‘Lima Tahun Pembangunan Kota Malang, Bisa Apa Atasi Masalah Kota’. Tema diskusi Malang Posco Media, Kamis (27/7) kemarin ini mengulas berbagai persoalan dan capaian pembangunan selama kepemimpinan Wali Kota Malang Drs H Sutiaji-Wawali Ir H Sofyan Edi Jarwoko.
Diskusi yang digelar di Rumah Kita, markas Malang Posco Media ini dimoderatori Pemred Abdul Halim. Peserta aktif dari perwakilan berbagai elemen masyarakat dan akademisi. Kehadiran Wali Kota Malang Sutiaji dan Ketua DPRD Kota Malang I Made Riandiana Kartika SE MM menambah gayeng diskusi. Gayeng tapi tetap kritis dan solutif.
Di awal diskusi, akademisi ITN Malang pemerhati Kota Malang Budi Fatoni menyampaikan siapa yang menjadi pemimpin di Malang hendaknya memahami sosial, budaya, ekonomi hingga perilaku masyarakat. Ia mengajak para peserta diskusi kembali mengingat menariknya Kota Malang secara fisik spasial sejak dahulu.
Kota Malang sejak dulu jantungnya Provinsi Jawa Timur. Tak heran, dengan ragam sosial budaya dan perekonomiannya, Kota Malang menjadi primadona. Sehingga hal ini diharapkan bisa ditangkap dan dicermati oleh pemimpin daerah.
“Malang itu primadona, salah satunya ada 50 perguruan tinggi. Banyak yang datang ke Malang. Udaranya sejuk, makan Rp 10 ribu sudah kenyang. Mereka bisa berkreasi dan kemudian tidak mau pulang. (Maka) Bagaimana birokrasinya harus terus kreatif. Komunikasi juga harus bagus,” ujar Fatoni mengawali diskusi.
Ia menyampaikan ada beberapa hal yang menjadi PR dan masih disayangkannya. Misalnya ada suatu kajian, produk, riset atau abdimas hasil dari kerjasama kampus dan pemerintah daerah, ketika dokumen diberikan ternyata belum ada solusinya.
Dosen ITN ini pun lantas menceritakan banyak mahasiswanya yang mengangkat berbagai masalah kota dalam kajian ilmiahnya. Itu bisa menjadi masukan.
“Dari akademisi memiliki sedikit ilmu untuk diterapkan supaya Malang ini moncer sebagai primadona,” tukasnya.
Lebih jauh, narasumber lain yakni Pakar Tata Kota UB Dr Ir Abdul Wahid Hasyim MSP menyebut ada beberapa hal yang menarik untuk jadi sorotan selama lima tahun kemarin dan perlu dipahami. Salah satunya tidak bisa dipungkiri keberhasilan dalam hal infrastruktur di Kota Malang sudah mengalami peningkatan meski tidak 100 persen. Hal itu ia dapatkan dengan melakukan riset dan melibatkan sekitar 663 responden masyarakat yang berasal dari seluruh Kota Malang dengan strata pendidikan yang bermacam-macam.
“Namanya pimpinan tidak lepas dari kekurangan. Apabila nanti ada wali kota baru, tinggal meneruskan mana yang harus dilanjutkan karena itu masuk dalam program. Yang bagus dipertahankan, yang kurang ditingkatkan. Minimal disetarakan,” sebutnya.
Termasuk salah satu yang disoroti misalnya kriminalitas, air bersih, kekumuhan hingga masalah banjir. Menurut Wahid, banjir sebenarnya sebuah akibat penanganan pengelolaan yang salah.
“Apa itu yang salah? Misalnya mengenai terjadinya perubahan tutupan lahan. Ini dari bantuan citra satelit. Dari perubahan tutupan lahan itu akan diketahui mana wilayah yang tertinggal pertumbuhannya dan mana yang tidak terlayani dengan baik. Bahkan juga ruang terbuka hijau bisa diketahui,” imbuhnya.
Tidak hanya Wahid, Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe Dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Malang Raya Indra Setiyadi menyampaikan, selama menjadi pengusaha di Kota Malang juga merasakan ada beberapa masalah utama perkotaan yang tentu berdampak terhadap masyarakat, tidak terkecuali pengusaha. Misalnya seperti masalah pendangkalan drainase hingga permasalahan penanganan musibah terutama kebakaran.
“Waktu saya kecil, drainase itu bisa dimasuki, tapi sekarang drainase tertutup sedimen sehingga menyebabkan banjir. Di beberapa daerah yang tinggi juga terjadi banjir, misalnya seperti di sekitar (sungai ) Brantas. Ke depan harus ada perhatian terkait drainase itu,” sebut Indra.
Menanggapi hal ini, Wali Kota Malang Drs H Sutiaji menyampaikan untuk mengatasi banjir, pihaknya telah memiliki masterplan drainase yang diklaim mampu mengatasi permasalahan banjir secara total di tahun 2028 nanti.
“Masalah penanganan banjir ini urusan makro. Tidak bisa hanya Kota Malang saja sebenarnya. Akan tetapi saat ini kita sudah kerjasama dengan Fakultas Teknik UB melalui CSR untuk membuat masterplan drainase sebagai upaya mengatasi banjir. Nilainya Rp 1,7 triliun dan diharapkan bisa mengatasi masalah banjir,” jelas Sutiaji.
“Begitu juga terkait modernisasi damkar, dulu sudah dianggarkan Rp 50 miliar. Tapi ternyata tidak masuk karena kendala e-katalog dan kemudian tidak terealisasi karena Covid-19,” sambung Sutiaji.
Ia menyampaikan tiap program pembangunan selain sesuai visi misi dan RPJMD, juga harus mengikuti aturan dan regulasi yang ada. Sehingga dalam program pembangunan, terkadang memang menjadi kendala atau membutuhkan waktu lebih lama. (ian/van/bersambung)