MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Dewan Pers mengundang perwakilan media, akademisi, pemerintah daerah serta konstituennya di Malang Raya dalam rangka diskusi publik di Ruangan Bright, Haris Hotel Malang, Jumat (13/10). Diskusi dengan tema ‘Pemantauan Media dan Jurnalisme Berkualitas’ ini adalah upaya Dewan Pers untuk menjajaki ‘hidupkan’ kembali pemantauan media.
Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers, Asmono Wikan dalam sambutannya mengatakan urgensi dari pemantauan media dan jurnalisme menjadi salah satu hal yang cukup penting saat ini. Hal tersebut nantinya berkaitan dengan konten jurnalisme berkualitas yang dihasilkan oleh para awak media.
“Kami sengaja datang ke Malang, mengundang media pers, akademisi dan pemerintah di Malang untuk menyatukan kembali ada satu fungsi dalam Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers pasal 17 terkait dengan pengamatan dan pengawasan media,” ujar Wikan mengaku Dewan Pers sebelumnya sudah melakukan diskusi serupa di beberapa kota.
Sebelumnya di Semarang, Medan, Surabaya, Solo dan Yogyakarta. Dilanjutkan di Malang, menjadi kota terakhir. Dewan Pers berupaya menggali masalah, mencoba mengidentifikasi kebutuhan dan mendengarkan usulan-usulan dari perwakilan masyarakat. Mulai dari konstituen, praktisi media, akademisi, korporasi, bahkan pemerintah turut dilibatkan dalam diskusi ini.
Hadirnya diskusi ini untuk mendorong aktivasi kelompok-kelompok masyarakat dalam melakukan pemantauan terhadap pers. Menyusul kegiatan pemantauan media di Indonesia saat ini seakan ‘hidup segan mati tak mau’. Lantaran tak banyak lagi lembaga-lembaga pemantau media yang masih aktif menjalankan peran kontrol sosial, menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers.
“Mudah-mudahan Malang juga memberikan andil dalam diskusi ini, karena Malang jadi putaran akhir perjalanan diskusi ke beberapa kota yang telah kami lakukan sebelumnya. Kami datang untuk meminta masukan strategis dari teman-teman terkait perlu tidaknya pemantauan media itu dilakukan, di tengah-tengah media yang menurut kata Presiden sedang tidak baik-baik saja,” terangnya.
Salah satu output besar yang diharapkan dari diskusi tersebut adalah membuat semacam regulasi yang menjadi cikal bakal terbentuk kembali lembaga ataupun aktivitas-aktivitas pemantau media di Indonesia. Harapannya, media dapat menghasilkan konten dan produk jurnalisme yang berkualitas untuk dikonsumsi masyarakat luas.
Wikan menyampaikan bahwa rumusan-rumusan yang didapatkan dari diskusi ini menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan Dewan Pers ke depannya. Semua rumusan yang telah didapatkan nantinya ditinjau kembali saat diskusi nasional yang akan digelar secara daring dan mengundang seluruh media, akademisi serta pemerintah dalam diskusi bersama kembali.
Sementara itu, diskusi di Ruangan Bright, Haris Hotel Malang berjalan cukup seru, masing-masing perwakilan mengutarakan pendapatnya. Seperti perwakilan dari Malang Posco Media, Buari yang mempertanyakan urgensi adanya pemantau media. Menurutnya, saat ini masyarakat sudah sangat jeli dan kritis dalam menilai konten media.
Wartawan Utama yang kini menjabat sebagai Manajer Digital Malang Posco Media ini menyampaikan, peran Dewan Pers sebenarnya sudah cukup dalam mengontrol media, terutama melalui verifikasi media dan uji kompetensi wartawan. “Kami sepakat jurnalisme memang harus berkualitas, kalau pun ada pemantau, aturan mainnya harus jelas,” ungkapnya.
