.
Monday, December 16, 2024

Dua Perwira Polres Malang Dinyatakan Tak Bersalah

Dituntut 3 Tahun Bui, Hakim Vonis Bebas

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Danki Brimob Dihukum Penjara Satu Tahun Enam Bulan

Malang Posco Media– Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan kecewa terhadap vonis majelis hakim PN Surabaya terhadap tiga terdakwa dari kepolisian, Kamis (16/3) kemarin. Hukuman yang dijatuhi majelis hakim dianggap tak adil.

Pembacaan putusan hakim dibacakan ketua majelis hakim PN Surabaya, Abu Achmad Sidqi Amsya. Pembacaan putusan diawali dari terdakwa mantan Danki Satbrimob Polda Jatim, AKP Hasdarmawan.

Abu Achmad mengatakan,  terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar sesuai Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP tentang kealpaan yang menyebabkan kematian.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasdarmawan, dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan,” sebut Abu Achmad.

Berbeda dengan dua terdakwa lain. Yakni mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidiq Achmadi dan eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.

Majelis hakim menganggap  dakwaan kepada kedua terdakwa itu tidak terbukti selama proses persidangan. Sehingga tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)  agar keduanya dihukum pidana penjara selama tiga tahun tidak dapat dikabulkan majelis hakim.

Di hadapan terdakwa, saksi dan JPU yang menghadiri persidangan, Abu membacakan bahwa keduanya divonis bebas. “Memerintahkan agar para terdakwa dibebaskan dan dikeluarkan dari tahanan, segera setelah putusan,” tegasnya.

Keduanya divonis secara terpisah, diawali AKP Bambang Sidiq Achmadi. Kemudian dilanjutkan vonis terhadap Kompol Wahyu Setyo Pranoto usai istirahat Salat Dhuhur.

Usai pembacaan vonis, pihak JPU memilih pikir-pikir dulu apakah menerima atau menolak putusan yang dijatuhkan. Sedangkan, kedua terdakwa dan tim kuasa hukumnya menerima atas putusan yang ditetapkan hakim.

Menanggapi putusan majelis hakim PN Surabaya, Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) Imam Hidayat mengatakan, keluarga korban sangat kecewa. Pihaknya menganggap, lebih baik semuanya dibebaskan.

“Karena jelas mereka (para terdakwa) ini tidak terbukti pasal kealpaan. Melainkan di Pasal 338 atau Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan atau Pembunuhan berencana,” ujarnya.

Ia menyebutkan, bahwa pasal itu telah diwadahi dalam laporan model B yang diajukan di Polres Malang. Namun sampai saat ini belum ada perkembangan signifikan atas proses penyelidikan yang dilakukan petugas.

“Kami  sudah menerima lima kali Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). Bahkan, ada surat yang berisi masih akan meminjam alat bukti dari laporan model A, yang sedang berlangsung proses hukumnya,” lanjut Imam.

TATAK dalam sepekan ke depan akan audiensi dengan Kapolres Malang AKBP Putu Kholis Aryana. Pihaknya ingin menegaskan bagaimana kelanjutan proses tersebut.

“Kami ingin memastikan. Apabila memang dihentikan, kami bisa menggugat melalui praperadilan, ataupun upaya hukum lainnya. Intinya kami ingin mewujudkan keadilan hukum, khususnya bagi para korban maupun keluarga korban,” jelasnya.

Sementara itu aksi kamisan dari aliansi BEM Malang Raya, mengecam putusan majelis hakim atas vonis tiga terdakwa dari pihak kepolisian. Kecaman itu mereka suarakan dalam aksi yang dilakukan dari Jalan Veteran hingga di depan Balai Kota Malang, kemarin.

Perwakilan BEM Malang Raya Abinaga Parawansa mengatakan, ini merupakan sikap yang diambil usai pembacaan putusan di PN Surabaya. Ada enam tuntutan yang dibacakan oleh massa aksi.

Abinaga menjelaskan, enam tuntutan  terdiri dari mendesak majelis hakim untuk menjatuhkan sanksi seberat-beratnya dan seadil-adilnya. Kedua, mendesak Komnas HAM dan Kejagung untuk proaktif, dalam melakukan penyelidikan terhadap komando tertinggi yang diduga menjadi penyebab terjadinya Tragedi Kanjuruhan secara pro-yustisa.

“Selanjutnya, kami mendesak Kapolri melakukan perbaikan institusi kepolisian, dan mengusut keterlibatan pelaku di level atas. Selanjutnya, mendesak Panglima TNI untuk menghentikan segala bentuk militerisme, dan kekerasan terhadap masyarakat sipil,” serunya.

Mereka juga menuntut dan mendesak agar PSSI dan PT LIB, bertanggung jawab secara hukum atas kematian 135 korban jiwa Tragedi Kanjuruhan  dan ratusan korban luka-luka. Terakhir massa meminta Komisi Yudisial menindak tegas, hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan. Alasannya membiarkan perwira polisi aktif menjadi penasehat hukum dari terdakwa yang merupakan anggota polisi.

“Tuntutan ini akan terus kami bawa dan gelorakan. Kemudian kami juga akan mengawal, sampai di puncak aksi nanti. Ini adalah hasil dari aspirasi dari korban yang sudah kami serap sebelumnya,” jelas Abinaga.

Ia menyebutkan mahasiswa mengambil perspektif atau sudut pandang dalam bidang kemanusiaan. Tidak hanya terbatas  pada siapa yang menjadi korbannya.

“Bukan hanya soal siapa yang terdampak, tapi soal nilai kemanusiaan. Selain itu, ada proses hukum masih sangat jauh dari keadilan yang ditunjukkan oleh para aparat penegak hukum. Ini yang kami suarakan di sini dalam aksi kali ini. Dengan harapan bisa didengar dan ditindaklanjuti, ke depannya,” tandasnya. (rex/van)

Berita Lainnya

Berita Terbaru

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img