaan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker PMPTSP) juga. Dan beberapa dinas terkait lainnya jika bangunan masuk kategori risiko tinggi.
“Tapi yang memang jadi masalah, keluhannya ada di permohonan izin gedung yang risiko rendah. Rumah-rumah hunian kecil. Misalnya hanya 72 meter persegi, itu butuh proses sidang dengan TPA (Tim Profesi Akademisi). Ini yang dirasa tidak perlu. Kami juga merasa seperti itu,” tegas Ade.
Dari audiensi dengan legislatif, DPUPRPKP dan Komisi C akan bersama-sama merumuskan sebuah regulasi. Yang nanti bisa dituangkan dalam Ranperda Penyelenggaraan Bangunan Gedung (PBG) yang masih dibahas saat ini. Kemudian secara teknis akan dituangkan dalam Perwal.
Dengan ini, beberapa aturan atau proses brikorasi yang dianggap terlalu menyulitkan akan disederhanakan. Tentu dipastikan tetap berada pada jalur undang-undang yang berlaku. (ica/aim)