spot_img
Sunday, September 22, 2024
spot_img

Dirikan Ponpes untuk Berjuang, Hadang Pasukan Belanda di  Pandaan

Berita Lainnya

Berita Terbaru

KH Moh Said Penggerak Laskar Hisbullah (1)

KH Moh Said, termasuk kiai yang berperan mengusir bangsa kolonial dari Nusantara. Perjuangannya di Malang dan Surabaya, termasuk  dalam peristiwa 10 November 1945 harus selalu dikenang.

MALANG POSCO MEDIA – Foto KH Moh Said terpajang di ruang tamu rumah milik Samsul Muslim di Dusun Krajan Desa Putat Lor Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang. Samsul adalah alumnus pondok pesantren (Ponpes) Pendidikan dan Perguruan Agama Islam (PPAI) Ketapang, Kecamatan Kepanjen.

Ponpes tersebut merupakan peninggalan KH Moh Said. Samsul bercerita,  selain sebagai penggerak Laskar Hizbullah, KH Moh Said berjuang mempertahankan kemerdekaan dengan mengusir penjajah Belanda yang kembali datang ke Surabaya dan Malang pada tahun 1945 sampai 1948.

KIAI PEJUANG: Foto KH Moh Said terpajang di ruang tamu rumah Samsul Muslim di Dusun Krajan Desa Putat Lor Kecamatan Gondanglegi. (MPM – KHALQINUS TAADDIN)

KH Moh Said mendirikan ponpes untuk berjuang menghapus segala bentuk penjajahan Hindia Belanda. Jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, KH Moh Said telah mendirikan ponpes pada tahun 1931 di Desa Sonotengah Kecamatan Pakisaji. 

Ponpes yang didirikan bernama Pendidikan dan Perguruan Agama Islam. Namun karena ancaman penjajah saat itu, KH Moh Said bersama santrinya sering pindah-pindah mengamankan diri.

“Pertama kali KH Moh Said mendirikan pondok di Sonotengah Pakisaji. Tapi pada saat itu karena zamannya penjajahan, jadi tidak aman,” tutur Samsul saat ditemui Malang Posco Media, Selasa (13/8) kemarin.

Kiai yang lahir di Tongan Kota Malang pada tahun 1901 tersebut beberapa kali pindah ponpes. Mulai dari Desa Sonotengah Kecamatan Pakisaji, lalu pindah ke Kecamatan Bantur.

Tak berhenti di situ, ancaman dari pasukan Belanda masih mengintai KH Moh Said bersama para santri. Ponpes kemudian pindah lagi ke Dusun Ketapang Desa Sukoraharjo Kecamatan Kepanjen hingga saat ini.

Dijelaskan Samsul, KH Moh Said tidak hanya  berjuang dalam pendidikan agama. Di ponpes pertamanya, kiai yang wafat tahun 1965 tersebut menggerakkan santrinya untuk bergabung dengan Laskar Hisbullah.

Ratusan santri pun turun dalam medan pertempuran di bawah komando KH Moh Said untuk mempertahankan kemerdekaan. KH Moh Said membuat sebuah kolam di Ponpes PPAI Desa Sonotengah Kecamatan Pakisaji.

Bukan tanpa tujuan, kolam itu untuk memupuk kekuatan para santri melawan penjajah. Sebelum berangkat menghadapi pasukan Belanda, para santri mandi di kolam. Di antara santri yang ikut mandi di kolam terdapat warga Kecamatan Gondanglegi bernama Liman dan Ilyas.

“Pak Liman dan Ilyas ini bercerita ke saya bagaimana situasi saat itu. Pak Liman sudah sepuh dan sudah tidak bisa diajak bicara. Sedangkan Pak Ilyas sudah meninggal,” kata Samsul.

“Waktu itu mau berangkat ke Pandaan untuk mencegah Belanda masuk ke Malang. Para santri terlebih dahulu mandi di kolam, termasuk Pak Liman dan Pak Ilyas. Tujuan para santri mandi di kolam sebagai prisai dan kekuatan,” lanjut pria berusia 63 tahun tersebut.

Ia menambahkan saat zaman perjuangan, pribumi menggunakan bambu runcing melawan penjajah, namun dalam komando KH Moh Said, para santri diberikan nasi dalam satu genggaman tangan sebagai senjata.

“Satu genggaman nasi itu konon digunakan untuk  melempar pasukan Belanda di Pandaan saat dihadang masuk ke Malang. Nasi itu sama halnya dengan senjata granat,” pungkas Samsul. (den/van/bersambung)

- Advertisement -spot_img

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img