Menanggapi itu, Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro penyampaikan bahwasanya pemantauan media merupakan kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan kerja jurnalistik oleh media, baik wartawan maupun perusahan pers. Hal ini berbeda dengan tugas Dewan Pers.
“Harus digaris bawahi ada perbedaan antara pemantau media serta pengawas media. Pemantau media merupakan bagian dari pelaksanaan peran masyarakat dalam menegakkan kemerdekaan pers menuju kehidupan masyarakat yang demokratis. Kalau Pengawas media lebih ke kelembagaan yang dibentuk oleh negara untuk melakukan pengawasan media,” ujarnya.
Menurut Sapto, panggilan akrabnya, saat ini pemantau media sudah mulai menurun bahkan menjadi salah satu ekosistem pers yang seolah-olah sudah mati. Sehingga perlu adanya suatu tindakan yang dilakukan untuk kembali menghidupkan pemantau media.
“Dari pertemuan ini kita akan lanjutkan dengan diskusi lanjutan yang lebih besar di pertemuan nasional, dari sana nanti muncul rekomendasi-rekomendasi dan usulan, kemudian kami akan buatkan SK (Surat Keputusan) atau SE (Surat Edaran) sehingga nanti saling terbuka antara media, Dewan Pers dan pemantau media,” terangnya.
Sebelum diskusi di Malang, Dewan Pers telah mengumpulkan ada 15 poin rekomendasi untuk pembentukan pedoman pemantauan media. Secara umum di Malang tidak ada perubahan dari rekomendasi tersebut, hanya sedikit revisi redaksional. Plus ada satu tambahan poin penting terkait dengan pembiayaan dari lembaga pemantauan media jika nantinya disahkan.
Berikut 16 poin diskusi bersama Dewan Pers di Kota Malang:
1. Pemantau media tetap dibutuhkan bagi publik sesuai dengan Pasal 17 UU Pers.
2. Pemantauan media dilakukan untuk memastikan publik mendapatkan konten jurnalistik yang berkualitas.
3. Pemantauan media secara konstitusional dapat dilakukan oleh perorangan maupun institusional.
4. Publik secara perorangan memiliki hak konstitusional untuk ikut melakukan pemantauan media dengan memanfaatkan akses komunikasi yang disediakan oleh Dewan Pers.
5. Objek pemantauan lembaga pemantau media tidak terbatas pada konten, melainkan juga proses produksi jurnalistik, dampak pemberitaan, dan iklan di media bersangkutan.
6. Objek pemantauan media termasuk pada penggunaan/pemakaian bahasa tulis di semua platform media.
7. Hasil pemantauan media antara lain berupa publikasi (buku, laporan, dll) dapat digunakan oleh pemangku kepentingan untuk memperkuat kualitas jurnalisme, sarana pembelajaran tentang jurnalisme, dan penguatan profesionalisme pers.
8. Hasil pemantauan media seyogyanya digunakan oleh Dewan Pers untuk memberikan penghargaan kepada media yang telah menjalankan praktik jurnalisme berkualitas.
9. Setiap pemantau media mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
10. Dewan Pers setiap tahun wajib menerbitkan rekomendasi berdasarkan hasil pemantauan media kepada seluruh pemangku kepentingan.
11. Hasil monitoring menjadi dasar untuk menyusun indeks pers berkualitas.
12. Pengumuman hasil pemantauan media dapat dilakukan oleh lembaga pemantau media bersama Dewan Pers.
13. Setiap pemantau media mendaftarkan diri di Dewan Pers.
14. Kriteria dan mekanisme pemantauan media akan dirumuskan lebih lanjut oleh Dewan Pers bersama pemangku kepentingan.
15. Semua kegiatan yang dilakukan oleh pemantau media harus sejalan dengan kemerdekaan pers.
16. Sumber pendanaan pemantau media bisa berasal dari negara dan atau lembaga lain yang tidak mengikat. (dam/bua)