spot_img
Monday, December 23, 2024
spot_img

Mugai Ryu, Bela Diri Berpedang Asal Jepang

Dilatih Orang Jerman, Dirikan Komunitasnya di Malang

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA- Konsentrasi dan fokus. Tanpa diduga, sebuah pedang katana seketika keluar dari sarungnya. Cepat menebas target  tanpa suara. Teknik istimewa itu terus dilatih oleh Yohanes Vandi Kurniawan, seorang praktisi bela diri Mugai Ryu.

Belakangan ini  nama Mugai Ryu mulai naik daun di Indonesia. Bela diri asal Jepang itu sejatinya sudah ada 340 tahun lalu. Yohanes merupakan pendiri komunitas Mugai Ryu Indonesia sejak  tahun 2021 lalu di Kota Malang.

“Latar belakang mendirikan komunitas  ini karena saya memang hobi bela diri. Ketika pindah ke Malang tidak ada bela diri pedang yang sesuai dengan keinginan saya. Dari situ saya membuat suatu komunitas yang saya inginkan,” ujar Yohanes kepada Malang Posco Media.

Ceritanya, pada periode tahun 2020, pandemi melanda seluruh wilayah Indonesia, termasuk Kota Malang. Berbagai aktivitas di luar sangat dibatasi. Sementara Yohanes  ingin terus melatih kemampuan bela dirinya. Akhirnya, ketika berselancar di dunia maya, ia teringat Mugai Ryu asal Jepang.

Dari situ, ia mencari cari lebih dalam untuk bergabung dalam Mugai Ryu. Sampailah Yohanes bergabung di sebuah forum pembelajaran Mugai Ryu secara daring. Meski sebenarnya Yohanes sudah punya latar pengalaman bela diri pedang lain sebelumnya, namun ia tetap mengikuti pembelajaran Mugai Ryu itu dari nol.

“Karena Mugai Ryu kan termasuk tiga besar bela diri pedang. Walaupun punya background berpedang, sebelumnya saya memang ikut Kendo juga, tapi saya kembali belajar Mugai Ryu dari awal. Saya belajarnya dengan pelatih dari Jerman. Mugai Ryu itu sendiri pusatnya di Jepang, tapi juga ada di Jerman,” ucapnya.

Dikatakan Yohanes, bela diri Mugai Ryu berbeda dari bela diri serupa lainnya. Di sini, sebagai Kenshi, pelajar Mugai Ryu atau sederhananya bisa disebut ‘pendekar’ Mugai Ryu, harus bisa mengelola emosi dan fisik. Bahkan karakter orang yang akan masuk di Mugai Ryu harus melewati skrining. Belum lagi, di awal juga ada suatu proses untuk latihan meditasi yang bernama Zen.

“Calon Kenshi, artinya mereka yang belum jadi anggota, itu memang sambil dilihat orangnya bagaimana. Orangnya tipe arogan atau tidak, dan sebagainya. Karena di Mugai Ryu harus punya karakter dan emosi yang positif,” jelas pria 36 tahun ini.

“Karena di Mugai Ryu, kita itu juga tidak boleh cepat puas atau merasa tinggi. Harus selalu belajar. Kalau menganggap hebat, artinya kita menutup ruang untuk lebih baik lagi,” sambungnya.

Di Mugai Ryu ada dua teknik yang biasa diajarkan. Yakni iaido dan kenjutsu. Untuk iaido, gerakan bersifat responsif dengan posisi pedang berada di sarungnya. Apabila lawan menyerang, baru seorang Kenshi atau praktisi Mugai Ryu merespon dengan mengeluarkan pedang secara cepat. Sementara kenjutsu, yaitu  kedua orang Kenshi sama-sama telah siaga pedangnya. 

“Tapi di Mugai Ryu, kalau di awal itu pakai pedang kayu. Lalu pakai pedang asli tapi tidak tajam. Baru bisa pakai pedang tajam itu ketika minimal satu tahun dan untuk level pelatih,” sebut alumnus SMAK Santo Paulus Jember ini.

Yohanes  kini juga sudah termasuk dalam level pelatih. Ia  mengenakan sabuk hitam. Kendati demikian, ditegaskan Yohanes, mempelajari Mugai Ryu merupakan sebuah proses yang tiada akhir. Sehingga sebenarnya tidak boleh cepat puas diri.

