KRISIS Rohingya masih berlanjut. Bahkan sudah memasuki tahun kelimanya. Krisis ini telah mendapatkan sorotan dari dunia internasional. Sayang, posisi para pengungsi yang abstrak membuat negara lain seperti ASEAN dan PBB kesulitan membantu. Kendala muncul karena berbenturan langsung dengan urusan dan kedaulatan Myanmar.
Lokasi kiris ini bermula dan berujung pada isu kemanusian yaitu pengungsi Rohingya. Salah satu lokasi negara yang dijadikan tujuan oleh para pengungsi ialah Bangladesh. Bertempat di wilayah Cox’s Bazar. Secara geografis berbatasan dengan Myanmar. Para pengungsi bermigrasi menuju wilayah terdekat yang lebih kondusif.
Pemerintah Bangladesh mengambil langkah, membuat wilayah khusus dengan penjagaan ketat untuk pengungsi Rohingya. Tujuan baik Bangladesh ini justru membuat para pengungsi Rohingya tersiksa. Dibalik perlindungan yang diberikan Bangladesh, dianggap sebagai penjagaan yang super ketat.
Hak asasi mereka dibatasi oleh Pemerintah Bangladesh. Penggusuran toko milik para pengungsi menyebabkan akses terhadap mata pencaharian menjadi terputus. Akibatnya, kaum perempuan dari para pengungsi menjadi rentan terhadap isu – isu seperti pengeksploitasian dan kekerasan. Seperti kebakaran di kamp pengungsian Maret 2022.
Serangan dari kelompok bersenjata yang ada di Bangladesh, membuat Mohibullah, pemimpin para pengungsi terbunuh. Hingga kini penyelidikannya belum terungkap. Bangladesh sebagai negara yang menyediakan wilayah aman untuk dijadikan kamp pengungsian, seharusnya mampu untuk menjamin dan menjaga keamanan para pengungsi.
Ketika banyak negara mengetahui kurangnya perlakuan baik yang tidak layak dari Bangladesh terhadap para pengungsi Rohingya, membuat mereka mulai mengurangi bantuan bahkan ada yang memilih untuk tidak meneruskan program bantuan untuk para pengungsi, baik bantuan dana maupun fisik dan tenaga.
Beberapa negara, termasuk PBB menjadi enggan karena apa yang dilakukan oleh Pemerintah Bangladesh tidak mencerminkan sikap yang menjunjung tinggi perdamaian dan hak asasi manusia. Tindakan yang dilakukan Bangladesh juga dianggap tidak masuk akal karena membuat kamp khusus sebagai bentuk perlindungan dan bantuan.
Namun disisi lain justru bentuk tindakan mereka dinilai terlalu mengikat, mengekang dan membatasi ruang gerak dan kebebasan para pengungsi Rohingya. Kebebasan dan hak asasi mereka tidak terpenuhi sehingga melahirkan isu atau permasalahan baru seperti diskriminasi. Salah satu solusi yang dilakukan oleh Pemerintah Bangladesh agar konflik tidak berkepanjangan ialah mengirim beberapa pengungsi menuju Pulau Bhasan Char.
Namun kebijakan ini kurang disukai para pengungsi dan negara lain yang ikut memberikan bantuan. Jauh dari kata layak untuk dijadikan tempat tinggal untuk para pengungsi karena kurangnya fasilitas penunjang kehidupan, rawan terkena bencana alam atau banjir rob akibat adanya angin muson.
Bangladesh bersama negara dan instansi lainya ikut bergotong royong dalam mengucurkan dana dalam membangun fasilitas dan tempat tinggal yang layak untuk para pengungsi Rohingya. Dana yang dikeluarkan sebesar US 112 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun untuk membangun tempat tinggal yang layak huni, penambahan tembok laut, rumah sakit, sekolah dan masjid.
Kebijakan yang dilakukan oleh Bangladesh sudah cukup tepat dalam membantu dan mengatasi permasalahan para pengungsi Rohignya. Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh Pemerintah Bangladesh juga memerlukan sebuah evaluasi dan langkah – langkah lain yang dapat membantu dan menciptakan rasa aman dan tentram untuk para pengungsi.
Dengan demikian, dari bahan-bahan evaluasi yang apabila sudah ditemukan, harapannya bisa dijadikan sebagai sebuah solusi terbaru yang dapat mengatasi permasalahan mengenai para pengungsi baik untuk di masa kini maupun di masa mendatang. Tentunya, saran dari beberapa negara ataupun instansi terkait.
Seperti tuntutan kepada Pemerintah Bangladesh agar bisa mengatur dan mengondisikan penduduknya, terutama perihal kelompok bersenjata , serta diwajibkan untuk menciptakan sebuah rasa aman dan tentram untuk para pengungsi Rohignya agar perdamaian yang ingin dicapai dapat diraih. (*)