.
Friday, November 8, 2024

Dicari Kampus Penjamin Kelulusan Tepat Waktu

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Malang Posco Media – Dalam masa mendatang, kampus tidak lagi disibukkan dengan peningkatan kualitas pembelajaran, mengejar ranking dunia, terakreditasi, atau inovasi Proses Belajar Mengajar (PBM), tetapi kampus juga akan segera disibukkan dengan bagaimana menjamin mahasiswanya lulus tepat waktu. Lebih dari itu, bagaimana kampus menjamin bahwa lulusannya mumpuni dan siap kerja secara mandiri.

Hal itu setidaknya bisa dilihat dari kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang mengenalkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Semangat MBKM itu satu di antaranya bagaimana menyiapkan lulusan siap pakai, bukan lagi siap latih.

- Advertisement -

Maka, MBKM yang dicanangkan Mendikbud bertujuan mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan dalam rangka memasuki dunia kerja. Kebijakan itu dikeluarkan karena tuntutan  pasar kerja dan dengan program MBKM, kampus memberikan kesempatan mahasiswa untuk memilih mata kuliah yang akan mereka ambil di luar Prodi pada PT yang sama, mengambil mata kuliah di luar Prodi yang sama di PT lain, mengambil mata kuliah Prodi di PT yang berbeda, dan atau pembelajaran di luar PT. Semangatnya tentu agar lulusan siap pakai.

Sesuai yang digariskan dalam Permendikbud no. 3 tahun 2020 (pasal 15 ayat 1) yang bisa dilakukan di dalam atau di luar Prodi antara lain; pertukaran mahasiswa, praktik kerja/magang, asistensi mengajar di satuan pendidikan, penelitian/riset, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha, studi/proyek independen, dan kuliah kerja nyata tematik/membangun desa.

Bentuk kegiatan di atas diharapkan mampu membekali mahasiswa agar mereka mumpuni dan terserap pasar kerja dengan baik. Sebab kenyataannya, tak sedikit dari lulusan PT selama ini bekerja tak sesuai dengan Prodinya. Untuk itu pulalah dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan lain di luar Prodi. Lulusan ilmu komunikasi, misalnya, tak semuanya bekerja di bidang komunikasi.

Kampus Harus Siap

Kebijakan Mendikbud soal MBKM membuat kampus tidak ada pilihan lain untuk tak melaksanakan. Kampus yang selama ini hanya berkutat pada teoritik akan dituntut untuk lebih kreatif dalam memberikan bekal ke mahasiswanya. Masalahnya, pasar kerja yang senyatanya tidak banyak yang berkaitan dengan konsep teoritik.

Memang teoritik tetap penting. Mengapa? Karena apapun yang terjadi lulusan terdidik PT harus mendasarkan perilaku dan kegiatannya di masyarakat dengan dasar ilmu dan konsep-konsep teoritik tertentu.

Jika dahulu kampus dengan bangga bisa menghasilkan ilmuwan, saat ini (karena tuntutan negara) tidak sepenuhnya bisa dibanggakan. Kalau dahulu pembagian kualitas PT didasarkan pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan  Tinggi Swasta (PTS) perbedaan keduanya akan semakin tipis.

Masyarakat dalam jangka panjang tak lagi mendasarkan pemilihan PT karena PTN, misalnya. Masyarakat yang semakin terdidik akan melihat variabel lain agar calon mahasiswa punya bekal cukup sebelum memasuki masyarakat kembali.

Saat ini pun — sebagaimana yang digariskan oleh kebijakan pemerintah — pemeringkatan kualitas PT bisa didasarkan oleh akreditasi. Jadi kedudukan PTN dan PTS akan sama. Penilaian akreditasi juga sama. Bahkan kelengkapan bekal mahasiswa saat ini juga sudah mulai didasarkan pada apakah dalam PT itu ada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) atau tidak.

Pendirian LSP menjadi jaminan lulusannya mempunyai sertifikat sebagai pendamping ijazah dan transkip nilai. Di masa datang pasar kerja langsung bisa melihat serfitikat profesi pelamar. Sertifikat ini dikeluarkan langsung oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Perubahan anggapan kualitas PT itu akan memberikan kesempatan mereka untuk saling berlomba mempersiapkan banyak hal di kampus agar menarik calon mahasiswa. Jika PT tidak agresif dalam melakukan dan meningkatkan kualitas PT-nya lambat laun ia akan ditinggalkan oleh masyarakat. Saat ini, kualitas sekolah yang dipilih orang tua/wali siswa tidak lagi negeri atau swasta tetapi kualitas sekolahnya. Sangat mungkin hal itu juga akan terjadi pada PT.

Yang Harus Disiapkan

Tak ada pilihan lain, kampus harus mempersiapkan segala sesuatunya karena itu kewajiban yang sudah digariskan dalam kebijakan Menteri. Pertama, kampus harus menyiapkan mata kuliah pilihan yang menarik bagi mahasiswa lain Prodi atau lain PT. Tentu kurikulum harus disusun sedemikian rupa yang juga berorientasi pada pasar kerja.

Kampus di antaranya bisa menyiapkan mata kuliah praktis, misalnya semacam mata kuliah “sekolah anggrek”,” sekolah udang”, “sekolah unggas”, “sekolah kewirausahaan”, “sekolah branding produk”, “sekolah public speaking” dan beberapa mata kuliah praktis lain. Hal praktis lain ini menjadi daya tarik tersendiri. Jika masih berkutat pada teoritik itu tidak akan menarik.

Untuk itu kampus perlu mempunyai jaringan antar PT yang kuat. Mengapa? Agar pertukaran mahasiswa bisa mudah terjadi. Saat ini sudah ada program Merdeka Belajar NUNI (jejaring universitas nusantara) yang berpartisipasi dalam program MBKM.

Kedua, kampus tentu tidak bisa apatis lagi. Kampus harus menjamin mahasiswanya lulus tepat waktu (3,5 tahun). Hal itu bisa tertuang dalam program Kuliah Tepat Waktu (KTW). Era sebelumnya memberikan peluang kampus tak peduli jika mahasiswanya karena tidak lulus.          Dianggapnya urusan kuliah urusan mahasiswanya. Jika mahasiswa tidak lulus jangan-jangan juga salah PT-nya. Maka, KTW sangat penting. KTW juga akan menjamin kredibilitas PT dan memberikan nilai lebih untuk pemeringkatan PT tingkat nasional atau internasional.

Ketiga, Kampus harus mempunyai jaringan kuat dengan industri. Dengan cara ini, lulusan akan mudah terserap pasar kerja. Tentu kampus harus agresif menjalin kerjasama dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI). Lulusan yang kerja sesuai dengan ilmu yang digeluti akan menjadi penilaian pemeringkatan akreditasi pula.

Jadi, saat ini dan masa datang sangat dibutuhkan kampus yang bisa memberikan jaminan lulus tepat waktu, bekerja profesional mandiri sesuai bidang ilmu. Melihat tantangan ke depan, kampus tak boleh lagi sibuk dengan urusan intern. Sivitas akademika kampus harus bahu membahu mewujudkannya. Tak ada ceritanya seorang dosen sibuk dengan urusannya sendiri dengan mengabaikan kebutuhan mahasiswa dan masyarakat.(*)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img