.
Thursday, November 21, 2024

Dibuat dari Bahan Bekas, Tak Dijual karena Mirip Aslinya

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Mohamad Fariz, Bikin Replika Senjata dan Museum Reenactor

Dari cinta sejarah dan ide kreatif yang luar biasa, Mohamad Fariz menghasilkan karya bernilai. Ia membuat puluhan replika senjata. Mulai dari laras pendek hingga meriam. Selain itu replika benda bersejarah lain yang kini menjadi sarana edukasi.

Fariz menceritakan hobinya membuat replika senjata dan benda sejarah lain, sejak tahun 2006 lalu. Saat itu, ia yang gemar membaca sejarah dunia khususnya Perang Dunia (PD) II, ikut mendalami sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

“Kemudian, saya bersama empat orang lain mendirikan sebuah komunitas pereka ulang sejarah, yang dinamakan reenactor. Dari sini, untuk kebutuhan tampil, saya membuat properti replika senjata,” ceritanya.

Saat itu, replika senjata yang ia buat kali pertama adalah senjata laras panjang dari Inggris. Karena keterbatasan informasi detail dari senjata itu, ia membuat  dengan beberapa improvisasi.

Sejak saat itu, terbesit di benaknya untuk menambah koleksi. Berbekal dana pribadi, dia mulai membulatkan hati untuk terus berkarya. Satu per satu replika senjata, mulai dibuat dengan tangan dinginnya.

“Saya sempat mencari referensi melalui browsing di internet, baik artikel maupun video. Kemudian saya juga beberapa kali ke museum. Karena tahu aktivitas saya, pihak penjaga museum seperti Museum Brawijaya, mengizinkan untuk memegang dan menyentuh beberapa koleksi senjata bersejarah yang ada,” ceritanya.

Untuk membuat satu replika senjata,  Fariz membutuhkan waktu paling singkat satu minggu. Untuk bentuk yang lebih besar dan rumit, pembuatannya bisa mencapai hampir satu bulan.

Bahan-bahan yang ia gunakan, juga memanfaatkan limbah produksi. Seperti besi potongan dari usaha las kerabatnya, potongan kayu, hingga pipa paralon.

“Semua ini dari olahan barang bekas, hanya cat saja yang beli. Dan ini saya alokasikan sendiri, dan membuatnya di sela-sela kesibukan saya di rumah maupun di kerjaan,” cerita alumnus Teknik Kelistrikan ITN Malang, ini.

Kecintaannya terhadap sejarah semakin dalam, dengan benda-benda hasil karyanya. Selain itu, bersama dengan rekan-rekannya di komunitas Reenactor Malang  beberapa kali terlibat dalam penampilan reka ulang sejarah.

“Karena beberapa kali ajakan penampilan, akhirnya koleksi senjata makin banyak. Baik dari jenis sub-machine Gun (SMG), machine gun, hingg senjata laras panjang. Karya saya ini, sering dipakai untuk penampilan reenactor sampai luar wilayah Malang,” ujarnya.

Beberapa undangan untuk penampilan reka ulang sejarah  berdatangan mulai dari Yogyakarta, Surabaya hingga Bandung. Beberapa peringatan seperti 10 November, Bandung Lautan Api dan di Malang sendiri, ada peringatan perjuangan di Jalan Salak (sekarang jadi Jalan Pahlawan TRIP).

“Total sekarang ada 40 replika senjata api. Terkait pengggunaannya, kami juga selalu izin melalui Babinsa dan kepolisian melalui Bhabinkamtibmas. Serta untuk saat ini, replika ini tidak diperjualbelikan karena sangat mirip aslinya dan takut disalahgunakan,” jelasnya.

Puluhan replika senjata api ini masih sebagian dari karya   milik Fariz. Pria asli Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ini, juga memiliki beberapa replika lain.

“Saya membuat radio yang digunakan untuk mendengar pidato Bung Tomo saat 10 November 1945 lalu. Radio ini sudah tidak ada lagi yang sejenis, dan hanya ada satu tersimpan di Museum Tugu Pahlawan Surabaya. Karena itu, saya membuat replika untuk bisa digunakan saat penampilan reka ulang sejarah,” terang pria 50 tahun, ini.

Ia juga memiliki koleksi tandu yang digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Replika tandu itu sempat digunakan oleh komunitas reenactor, untuk napak tilas di jalur gerilya Jenderal Soedirman dari Kediri-Tulungagung  tahun 2010 lalu.

Saat ini, berbagai koleksi itu ia gunakan untuk edukasi. Sudah ada beberapa lembaga pendidikan yang bekerjasama dengan Museum Reenactor yang didirikan oleh Yayasan Reenactor Malang, yang juga digagasnya.

“Museum yang terletak di Jalan Sumbersari Gang IV Kecamatan Lowokwaru Kota Malang ini, sudah kerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) hingga Universitas Negeri Malang (UM),” sebutnya.

Ada kesenangan tersendiri saat semangat untuk melestarikan sejarah ini, diikuti oleh generasi muda saat ini. Ia tak segan saat replika senjata karyanya, digunakan oleh para pelajar untuk bermain bak pengguna aslinya.

“Saya justru senang, saat banyak pelajar ke sini. Seperti anak kuliahan, anak sekolah baik SD sampai SMA. Mereka bergaya pegang senjata itu seperti tokoh di gim, yang dimainkan. Sampai tertarik pada cerita dan sejarahnya,” jelasnya.

Melalui Museum Reenactor, semua pengetahuan, serta penggunaan replika senjata dan alat lainnya bisa diakses gratis. “Kami bahkan ada sharing dan diskusi kecil. Mengulas sejarah, mulai dari perjuangan  pahlawan di Indonesia, hingga sejarah dunia,” cerita Fariz dengan semangat.

Pria  murah senyum ini juga senang dan berharap, generasi muda tak pernah bosan dengan sejarah. Serta mau untuk terus menyambung sejarah, sehingga tetap lestari dari generasi ke generasi.

“Semua bisa datang ke sini (Museum Reenactor), gratis. Karena keterbatasan tenaga, jadi sementara karena saya yang menjaga sendirian. Bisa datang hari Jumat-Minggu, pukul 09.00-15.00 WIB. Selain mencoba alat bisa bebas mengulas sejarah, di sini sambil bersenang-senang,” pungkas Fariz. (rex/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img