Apalagi  diakui Yohanes teknik-teknik di Mugai Ryu sebenarnya tidak sesimpel yang terdengar. Harus benar-benar memadai kemampuannya. Bahkan disebut Yohanes, orang yang benar-benar mampu menguasai ini sangat  jarang di Indonesia.

“Yang sulit dikuasai teknik mencabut pedang dengan benar tanpa suara dan langsung menebas. Sudutnya harus benar kemudian benar- benar menebas, bukan hanya mengayunkan dengan pedang,” katanya. “Nanti ketika mau naik level, mau ujian sabuk hitam, itu ada tes potong. Kalau tidak bisa, ya gagal. Pedangnya pakai pedang yang tajam, targetnya sebuah tikar digulung kemudian kita berdirikan untuk ditebas,” sambung pria kelahiran Jember ini. 

Yohanes  bersyukur  bisa menjalankan komunitas Mugai Ryu Indonesia. Meski diakui, di awal tahun kemarin, memang cukup berat mengawali komunitas ini. Sebab awalnya sangat sedikit yang berminat untuk bergabung di Mugai Ryu Indonesia.

Berjalannya waktu saat ini perlahan makin banyak yang antusias. Anggota komunitas Mugai Ryu Indonesia saat ini berjumlah 26 orang yang didominasi oleh anak muda.

“Kami menyasar anak muda. Tapi ada juga yang usia 52 tahun ikut bergabung,” tegasnya.

Menurut pria yang juga hobi beladiri Shorinji Kempo ini, hadirnya komunitas bela diri Mugai Ryu Indonesia juga menjadi angin segar bagi kalangan menengah ke bawah. Sebab dikatakan Yohanes, bela diri ini tergolong untuk kalangan menengah ke atas.

Tidak mengherankan, harga sebuah pedang saja minimal Rp 600 ribuan hingga termahal mencapai Rp 10 juta untuk pedang katana lokal. Di Jepang, malah ada sebuah pedang katana bernilai historis yang nilainya mencapai miliaran.

Tidak hanya itu, kehadiran bela diri Mugai Ryu sendiri diyakini Yohanes membawa manfaat yang begitu banyak. Tidak hanya memberi manfaat secara mental, namun juga manfaat secara fisik.

“Ada testimonial salah satu anggota, dia dokter UGD, dia merasa kalau latihan Mugai Ryu bisa jauh lebih tenang dirinya.  Di sini dia merasa tenang, saat latihan atau meditasi,” kata lulusan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ini.

“Kalau fisik, bela diri ini juga tidak seberat olahraga kardio lain. Karena kita tidak lompat dan sebagainya, dan memainkan jurus pedang. Membakar kalori tapi tidak capek. Ini bisa dikategorikan untuk mereka yang berusia 50 sampai 70 tahun ke atas. Di Jepang saja banyak yang sudah sepuh,” ungkapnya.

Setelah merayakan hari jadi Muga Ryu Indonesia pada Juni kemarin, Yohanes menyampaikan pihaknya bakal memperluas Mugai Ryu Indonesia. Sebab pada 1 Juli mendatang, ia akan berekspansi membuka Mugai Ryu di Surabaya.

“Tujuannya untuk menyebarkan manfaat besar kepada masyarakat luas. Kemudian akan membuka pembelajaran online juga. Tapi tantangannya tenaga pelatih, sejauh ini pelatih hanya saya, jadi nanti tidak bisa terlalu banyak. Saya harapkan murid saya ada yang bisa meneruskan dan membantu,” yakin Yohanes.

Untuk di Malang sendiri, kegiatan Mugai Ryu Indonesia berjalan sangat aktif. Pasalnya latihan dilakukan hingga tiga kali dalam satu pekan. Lokasinya berada di Museum Brawijaya. Yohanes pun berharap, bela diri Mugai Ryu ini bisa dipelajari oleh masyarakat luas dan menerapkan manfaat positifnya.

“Agar manfaat positifnya seperti konsentrasi, fokus, fisik dan mental lebih terasa lebih segar, lebih terasakan oleh banyak orang lain. Juga untuk menghilangkan stress,” pungkas anak kedua dari tiga bersaudara ini. (ian/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img