MALANG POSCO MEDIA, KOTA BATU – Menparekraf RI, Sandiaga Salahudin Uno mengumumkan 75 Desa Wisata Terbaik se Indonesia bulan Maret lalu. Sebanyak delapan desa wisata di Jawa Timur meraih Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023. Hal ini membuat Jatim menjadi wilayah dengan desa wisata terbaik dan terbanyak se-Indonesia.
Delapan Desa Wisata Terbaik di Jawa Timur Peraih ADWI 2023 diantaranya Desa Wisata Kampung Heritage Kajoetangan (Kota Malang), Desa Wisata Edelweiss Wonokitri (Kab Pasuruan), Desa Wisata Kebangsaan Wonorejo (Situbondo), dan Desa Wisata Duren Sari Sawahan (Trenggalek).
Selain itu ada pula Desa Wisata Ketapanrame (Kab Mojokerto), Desa Wisata Bira Tengah (Sampang), Desa Wisata Sendang (Pacitan) dan Desa Wisata Bowele (Kab Malang). Namun sayangnya Kota Batu yang hampir setiap desa/kelurahan memiliki Desa Wisata tak mampu menembus 75 Desa Wisata Terbaik sejak tahun 2021.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua I DPRD Kota Batu, Nurochman angkat bicara. Cak Nur, sapaan akrabnya menilai jika desa wisata di Kota Batu dalam pengerjaannya lebih banyak dipaksakan. Namun dalam pengelolaan dan pendampingan belum mendapatkan perhatian serius.
“Terkait prestasi Desa Wisata kami menilai kalau SKPD terkait yakni Disparta lebih banyak melakukan seremonial. Artinya Pemerintah Desa/Kelurahan dan masyarakat didorong untuk membuat Desa Wisata. Namun pengelolaan dan pendampingan keberlanjutan belum menjadi perhatian,” ujar Cak Nur kepada Malang Posco Media, Minggu (16/4) kemarin.
Pengelolaan yang belum maksimal tersebut, lanjut dia, membuat Desa Wisata di Kota Batu terkesan ramai di awal. Padahal yang terpenting dalam Desa Wisata adalah pengelolaan dan kelembagaan agar bisa hidup dan berkembang.
“Harusnya ada yang di prioritaskan sesuai potensi yang menarik dan berbeda yang ada di desa/kelurahan. Setelah itu eksekutif melakukan pendampingan yang berkelanjutan bagi desa tersebut. Secara tidak langsung Desa Wisata bisa berdampak bagi perekomian warga sekitar dan mampu bersaing atau menjadi alternatif destinasi wisata dengan wisata buatan yang ada di Kota Batu,” terangnya.
Tidak hanya itu, Cak Nur juga menilai bahwa sampai saat ini belum ada penerapan Perda Desa Wisata dalam pengembangan Desa Wisata. Sehingga hal tersebut membuat pengembangan Desa Wisata di Kota Batu jalan ditempat.
“Terpenting lagi pembangunan kepariwisataan di daerah perlu diatur dalam sebuah regulasi yang diarahkan untuk peningkatan kualitas lingkungan, sosial budaya dan ekonomi.
Karena itu, Kota Batu perlu memilik rencana induk pariwisata daerah sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan yang lebih terarah tidak sekedar launching tanpa di ikuti dengan langkah kongkrit sebuah program,” tegasnya.
Bukan hanya Desa Wisata, pengembangan potensi produk UMKM di 24 Desa/Kelurahan di Kota Batu sangat beragam juga hanya menjadi seremonial atau hanya menjadi pemanis dalam setiap kegiatan yang digelar. Hal itu disampaikan oleh Kepala Desa Junrejo, Andi Faisal Hasan.
“Kami menilai kalau pelaku UMKM hanya dijadikan alat pemanis seremonial oleh dalam setiap kegiatan yang digelar. Contohnya seperto Jambore Desa Wisata Maret lalu di Rest Area Jalibar Desa Oro-Oro Ombo, Kota Batu yang menampilkan produk tiap desa/kelurahan hanya penuh saat seremonial saja,” terangnya.
Ia menceritakan, banyak pelaku UMKM yang mengeluh. Pasalnya acara tersebut hanya ramai saat pembukaan saja karena banyak tamu undangan. Namun setelah seremonial selesai banyak stand UMKM yang tutup karena sepi.
“Hal seperti ini kerap terjadi setiap kegiatan. Ini karena tidak ada masyarakat luar ke tempat tersebut dan orang-orang yang diundang hanya melihat produk Umkm dan tidak membeli produk. Sehingga tidak ada yang membeli produk UMKM yang ditampilkan di sana,” keluhnya.
Dengan permasalahan tersebut, pihaknya tidak ingin pelaku UMKM hanya menjadi pelengkap. Apalagi setiap kegiatan Pemerintah Desa/Kelurahan diminta mendatangkan produk terbaik. Namun sekali lagi produk tersebut belum tentu laku.
“Kami sarankan agar setiap menggelar sebuah event bisa digarap serius. Sehingga ada output dari kegiatan tersebut, seperti produk yang laku terjual,” ungkapnya.
Menurut Faisal, pelaku UMKM memiliki pangsa pasar namun peran pemerintah harus hadir. Karena bagaimanapun juga, pelaku UMKM, termasuk di Dusun Rejoso, Desa Junrejo mewakili citra Kota Batu. Karena setiap ada event mereka dilibatkan mewakili daerahnya. (eri/udi)