MALANG POSCO MEDIA – Permasalahan pengelolaan sampah TPA Tlekung di Kota Batu ibarat bola salju dan bom waktu. Semakin lama masalah sampah TPA Tlekung akan menggelinding semakin besar. Sehingga masalah pengelolaan sampah tidak bisa dilakukan secara parsial atau hanya oleh Pemerintah Kota Batu dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Menoleh ke belakang, tepatnya tanggal 28 Juli 2023 lalu warga Tlekung sudah muak atas pengelolaan TPA Tlekung yang tak pernah bisa diselesaikan. Bahkan tuntutan warga terkait bau sampah tidak bisa pernah diselesaikan. Pada akhirnya warga menutup akses TPA Tlekung.
Sehari setelahnya, 29 Juli, warga ditemui oleh Pj Wali Kota Aries Agung Paewai agar akses TPA Tlekung dibuka. Karena jika tidak sekitar 120 ton sampah yang diproduksi Kota Batu per hari akan menumpuk di tempat-tempat sampah. Selanjutnya tidak akan pernah dibayangkan seperti apa dampaknya.
Dalam pertemuan dengan warga tersebut akhirnya menelurkan beberapa tuntutan di atas hitam dan putih bermaterai. Salah satu poinnya, Pj Wali Kota Batu akan mundur dari jabatannya bila beberapa permintaan itu tidak terselesaikan dalam waktu sebulan. Bila dihitung mundur, batas waktu meyelesaikan tuntutan 30 Agustus 2023.
Menanggapi hal tersebut Kepala DLH Kota Batu Aries Setiawan menyampaikan bahwa saat ini semua mata menyoroti dan tertuju pada DLH Kota Batu. Diungkapnya bahwa menyelesaikan persolan lingkungan (sampah, red) adalah hal yang kompleks.
“Kami sangat memahami dengan adanya kejadian tanggal 29 Juli (penutupan TPA Tlekung, red) menjadi peristiwa yang membuka mata seluruh masyarakat Kota Batu. Ada hikmah yang bisa diambil. Ada pergerakan dan kesadaran dari semua masyarakat. Ini ada nilai plus dan negatif,” ujar Aries.
Lebih lanjut, Ia mengungkapkan bahwa selama ini yang berpikir tentang TPA Tlekung hanyalah eksekutif, legislatif dan warga Tlekung. Sekarang dengan adanya persoalan tersebut seluruh masyarakat, lembaga sekolah, pelaku usaha, pemdes muai berpikir dan sadar dampak dari masalah TPA Tlekung.
“Bahkan mulai dari Balai Kota Among Tani yang selama ini hanya memindahkan sampah ke TPA dan sekarang sudah dibantu Sabers Pungli untuk memilah sampah dari rumah dengan tujuan mengurangi sampah yang masuk ke TPA Tlekung. Begitu juga di instansi lainnya,” bebernya.
Beberapa hal yang telah dilakukan tersebut adalah instruksi PJ Wali Kota Batu agar ada pengurangan sampah ke TPA Tlekung. Bahkan dalam mengatasi masalah sampah, diungkap Aries sempat ingin mengambil keputusan yang ekstrem seperti sampah Kota Batu untuk dikelola di TPA Supit Urang Kota Malang.
“Tidak hanya itu, kami juga sempat berpikir ekstrem apakah sampah di TPA Tlekung perlu direlokasi ke tempat baru. Untuk kemudian ditimbun tanah ditanami pohon,” ungkap Mantan Camat Batu ini.
Selain itu, karena permasalahan sampah merupakan permasalahan bersama tak terkecuali desa/ kelurahan, Pemkot Batu (Dinas Pemberdayaan Desa, red) juga telah membuat regulasi melalui SE Wali Kota dan Perwali agar Pemdes bisa menganggarkan pengelolaan sampah melalui APBDes (DD/ADD).
“Dengan adanya aturan tersebut, maka Pemkot Batu (DLH), Pemdes/ kelurahan bisa saling mengisi untuk pengelolaan sampah. Dari DLH menganggarkan sarpras TPS3R di desa/ kelurahan. Sedangkan Pemdes bisa SDM untuk mengelola TPS3R di daerahnya masing-masing dan Sabers Pungli bisa melakukan pendampingan pilah dan olah sampah dari rumah,” bebernya.
Namun segala upaya yang telah dilakukan oleh Pemkot Batu (DLH), baik intervensi anggaran hingga menggandeng Sabers Pungli dalam sosialisasi pilah sampah dari rumah harus berhadapan dengan batasan waktu tuntutan hingga 30 Agustus.
Melihat progres penanganan sampah, utamanya bau sampah TPA Tlekung yang belum terselesaikan hingga kini, membuat Kepala DLH Kota Batu berani bertanggungjawab hingga menegaskan untuk mundur dari jabatannya.
“Jujur pengelolaan sampah TPA Tlekung jadi tanggung jawab kami. Dan Pak PJ adalah senior dan pimpinan kami. Karena Pak PJ komitmen bersedia mundur dari jabatan ketika permintaan itu tidak dapat diselesaikan sesuai tepat waktu, maka saya juga sebagai aparatur bersedia mundur dari jabatan saya. Ini saya sampaikan juga ke Pak Pj sebagai tanggung jawab sosial moral dan jabatan,” tegasnya di hadapan peserta diskusi.
