.
Friday, November 22, 2024

Diskopindag Optimis Market Tempe Masih Kuat

Berita Lainnya

Berita Terbaru

MALANG POSCO MEDIA, MALANG – Harga komoditi kacang kedelai terus mengalami kenaikan. Akibatnya, berbagai pelaku usaha, khususnya perajin tempe merasakan dampak yang luar biasa. Meski sebelumnya kenaikan itu fluktuatif, namun dari normal sebelumnya sekitar Rp 7 ribu per kilogram, kini harganya sudah menyentuh Rp 12 ribu per kilogram.

Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskopindag) Kota Malang Muhammad Sailendra mengatakan, berdasarkan penjelasan dari pemerintah pusat, kenaikan komoditi kedelai ini disebabkan dinamika yang terjadi secara internasional. Tempe yang banyak beredar di Indonesia, kacang kedelainnya impor dari Amerika dan sekitarnya.

“Kami berkonsultasi dan koordinasi ke Kementerian Perdagangan terkait dengan ini, masalah ketersediaan dan harga kedelai. Kementerian Perdagangan menyampaikan ini adalah problem internasional. Tapi untuk ketersediaan, insya Allah dua bulan ke depan masih aman. Hanya masalah harganya yang memang fluktuatif,” tegas Sailendra kepada Malang Posco Media.

Salah satu pelaku usaha yang sangat terdampak dengan kenaikan komoditi kedelai itu, lanjut Sailendra, salah satunya para perajin yang ada di sentra industri tempe Sanan. Ada sebanyak 636 perajin yang menggantungkan hidupnya melalui olahan tempe.

“Mereka itu ada sekitar lebih dari 600 perajin ya. Rata-rata kebutuhan kedelainya sekitar 20 kilogram sampai 25 kilogram kedelai per perajin,” sebutnya.

Untuk keteesediaan kedelai di sentra industri tempe Sanan, menurut Sailendra saat ini juga masih sangat mencukupi. Namun karena harganya sedang tinggi, tidak dapat dipungkiri hal itu berdampak pada tingkat ekspor tempe ke luar negeri.

“Kalau ekspor pasti ya, apalagi pandemi ini yang pengerajin tempe bisa ekspor akhirnya terhambat karena pandemi. Tapi mereka bisa bertahan seperti yang disampaikan oleh paguyuban dengan mengurangi ukuran, menaikkan harga. Alhamdulillah, tempe maupun kripik tempe produk Malang itu kan marketnya kuat. Berapa pun dijual, rasanya masyarakat masih minat,” sambung Sailendra.

Meski dirinya belum menerima detail penurunan ekspor, Sailendra menuturkan setidaknya ada penurunan produksi yang terjadi di sentra industri tempe. Tidak hanya diakibatkan harga tinggi kedelai, tapi juga harga minyak goreng yang juga masih mahal.

“Kalau ekspor saya kurang tahu persis penurunannya. Tapi kalau untuk produksi, penurunan bisa jadi menurun menjadi 60 persen dari kapasitas normalnya,” tandasnya. (ian/aim)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img