KH Malik diperintahkan Komandan kompi IVI/Alap-Alap, Lettu Abdul Samad Tarsan menuju Bangil Pasuruan. Bersama kiai lainnya, KH Malik bergerilya dari Malang melawan dan mengusir penjajah pasukan Belanda.
MALANG POSCO MEDIA – Peristiwa berdarah dan memilukan dialami oleh Letda KH Malik. Itu saat berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ia dianiaya hingga kena tusukan senjata kolonial Belanda di Kecamatan Kedungkandang.
Salah satu pengawal KH Malik yang masih hidup ialah H Fakih Joko Lelono. Ia terlibat mengawal logistik maupun persenjataan saat KH Malik bergerilya. Saat Malang Posco Media datang ke rumahnya di samping Masjid Sabilillah Kota Malang, pria yang kerap disapa Abah Fakih ini sudah dalam kondisi sepuh, sulit diajak berkomunikasi. Pun kondisinya terbaring di kasur rumahnya.
Seorang penggali sejarah perjuangan KH Malik, Masruhan asal Jalan KH Malik Kedungkandang mengatakan, usia Abah Fakih sekitar 94 tahun.
Masruhan telah menggali cerita dari Abah Fakih terkait perjuangan KH Malik beberapa tahun sebelumnya di saat masih bisa berkomunikasi dengan baik.
Namun, cerita perjuangan KH Malik diakui Masruhan memang minim sumbernya. Bahkan pria berusia 50 tahun itu tidak menemukan foto KH Malik, baik itu di Abah Fakih maupun di tempat lainnya.
“KH Malik pejuang Hizbullah. Hizbullah ini dipimpin oleh Bung Tomo,” kata Masruhan saat ditemui, Kamis (29/8) kemarin. KH Malik berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari pasukan Belanda saat masih ada di wilayah Jawa Timur pada tahun 1949.
Saat itu KH Malik diperintahkan oleh Komandan kompi IVI/Alap-Alap, Lettu Abdul Samad Tarsan menuju Bangil Pasuruan. Bersama kiai lainnya, KH Malik bergerilya melawan penjajah hingga gugur tertusuk pasukan Belanda.
Dikatakan Masruhan, Sang Kiai bergerilya dari menjajaki wilayah Desa Slorok Kecamatan Kepanjen, Kelurahan Kebonsari Kecamatan Sukun dan Desa Tajinan Kecamatan Tajinan.
“Pada saat itu, wilayah Malang banyak ditempati oleh pasukan kolonial Belanda. Kadang ia bersama sejumlah pejuang Laskar Hizbullah lainnya menyamar agar tak ketahuan kolonial Belanda,” urainya.
Di perjalanan beberapa kali KH Malik dicegat pasukan Belanda dan menggeledah pakaiannya. Sempat pula KH Malik ketahuan membawa pistol. Namun ia melawan. Adu tembak pun tidak bisa terhindarkan dengan pasukan Belanda.
Singkat cerita, Letda KH Malik ini dikenal sebagai seorang pejuang yang kebal peluru pasukan Belanda. Peluru beberapa kali menghujam ke arah tubuhnya, namun tidak ada sebutir peluru yang mempan menembus tubunya.
Namun di tengah perjalanan, tepatnya di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang, dikatakan Masruhan, terdapat salah satu rombongan gerilyawan Indonesia disebut sebagai penghianat.
“Salah satu rombongan ini menyampaikan ke pasukan kolonial Belanda kelemahan dari KH Malik dan kemudian kiai disergap,” ceritanya.
Setelah disergap, KH Malik diinterogasi sambil tangannya diikat kemudian dianiaya. Salah satu pasukan Belanda yang mengerti kelemahan KH Malik, mengambil senjata tajam lalu digoreskan ke tanah tiga kali, kemudian menusuk tubuh KH Malik hingga gugur.
Peristiwa tersebut diketahui terjadi pada Jumat Legi, 5 Januari 1949. Ia kemudian meminta jasadnya untuk dimakamkan di wilayah yang menjadi lokasi dia terbunuh.
Makam KH Malik kini berada di dekat flyover Kecamatan Kedungkandang. Para pemerhati sejarah juga membuatkan monumen berupa taman bernama Taman Kiai Malik, tidak jauh dari makamnya.
“Wasiat KH Malik yang disampaikan ke Abah Fakih untuk memakamkan jasadnya di lokasi ia meninggal,” pungkas Masruhan. (den/van/bersambung)