Wakil Ketua I DPRD Kota Batu Nurochman mengatakan bahwa pihaknya telah diajak untuk berdiskusi masalah ini dengan DLH yang kemudian melahirkan kebijakan adanya tim penanganan sampah. Bahkan ketika di APBD 2023 tidak ada pos anggaran untuk permasalahan TPA Tlekung, disepakati oleh eksekutif dam legislatif untuk mengambil anggaran di pos Belanja Tidak Terduga (BTT).
Disampaikan Cak Nur bahwa mengatasi permasalahan sampah ini telah dianggarkan Rp 2,4 miliar dari BTT. Anggaran itu akan digunakan untuk sewa excavator, pembelian incinerator 4 unit, geo membran, tambahan relawan kebersihan, pengadaan genset, perlengkapan petugas, mesin penyemprot dan lainnya.
“Sedangkan di Di PAK 2023 ini dialokasikan untuk mesin IPI AWS 2 unit, 1 unit untuk pasar besar dan BKAT, 1 unit lagi untuk Kelurahan Sisir dan Ngaglik yang akan ditempatkan di TPS Stadion Brantas,” imbuhnya.
Upaya di tahun 2023 yang masih sekian persen ini, diharapkan oleh DPRD agar ditindaklanjuti pada tahun 2024 melalui program lanjutan berupa TPS3R di semua desa/ kelurahan. Sementara ini hanya dialokasikan di 2 desa, yakni di Songgokerto dan Torongrejo.
“Ini yang saya sayangkan di RAPBD 2024 hanya pembangunan untuk 2 TPS3R karena keterbatasan anggaran. Namun karena ini masalah Pemdes/ kelurahan juga, maka 24 desa/ kelurahan juga harus membantu pelaksanaan program TPS3R. Alhamdulillah semua pemdes/ kelurahan setuju membantu,” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut membuat aktivis Sabers Pungli Doddy Eko W angkat bicara bahwa mengurai masalah sampah di Kota Batu harus besama-sama. Menurutnya cara menyelesaikan masalah sampah di Kota Batu sangat mudah. Yakni memulai gerakan memilah sampah dari rumah.
“Selama ini yang kita lakukan adalah memindah sampah dari rumah atau tempat usaha ke TPA Tlekung. Harusnya menjadi tempat pengelolaan akhir. Hal itulah yang membuat TPA Tlekung bau, pasalnya sampah organik dan anorganik bercampur jadi satu. Sehingga susah diuraikan. Apalagi di TPA Tlekung tidak diolah,” terangnya.
Untuk itu pihaknya menawarkan solusi permasalahan yang terbagi atas dua. Pertama menyelesaikan hulu, yakni mengajak masyarakat untuk memilah sampah dari rumah. Kedua adalah hilir atau pengelolaan sampah di TPA Tlekung.
“Selanjutnya karena saat ini kami rasa Kota Batu sudah masuk dalam darurat sampah. Untuk itu pemerintah harus segera memutuskan dan mengumumkan bahwa Kota Batu “Darurat Sampah.” Ini harus dilakukan agar Tlekung tidak terbebani sampah dari seluruh Kota Batu dan masyarakat mengerti bahwa kita sedang tidak baik-baik saja,” tegasnya.
Dengan ditetapkan Kota Batu sebagai darurat sampah, maka secara tidak langsung semua pihak atau saat ini disebut dengan hexahelix harus bergerak. Di mana tiap desa keluruhan tidak boleh lagi membuang sampah mereka ke TPA Tlekung. Artinya tiap desa, bahkan di tiap dusun harus memiliki TPS.
“Ketika tiap dusun memiliki TPS, maka sampah dari rumah tangga yang sudah dipisah dibawa ke TPS. Dengan begitu akan mengurangi bahkan tidak lagi mengirim sampah ke TPA Tlekung. Ini harus dilakukan semua pihak tanpa terkecuali, kalau tidak bisa dikhawatirkan masyarakat akan kembali membuang sampahnya ke sungai,” paparnya.
“Oleh karena itu, saya tidak setuju Pj Wali Kota dan Kepala DLH mundur dari jabatannya karena dinilai tidak bisa menyelesaikan tuntutan pengelolaan warga. Saya menyakini bahwa siapapun pejabat yang akan menggantikannya juga tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan tersebut. Karena permasalahan sampah hanya bisa diselesaikan dengan adanya kesadaran dari semua pihak,” terangnya.
Penegasan ini juga diamini oleh warga Tlekung bahwa permasalahan saat ini tidak akan selesai ketika Pj Wali Kota dan Kepala DLH mundur dari jabatan. Karena menurut warga fokus permasalahan saat ini adalah mencari solusi dari hal terburuk ketika TPA Tlekung akan ditutup lagi. ‘’Tidak ada urusan dengan kami, kalau soal mau mundur atau tidak,’’ sambung warga Tlekung.(eri/lim)